SEJARAH
KECAMATAN “DANAU TELUK” KOTA JAMBI
A. PENDAHULUAN
a.
Sejarah Umum Provinsi Jambi
Provinsi Jambipada
mulanya berbentuk Karesidenan. Kata “karesidenan”, berasal dari
Bahasa Belanda yaitu Residentie yang berarti a) tempat tinggal b) makam.Karesidenan
adalah sebuah pembagian administratif dalam sebuah provinsi di Hindia Belanda
dan kemudian Indonesia hingga tahun 1950-an dimana dibagi dalam beberapa afdeeling/
kabupaten. Jambi ditetapkan sebagai karesidenan pada tanggal 27 April
1904, setelah gugurnya Sultan Thaha Saifuddin
dan berakhirnya masa Kesultanan Jambi.
Ketika itu Belanda berhasil menguasai wilayah wilayah Kesultanan Jambi. Awalnya
Karesidenan Jambi masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie. Residen Jambi yang
pertama, O.L Helfrich yang diangkat berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal
Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906 dan pelantikannya dilaksanakan tanggal 2 Juli
1906.
Kekuasaan Belanda atas Jambi berlangsung ± 36 tahun, karena pada tanggal 9
Maret 1942 terjadi peralihan kekuasaankepada Pemerintahan Jepang. Dan pada 14
Agustus 1945 Jepang menyerah pada Sekutu. Tanggal 17 Agustus 1945,
diproklamirkanlah Negara Republik Indonesia. Jumlah provinsi di
Indonesia pada awal kemerdekaan sebanyak 8 daerah sebagaimana keputusan Sidang II
Panitia Persiapan Kemerdekan Indonesia (PPKI). Sidang II PPKI ini dilaksanakan pada
19 Agustus 1945. Berikut
data 8 provinsi tersebut beserta nama gubernurnya:
1. Sumatera (Teuku
Mohammad Hasan)
2. Jawa Barat (Sutardjo Kartohadikusumo)
3. Jawa Tengah (R.A. PanjiSoeroso)
4. JawaTimur (R.M. Suryo)
5. Sunda Kecil (Mr. I.
GustiKetutPudja)
6. Maluku (Mr. J.
Latuharhary)
7. Sulawesi (R. G.S.S.J.
Ratulangi)
8.
Kalimantan/Borneo (Ir.
Pangeran Mohammad Noor)
Pulau Sumatera pada saat proklamasi menjadi satu provinsi
yaitu Provinsi Sumatera dan Medan sebagai ibukotanya, serta MR. Teuku Muhammad
Hasan
ditunjuk memegang jabatan gubernur.
Pada tanggal 18 April 1946, Komite Nasional Indonesia Sumatera
bersidang di Bukit tinggi dan memutuskan Provinsi Sumatera terdiri dari tiga sub
provinsi, yaitu Sub Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera
Selatan. Sub Provinsi Sumatera Tengah mencakup Karesidenan Sumatera Barat, Riau
dan Jambi.
Tarik menarik Karesidenan Jambi untuk masuk ke Sumatera Selatan atau Sumatera
Tengah, ternyata cukup alot dan akhirnya ditetapkan dengan pemungutan suara
pada Sidang KNI Sumatera tersebut sehingga Karesidenan Jambi masuk ke Sumatera
Tengah. Sub-sub provinsi dari Provinsi Sumatera ini kemudian dengan
Undang-Undang No. 10 tahun 1948 ditetapkan sebagai provinsi. Dengan
Undang-Undang No. 22 tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah,
Karesidenan Jambi saat itu, terdiri dari dua kabupaten
dan satu Kota Praja Jambi.
