Laman

Kamis, 04 Oktober 2007

PEMADUAN ANTARA AGAMA DAN FILSAFAT

MAKALAH
FILSAFAT ISLAM
PEMADUAN ANTARA AGAMA DAN FILSAFAT

 











 Disusun Oleh :

AHMAD SHOLIHIN MUTTAQIN
UT. 060741


Dosen Pengajar :

Drs. HARTONO MARGONO


JURUSAN THEOLOGI ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2007


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, berkat rahmat Allah yang telah melimpahkan taufiq dan hidayahNya kepada kami, sehingga kami dapat juga menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat sejalan dengan tugas yang diberikan oleh dosen pada mata kuliah “FILSAFAT ISLAM” yang berjudul “Pemaduan antara Agama dan Filsafat” dengan tujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan mahasiswa dalam media pembelajaran.
Kami menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat menerima masukan dan kritikan dari para bapak dosen dan rekan mahasiswa yang bersifat membangun guna perbaikan kualitas makalah ini dan supaya sesuai dengan yang kita harapkan.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat dan membantu para mahasiswa di Fakultas Ushuluddin khususnya pada jurusan Tafsir Hadits dan Dakwah sehingga kita dapat memahami materi perkuliahan yang diberikan. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb..


Jambi, 01 Desember 2007


     Penyusun

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ..………………………………………………………....i
DAFTAR ISI  ……………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang ………………………………………………………….1
  2. Batasan Masalah ……………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN
Pemaduan Agama dan Filsafat …………………………………………...2
BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan ………………………………………………………………7
  2. Saran ……………………………………………………………………..7
DAFTAR PUSTAKA ..……………………………………………………….....8


BAB I
PENDAHLUAN

A.      Latar Belakang
Sebelum kita bicarakan lebih jauh mengenai pemaduan antara agama dan filsafat, penyusun akan mengulang kembali sedikit dari pengertian agama dan filsafat.
Agama berasal dari bahasa Sansekerta, a artinya tidak dan gama artinya kocar-kacir/ kacau. Jadi agama bermakna tidak kocar-kacir dalam arti lain teratur. Sedangkan pengertian yang dimaksudkan disini ialah suatu peraturan yang mengatur keadaan manusia, maupun mengenai sesuatu yang ghoib, ataupun yang mengenai budi pekerti, pergaulan hidup bersama dan lainnya.
Dan filsafat berasal dari bahasa Yunani, philo berarti cinta dan sophia berarti benar. Artinya cinta kebenaran. Maksud dari filsafat bisa dimaknakan ingin mengerti dengan mendalam atau cinta kebijaksanaan.

B.      Batasan Masalah
Setelah kita memahami pengertiannya agama dan filsafat, guna terfokusnya pembahasan maka di dalam makalah ini penyusun akan menguraikan secara singkat tentang pemaduan antara agama dan filsafat.