Masa terus berjalan, banyak pemuka masyarakat yang ingin
Karesidenan Jambi menjadi bagian Sumatera Selatan dan di bagian lain ingin
tetap bahkan ada yang ingin berdiri sendiri. Sementara, Kerinci kembali
dikehendaki masuk Karesidenan Jambi. Hal ini karena sejak tanggal 1 Juni 1922,
Kerinci yang tadinya bagian dari Kesultanan Jambi dimasukkan ke Karesidenan
Sumatera Barat.Tepatnya menjadi bagian dari Kabupaten Pesisir Selatan dan
Kerinci (PSK). Tuntutan Karesidenan Jambi menjadi Daerah Tingkat I Provinsi
diangkat dalam Pernyataan Bersama antara Himpunan Pemuda Merangin Batanghari
(HP.MERBAHARI) denganFront Pemuda Jambi (FROPEJA) tanggal 10 April 1954 yang
diserahkan langsung kepada Muhammad Hatta, Wakil Presiden RI di Bangko, yang
ketika itu berkunjung kesana.Penduduk Jambi saat itu tercatat kurang lebih
500.000 jiwa (tidak termasuk Kerinci). Keinginan tersebut diwujudkan kembali
dalam Kongres Pemuda Se-Daerah Jambi30 April-3 Mei 1954 dengan mengutus tiga
orang delegasi yaitu Rd. Abdullah, AT.Hanafiah dan H. Said serta seorang
penasehat delegasi yaitu Bapak Syamsu Bahrun menghadap Mendagri Prof. DR.MR.
Hazairin. Berbagai kebulatan tekad setelah itubermunculan baik oleh gabungan
parpol, Dewan Pemerintahan Marga, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Merangin, Batanghari.
Puncaknya, pada Kongres Rakyat Jambi 14-18 Juni 1955 di gedung Bioskop Murni,
terbentuklah wadah perjuangan Rakyat Jambi bernama Badan Kongres Rakyat Djambi
(BKRD) untuk mengupayakan dan memperjuangkan Jambi menjadi Daerah Otonomi
Tingkat I Provinsi Jambi.
Pada Kongres Pemuda Se-Daerah Jambi tanggal 2-5 Januari
1957, mendesak BKRD menyatakan Karesidenan Jambi secara de facto
menjadi provinsi selambat-lambatnya tanggal 9 Januari 1957. Sidang Pleno BKRD
tanggal 6 Januari 1957 pukul 02.00, dengan resmi menetapkan Karesidenan Jambi
menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi yang berhubungan langsung dengan
pemerintah pusat dan keluar dari Provinsi Sumatera Tengah. Dewan Banteng selaku
penguasa pemerintah Provinsi Sumatera Tengah yang telah mengambil alih
Pemerintahan Provinsi Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Mulyohardjo pada
tanggal 9 Januari 1957, selanjutnya menyetujui keputusan BKRD. Pada tanggal 8
Februari 1957, Ketua Dewan Banteng Letkol Ahmad Husein melantik Residen Djamin
gr. Datuk Bagindo sebagai Acting Gubernur dan H.Hanafi sebagai Wakil Acting
Gubernur Provinsi Djambi, dengan staf 11 orang yaituNuhan, Rd. Hasan Amin, M.
Adnan Kasim, H.A. Manap, Salim, Syamsu Bahrun, Kms.H.A.Somad, Rd. Suhur, Manan,
Imron Nungcik dan Abd Umar yang dikukuhkan denganSK No. 009/KD/U/L KPTS
tertanggal 8 Februari 1957 dan sekaligus meresmikan berdirinya Provinsi Jambi di
halaman rumah Residen Jambi (kini Gubernuran Jambi).Pada tanggal 9 Agustus
1957, Presiden RI Soekarno akhirnya menandatangani UU Darurat No. 19 tahun 1957
tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi di Denpasar, Bali.
Dengan UU No. 61 tahun 1958 tanggal 25 Juli 1958, UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang
Pembentukan Daerah Sumatera Tingkat I Sumatera Barat, Djambi dan Riau (UU tahun
1957 No. 75) ditetapkan sebagai undang-undang. Dalam UU No. 61 tahun 1958
disebutkan pada pasal 1 hurup b, bahwa daerah Swatantra Tingkat I Jambi,
wilayahnya mencakup wilayah daerah Swatantra Tingkat II Batanghari, Merangin,
dan Kota Praja Jambi serta Kecamatan-Kecamatan Kerinci Hulu, Tengah dan Hilir.
Kelanjutan UU No. 61 tahun 1958 tersebut pada tanggal 19 Desember 1958, Mendagri
Sanoesi Hardjadinata mengangkat dan menetapkan Djamin gr. Datuk Bagindo Residen
Jambi sebagai Dienst Doend DD Gubernur (residen yang ditugaskan sebagai Gubernur
Provinsi Jambi dengan SK Nomor UP/5/8/4). Kemudian, pejabat gubernur pada
tanggal 30 Desember 1958 meresmikan berdirinya Provinsi Jambi atas nama Mendagri
di Gedung NasionalJambi (sekarang gedung BKOW). Kendati secara de jure
Provinsi Jambi ditetapkan dengan UU Darurat 1957 dan kemudian UU No. 61 tahun
1958, tetapi dengan pertimbangan sejarah asal-usul pembentukannya oleh
masyarakat Jambi melalui BKRD, maka tanggal Keputusan BKRD 6 Januari 1957
ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jambi. Hal ini sebagaimana tertuang dalam
Peraturan Daerah Provinsi Djambi Nomor 1tahun 1970 tanggal 7 Juni 1970 tentang
Hari Lahir Provinsi Djambi.
Adapun para Gubernur Jambi dari tahun 1957-sekarang adalah:
1. M. Joesoef
Singedekane (1957-1967)
2. H. Abdul Manap (Pejabat Gubernur
1967-1968)
3. R.M. Noer
Atmadibrata (1968-1974)
4. Djamaluddin
Tambunan, SH (1974-1979)
5. Edy Sabara (Pejabat
Gubernur 1979)
6. Masjchun
Sofwan, SH (1979-1989)
Drs. H. Abdurrahman Sayoeti (Wakil
Gubernur)
7. Drs. H.
Abdurrahman Sayoeti (1989-1999),
Musa (Wakil
Gubernur)
Drs. Hasip Kalimudin Syam (Wakil
Gubernur)
8. DRS. H.
Zulkifli Nurdin, MBA (1999-2005)
Uteng Suryadiatna (Wakil
Gubernur)
Drs. Hasip Kalimudin Syam (Wakil
Gubernur)
9. DR.Ir. H.
Sudarsono H, SH, MA (Pejabat
Gubernur 2005)
10. Drs. H.
Zulkifli Nurdin, MBA (2005-2010)
Drs. H. Antony Zeidra Abidin (Wakil
Gubernur 2005-2010)
11. H. Hasan Basri
Agus, MA (2010-sekarang)
H. Fachrori Umar (Wakil
Gubernur)
b.
Sejarah Umum Kota Jambi
Kota Jambi
sebagai pemerintah daerah otonom dibentuk pada tanggal 17 Mei 1946 berdasarkan
ketetapan Gubernur No. 103 Tahun 1946. Setelah itu ditingkatkan dan diperkuat
dengan undang-undang No. 09 Tahun 1956 dan dinyatakan sebagai daerah otonom
kota besar dalam lingkungan Provinsi Sumatera Tengah.Kemudian Kota Jambi resmi menjadi
ibukota Provinsi Jambi pada tanggal 6 Januari1957 berdasarkan Undang-undang nomor 61 tahun 1958.
Berdasarkan Undang-undang nomor 6 tahun 1986,
luas wilayah administratif pemerintah kota Jambi adalah ± 205.38 km², secara
geomorfologis kota ini terletak di bagian barat cekungan Sumatera bagian
selatan yang disebut sub-cekungan Jambi, yang merupakan dataran rendah di
Sumatera bagian timur.Dari topografinya, kota Jambi relatif datar dengan
ketinggian 0-60 m di atas permukaan laut. Bagian bergelombang terdapat di utara
dan selatan kota, sedangkan daerah rawa terdapat di sekitar aliran Batanghari, yang
merupakan sungai terpanjang di pulau Sumatera dengan panjang keseluruhan lebih
kurang 1.700 km (11 km yang berada di wilayah kota Jambi dengan lebar sungai ±
500 m), sungai ini berhulu pada Danau Diatas di provinsi
Sumatera Barat dan
bermuara di pesisir timur Sumatera pada kawasan selat Berhala.Kota Jambi beriklim tropis dengan suhu
rata–rata minimum berkisar antara 22,1-23,3 °C dan suhu maksimum antara
30,8-32,6 °C, dengan kelembaban udara berkisar antara 82-87%. Sementara
curah hujan terjadi sepanjang tahun sebesar 2.296,1 mm/tahun (rata-rata 191,34
mm/bulan) dengan musim penghujan terjadi antara Oktober-Maret dengan rata-rata
20 hari hujan/bulan, sedangkan musin kemarau terjadi antara April-September
dengan rata-rata 16 hari hujan/bulan.