BAB II
PEMBAHASAN
PEMADUAN AGAMA DAN FILSAFAT
Perlu kita ketahui bahwa Filsafat Islam bertujuan untuk mempertemukan antara filsafat dengan agama, dan semangat ini dapat kita lihat pada setiap langkahnya. Akan tetapi timbul pertanyaan, bagaimana agama sebagai wahyu Tuhan, sebagai bahasa langit dan santapan hati dan sebagai sumber perintah-perintah  dan larangan-larangan, bisa bertemu dengan filsafat sebagai hasil ciptaan manusia dan sebagai bahasa bumi yang masih bisa dibahas dan dipersoalkan? Bagaimana kebenaran agama yang didasarkan atas ilham dan wahyu bisa dipersatukan dengan kebenaran filsafat yang didasarkan atas alasan-alasan fikiran? Bagaimana dalil-dalil naqli bisa digabungkan dengan dalil aqli?
Jawaban pertanyaan tersebut tidak lebih daripada tiga macam. Pertama; memegang teguh terhadap agama dan menolak filsafat. Kedua; memegang filsafat dan menolak agama. Ketiga; mengusahakan pemaduan antara filsafat dengan agama menurut cara tertentu, dan cara inilah yang ditempuh oleh filosof-filosof Islam.
Bagi orang yang memahami semangat Islam yang mengajarkan pengambilan jalan tengah dan mempelajari ilmu-ilmu ke-Islaman, maka ia akan mengetahui bahwa semangat pemaduan merupakan salah satu corak pemikiran kaum muslimin pada setiap lapangan ilmu. Sebagai contoh dalam lapangan hukum Islam kita mendapati mazhab syafi’I yang menjadi mazhab penengah antara mazhab Maliki yang mendasarkan pendapat-pendapatnya kepada hadits sesudah al Quran, dengan mazhab Hanafi yang mendasarkan kepada fikiran dan ijtihad.
Kalau demikian corak pemikiran kaum muslimin pada berbagai bidang pemikiran pada umumnya, maka terlebih-lebih lagi filosof-filosof islam berusaha untuk mempertemukan antara agama yang dipercayai kebenarannya dengan filsafat yang didasarkan atas ketentuan dan dalil-dalil pemikiran semata, yaitu filsafat Yunani.
Tokoh-tokoh yang memadukan antara agama dan filsafat pada abad pertengahan antara lain :
1.    Al-Kindi
Al Kindi mempertemukan agama dan filsafat atas dasar pertimbangan bahwa filsafat ialah ilmu tentang kebenaran dan agama juga adalah ilmu tentang kebenaran. Oleh karena itu, maka tidak ada perbedaan antara keduanya. Pengaruh golongan Mu’tazilah nampak jelas pada jalan pikirannya, ketika ia menetapkan kesanggupan akal manusia untuk megetahui rahasia-rahasia apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Ilmu filsafat pertama yang meliputi ketuhanan, keesaan, keutamaan dan ilmu-ilmu lain yang mengajarkan bagaimana cara memperoleh hal-hal yang berguna dan menjauhkan hal-hal yang merugikan, dibawa juga oleh Rasul-rasul dari Tuhan.
Menurut al-Kindi, kita tidak boleh malu untuk mengakui kebenaran dan mengambilnya darimana pun datangnya, meskipun dari bangsa-bangsa lain yang jauh letaknya dari kita. Tidak ada yang lebih utama bagi orang yang mencari kebenaran daripada kebenaran itu sendiri. Orang yang mengingkari filsafat, berarti mengingkari kebenaran, dan oleh karenanya maka ia mejadi kafir. Bahkan lawan-lawan filsafat memerlukan sekali kepada filsafat untuk memperkuat alasan-alasannya dan tidak perlunya berfilsafat.
Memang kadang-kadang terdapat perlawanan dalam lahirnya antara hasil-hasil pemikiran filasafat dengan ayat-ayat al Quran, yang mana menyebabkan ada orang yang menentang filsafat. Pemecahan al-Kindi terhadap soal ini ialah bahwa kata-kata dalam bahasa Arab bisa mempunyai arti yang sebenarnya (hakiki) dan arti majazi (arti kiasan, atau bukan arti yang sebenarnya). Arti majazi ini hanya dikatakan deengan jalan takwil dengan syarat harus dilakukan oleh orang-orang ahli agama dan ahli fakir.
Kalau ada perbedaan filsafat dengan ilmu Nabi-nabi (agama), maka perbedaan itu hanya dalam cara, sumber dan ciri-cirinya, karena ilmu NabiI-nabi diterima oleh mereka sesudah jiwanya dibersihkan oleh Tuhan dan disiapkan-Nya untuk menerima pengetahuan (ilmu) dengan cara luar biasa diluar hukum alam. Selain itu ilmu Nabi-nabi itu jelas dan mudah dimengerti.
Sesuai dengan pendirinya, bahwa filsafat harus dimiliiki, maka ia sendiri berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencarinya, dengan jalan mengikuti pendapat orang-orang yang sebelumnya dan menguraikannya dengan baik.
2.    Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd ikut serta mengadakan pemaduan antara agama dengan filsafat, bahkan melebihi orang-orang yang sebelumnya karena ia telah memberikan uraian yang cukup panjang dan mendalam. Hal ini disebabkan fuqaha-fuqaha pada masanya mengingkari filsafat Yunani, terutama filsafat Aristoteles, dengan mendapat bantuan dari penguasa negara Muwahhidin, dimana Ibnu Rusyd hidup dibawah naungannya. Dalam persoalan agama dan filsafat mereka dengan tegas memihak kepada al-Ghozali, pengarang Tahafutul Falasifah yang berisi serangan pedas terhadap filsafat dan filosof-filosof.
Dengan segala ketekunan Ibnu Rusyd harus mengadakan pemaduan antara agama dan filsafat, karena adanya serangan yang berat dari al-Ghozali terhadap filsafat dan karena ia sangat menjunjung tinggi Aristoteles. Karena itu, ia harus memberikan serangan-serangan terhadap al-Ghozali dan menyatakan bahwa filsafat tidak berlawanan dengan agama bahkan mengokohkannya dan menjelaskan perumusan-perumusannya.
Menurut Ibn Rusyd, fungsi filsafat tidak lebih dari pada mengadakan penyelidikan tentang alam wujud dan memandangnya sebagai jalan untuk merumuskan Zat yang membuatnya. Quran berkali-kali memerintahkan demikian, antara lain dalam surat al-A’raf ayat 185:


“Apakah mereka tidak memikirkan tentang alam langit dan bumi serta segala sesuatu yang dijadikan oleh Tuhan”
Juga dalam surat al-Hajr ayat 2 :


“Hendaklah kamu mengambil Ibarat (i’tibar; mengadakan qiyas) wahai orang-orang yang mempunyai pandangan”.
Kalau seseorang faqih berdasarkan ayat surat al-Hajr tersebut di atas menetapkan adanya qiyas syar’i (qiyas dalam fiqih), maka berdasarkan ayat itu pula seorang filosof lebih berhak lagi untuk menetapkan qiyas aqli. Jika dikatakan qiyas akli suatu bid’ah karena tidak ada pada masa permulaan Islam, maka qiyas syar’i itupun suatu bid’ah karena tidak terdapat pada masa permulaan Islam.
Orang yang mempelajari filsafat tidak bisa meninggalkan buku-buku Yunani, karena seseorang tidak bisa membangun filsafat yang baru sama sekali, sebab filsafat itu adalah kerja seluruh umat manusia dalam semua generasinya. Kalau lapangan tehnik dan ilmu pengetahuan tidak bisa diselesaikan (disemprnakan) oleh seorang diri, maka lebih lagi ilmu filsafat, induk dari segala ilmu pengetahuan.


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Filsafat Islam bertujuan untuk mempertemukan antara filsafat dengan agama. Akan tetapi timbul pertanyaan, bagaimana agama sebagai wahyu Tuhan, sebagai bahasa langit dan santapan hati dan sebagai sumber perintah-perintah  dan larangan-larangan, bisa bertemu dengan filsafat sebagai hasil ciptaan manusia dan sebagai bahasa bumi yang masih bisa dibahas dan dipersoalkan? Jawaban pertanyaan tersebut tidak lepas dari tiga macam. Pertama; memegang teguh terhadap agama dan menolak filsafat. Kedua; memegang filsafat dan menolak agama. Ketiga; mengusahakan pemaduan antara filsafat dengan agama menurut cara tertentu, dan cara inilah yang ditempuh oleh filosof-filosof Islam, seperti al-Kindi dan Ibn Rusyd.

B.   Saran
Penyusun menyadari dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekeliruan, untuk itu penyusun mengaharapkan kritik dan saran dari seluruh dosen rekan-rekan mahasiswa guna perbaikan kualitas makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya
A. Hanafi MA. Pengantar Filsafat Islam. (Jakarta : PT. Bulan Bintang. 1969).
Endang Saifuddin Anshari.  Ilmu, Filsafat dan Agama (                                  
                  






Tidak ada komentar:

Posting Komentar