Kota Jambi
memilik 8 kecamatan yaitu: 1) Danau Teluk 2) Pelayangan 3) Pasar Jambi 4)
Telanaipura 5) Jambi Selatan 6) Jambi Timur 7) Jelutung 8) Kota Baru.Adapun Walikota
Jambi dari tahun 1946 sampai sekarang, ialah:
1.
Makalam (1946-1948)
2.
Muhammad Kamil (1948-1950)
3.
Rd. Sudarsono (1950-1966)
4.
Drs. Hasan Basri Durin (1966-1968)
5.
Drs. Z. Muchtar. DM (1968-1972)
6.
H. Zainur Haviz, BA (1972-1983)
7.
Drs. Azhari. DS (1983-1993)
8.
Arifin Manaf (1993-2008)
9.
dr. Bambang Priyanto (2008-2013)
Sum Indra (Wakil Walikota)
10. Sy.
Fasha (2013-sekarang)
Abdullah Sani (Wakil Walikota)
B. PEMBAHASAN
a. Sejarah
Kecamatan Danau Teluk
Danau Teluk adalah suatu
kecamatan yang cukup tua, dahulunya masih berbentuk kawedanan
yang dipimpin oleh Datuk Anang Bahri sekitarantahun 1948, dengan pusat kawedanan
di kawasan pasar Olak Kemang. Seiring waktu berlalu, daerah tersebut mulai
berkembang, sehingga dibentuklah Kecamatan Danau Teluk yang dahulunya menyatu
dengan Kecamatan Pelayangan dan Telanaipura. Pada sekitar tahun 1967
akhirnya terpisah dan menjadi kecamatan induk dengan camat pertama yaitu Kms. Muhammad
Saman.
Secara bahasa “danau” berarti
genangan air yang amat luas, dikelilingi daratan; dan “teluk” berarti bagian
laut yang menjorok ke darat.
Sehingga dapat dipahami mengapa daerah ini dinamakan Danau Teluk karena daerah
tersebut merupakan genangan air yang luas dan juga merupakan bagian dari sungai
batang hari karena jika ditelusuri maka keduanya akan terhubung. Inilah
sebabnya mengapa daerah ini disebut Danau Teluk.Salah satu keunikan Kecamatan
Danau Teluk karena di wilayah Kota Jambi hanya terdapat dua danau (tergolong
luas) yang ada sampai sekarang, yaitu 1) Danau Teluk dan 2) Danau Sipin (Kecamatan
Telanai Pura) dan bentuknya yang bila dilihat dari atas atau menggunaka peta
tampak seperti ikan mas.
Keunikan lainnya di tengah-tengah
Danau Teluk terdapat suatu pulau yang biasa disebut dengan Pulau Pabe (ada pula
yang menyebutnya Pulau Babe). Menurut keterangan sejarah, dahulu pulau tersebut
dijadikan pusat pengendalian dan pengawasan administrasi perdagangan yang
dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan ekonomi khususnya bidang perniagaan.
Tempat tersebut pada mulanya disebut dengan “Kepabean” namun saat ini lebih
dikenal dengan nama Pulau Pabe.
Bagian dari Kecamatan Danau
Teluk terdapatlah 5 kelurahan yang juga mempunyai sejarah tersendiri, yaitu
Kelurahan Olak Kemang, Kelurahan Tanjung Pasir, Kelurahan Ulu Gedong, Kelurahan Tanjung Raden dan Kelurahan Pasir Panjang.
Diantara 5 kampung/kelurahan
yang bernaung di wilayah Kecamatan Danau Teluk ada 2 kelurahan yang termasuk
kedalam wilayah “Pacinan”
yaitu Olak Kemang dan Ulu Gedong.
Danau Teluk adalah salah satu dari 621 danau yang berukuran kecil yang
tersebar diseluruh Indonesia. Sebagian besar danau-danau tersebut memiliki panorama
geografis karakteristik dan keunikan tersendiri. Potensi lainnya di wilayah Kecamatan Danau Teluk ialah adanya keberadaan tempat peninggalan sejarah,
budaya religi, rumah tua dan kerajinan khas Jambi yang terdapat di berbagai tempat di
wilayah Danau Teluk. Kemudian yang tak kalah pentingnya adalah kekayaan khasanah budaya dan warisan kultural (budaya) yang
ada disekitar Danau Teluk secara menyeluruh yaitu potensi unggulan di
wilayah ini adalah terdapat kerambah ikan nila dan patin bahkan kerajinan kerupuk dan Batik Jambi. Di lain sisi, perjalanan menuju
Danau Teluk ini sendiri menawarkan pengalaman yang sangat menarik dimana jarak
tempuh yang relatif dekat dari Kota Jambi yaitu dengan perjalanan + 20
Km.
Adapun camat Danau Teluk dari
awal mula sampai sekarang adalah:
1.
Kms. M. Saman (1967-1970)
2.
H. Syamsuddin Bin Rasyid (1970-1972)
3.
Drs. Aman Madjid (1972-1982)
4.
Muh. Aripin AS, BA (1982-1984)
5.
Drs. Damsir Nasir (1984-1984)
6.
Drs. Kms. Sulaiman, HS (1984-1987)
7.
Johan Hamid, BA (1987-1990)
8.
Drs. Heri Mujono (1990-1993)
9.
Drs. A. Latief (1993-1995)
10. Drs. A.
Lutfi (1995-1997)
11. Drs. Abi
Thalib (1997-1998)
12. Drs.
Niswan (1998-2000)
13. Drs.
Ridwan (2000-2004)
14. Drs.
Subhi, S.Sos (2004-2004)
15. M.Hefni,
AS, SE (2004-2009)
16. Hj. Rts.
Maryani, SE (2009-2011)
17.
Drs.Raden Jufri (2011-sekarang)
b.
Sejarah Keagamaan, Pendidikan dan Kebudayaan
Tak bisa
dipungkiri bahwa mengenai sejarah keagamaan, pendidikan dan kebudayaan di
Seberang Kota Jambi umumnya dan Kecamatan Danau Teluk khususnya, tidak terlepas
dari sejarah ke-Islam-an dan ke-melayu-an.
Hal ini bermula
ketika fatwa seorang ulama penasehat kesulthanan Turki kepada Sulthan Turki
untuk menemukan sebuah negeri yang bernama Pasai karena negeri tersebut akan
banyak melahirkan waliullah. Kemudian Sulthan Turki mempersiapkan tiga
unit kapal layar yang setiap kapal layar membawa ulama Turki menuju Samudera
Pasai. Dalam perjalanan yang diperkirakan di berada di kawasan sebelum Selat
Malaka, ketiga kapal layar tersebut terpisah. Satu kapal layar sampai di Pasai
Aceh, satu kapal sampai di Demak dan satu kapal lagi terdampar di ujung pantai
timur Sumatera atau Ujung Jabung tempat kerajaan Melayu Jambi pada tahun 1120 H
(abad 15 M) yang salah satu ulama di dalamnya adalah Ahmad Ilyas/Ahmad
Salim/Ahmad Barus II. Kemudian beliau bertemu dengan Puteri Selaras Pinang
Masak yang berakhir dengan pernikahan antara keduanya dan Ahmad Ilyas mendapat
gelar Datuk Paduko Berhalo.
Gelar kerajaan
tersebut diberikan karena pada masa itu Ahmad Ilyas di kerajaan Melayu Jambi
menjadi patronase bagi penguasa lokal Puteri Selaras Pinang Masak dalam
menyebarkan ajaran agama Islam yang diawali dengan tindakan pemusnahan atau
penghancuran Patung Berhala yang terdapat di Tanah Putus Ujung Jabung atau
dikenal dengan Pulau Berhala sebagai tempat pemujaan bagi penganut agama Hindu.
Pulau berhala ini dapat dikatakan tenpat awal bertapaknya kerajaan Melayu Islam
di Jambi.
Pada tahun 1138
H (abad 15 M), Datuk Paduko Berhalo mendatangkan ulama dari Hadhra Maut Yaman
dari ahlul Bait Rasulullah yang bernama Sayid Husin bin Ahmad Baraqbah.
Beliau datang bersama anaknya yang bernama said Qosim dan menyebarkan ajaran
agama Islam selama 35 tahun dan bertempat tinggal di Kampung Arab Melayu.
Banyak masyarakat yang berguru dengannya salah satunya yaitu Muhammad Yusuf bin
Muhammad Chatib. Setelah Said Husin wafat Muhammad Yusuf yang meneruskan
penyebaran agama Islam di Jambi. Salah satu muridnya adalah anaknya sendiri
Abdul Madjid. Setelah Muhammad Yusuf wafat maka Abdul Majid pula yang
menyebarkan ajaran Islam, diantara beberapa muridnya adalah:
1.
Ibrahim (anak
Abdul Majid Jambi)
2.
Sulthan Thaha Saifuddin (sebelum menjadi sulthan)
3.
Abdullah Affandi (Kampung Tengah)
4.
Abdul Shomad (Tanjung Pasir)
5.
Abdusshomad (Kampung Tengah)
6.
Hasan Anang (Ulu
Gedong)
7.
Datuk Sin Thay (Olak Kemang)
8.
Burhan Nurdin (Kampung Tengah)
Berawal dari
sini pula pendidikan ke-Islaman di wilayah Kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan
mulai meningkat dan lebih berkembang. Diantara buktinya ialah berdirinya 4
Madrasah tertua (1915 M) di Provinsi Jambi, yaitu:
1.
Madrasah Nurul Islam di Tanjung Pasir
2.
Madrasah Nurul Iman di Ulu Gedong
3.
Madrasah Sa’adatuddarein di Tahtul Yaman
4.
Madrasah Al-Jauharein di Tanjung Johor
Adapun diantara pengurus
madrasah-madrasah tersebut adalah:
1.
H. Abdus Somad bin H. Ibrahim Hof (Penghulu
Jambi)
2.
Ibrahim bin Abdul Majid (Kampung Tengah)
3.
Ahmad bin Abd. Syukur (Tahtul Yaman)
4.
Usman bin H. Ali (Tanjung Johor)
5.
Kms. H. M. Soleh bin Kms. Yasi n (Tanjung Pasir)
6.
Sayid Alwi bin Muhammad bin Syahab
Tanjung Pinang Jambi
Setelah
berkembang pesat, maka didiirikan pula satu Madrasah lagi yang terletak
ditengah-tengah Madrasah Nurul Islam dan Nurul Iman yaitu Madrasah As’ad yang
didirikan oleh KH. Abdul Qodir Ibrahim
pada tahun 1951 M.
Hal ini menambah catatan sejarah bahwa Kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan (Seberang
Kota Jambi/SEKOJA) memang kental dengan dunia ke-Islaman dan kesantrian.
Dari uraian
tentang sejarah ke-melayu-an dan ke-Islam-an di atas dapatlah dipahami mengapa
sampai saat ini di Kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan sangat identik dengan
kebudayaan Melayu Islam. Sehingga masih berbekas dan memegang erat tradisi
melayu.Bisa
dilihat dari sisi gaya masyarakat Kecamatan Danau Teluk berbahasa, berpakaian,
adat istiadat, dsb.
c. Letak
Geografis dan Kependudukan
Kecamatan Danau Teluk
merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Seberang Kota Jambi (SEKOJA)
dengan luas wilayah 15.70 Km atau 7,64 persen dari luas keseluruhan Kota Jambi.
Daerah perbatasannya yaitu:
-
Disebelah timur, berbatasan dengan Kecamatan Pelayangan,
-
Disebelah utara
dan barat,berbatasan dengan Kabupaten Muaro
Jambi,
-
Disebelah selatan, berbatasan dengan Kecamatan Telanaipura.
Ketinggian daerah ini dari permukaan laut berkisaran 0-10 meter
sehingga daerah ini merupakan daerah rendah yang
hampir setiap tahun mengalami kebanjiran.
Dari masa awal berdirinya Kecamatan Danau Teluk tentunya
telah banyak terjadi peningkatan populasi masyarakat, hal ini berdasarkan sensus
penduduk tahun 2012 Kota Jambi angka agregat perkecamatan jumlah total 13.821
Jiwa dimana jumlah laki-laki 6.764 jiwa dan perempuan 7.057 jiwa dengan sex
ratio sebesar 293 artinya penduduk
perempuan dua persen lebih banyak dari laki-laki dengan laju pertumbuhan penduduk selama 13
tahun 2000-2013 sebesar 5, 28 persen atau dengan kata lain Kecamatan Danau
Teluk menduduki posisi kedua yang terkecil pertumbuhan penduduk setelah
Kecamatan Pasar Jambi.
Dari segi kepadatan penduduk Kecamatan Danau Teluk pada
tahun 2014 sejumlah 1.136 jiwa perkilo
meter. Jumlah rumah tangga di Kecamatan Danau Teluk sebanyak 5.041
KK dengan rata-rata anggota rumah tangga 4 orang per Kepala Keluarga.
d.
Tempat-tempat Wisata Religi
Ada beberapa
tempat bersejarah sekaligus tempat wisata religi yang terdapat di Kecamatan
Danau Teluk, diantaranya:
1. Rumah Batu(Olak
Kemang) yang dibangun atas inisiatif Said Idrus bin Said Hasan Al-Jufri karena
beliau sering dikunjungi oleh pihak mertua yaitu Sultan Nazaruddin
dan pihak besan yaitu Sulthan Thaha Saifuddinsehingga
rumahnya tidak memungkinkan menampung orang banyak.
2. Masjid Al-Ihsaniyah (Olak Kemang), lebih
dikenal dengan nama Masjid Batu
yang juga dibangun pada era Said Idrus bin Said Hasan Al-Jufri.
3. Makam Said Idrus bin Said Hasan Al-Jufri
dan anaknya Said Alwi, Said Muhammad dan Syarifah Hazra (Olak Kemang) terletak
pada samping Masjid Batu.
4. Madrasah Nurul Islam (Tanjung Pasir), tetapi
sekarang tidak lagi melaksanakan program belajar mengajar (fakum) kepesantrenan,
namun gedungnya digunakan untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman
Kanak-kanak (TK).
5. Madrasah Nurul Iman (Ulu Gedong) yang
masih aktif dan memulai membangkitkan lagi semangat kesantrian dengan menerima
santri perempuan yang disebut dengan istilah santriwati.
6. Pondok Pesantren As’ad (Olak Kemang)
yang pada masa saat ini masih aktif dan muridnya yang semakin banyakserta
bangunannya yang semakin berkembang. Sehingga direncanakan oleh pihak terkait
akan mendirikan pula Perguruan Tinggi Agama Islam yang diberi nama Ma’had Ali
Pondok Pesantren As’ad Jambi yang terletak di RT. 10 Kelurahan Olak Kemang.
e.
Ciri Khas Budaya dan Kerajinan
Ada beberapa
ciri khas dari Kecamatan Danau Teluk umumnya wilayah Seberang Kota Jambi yang masih terjaga dari
zaman dahulu dan dapat kita temukan saat ini, diantaranya:
1. Alat transportasi air yang biasa
digunakan untuk menyeberang sungai batang hari dari olak kemang/ulu gedong ke
wilayah Pasar Jambi yang disebut “Ketek”.
2. Perempuan yang menutup seluruh tubuhnya
kecuali kedua mata dengan menggunakan
dua kain yang disebut “kain duo” atau “tudung lingkup”.
3. Tradisi hantaran pernikahan yang masih
menggunakan tradisi adat Melayu Jambi seperti “seloko-seloko adat” dan
“pantun-pantun melayu”.
4. Tradisi makan bersama dengan wadah yang
disebut “talam/nampan” pada kegiatan-kegiatan masyarakat seperti acara
pernikahan, walimah, sedekah arwah, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
dsb.
5. Masakan-masakan khas yang berbahan dari
ikan sungai dan danau seperti Tempoyak, Pindang Palapa, Kerutub, Bekasam,
Rusip, dll serta kue-kue khas seperti Pedamaran, Na’am, Gomak,Klepon, Kasuwi,
dll.
6. Istilah-istilah melayu Jambi yang masih
sering terdengar walaupun sudah memasuki zaman modern. Seperti kata a) bekerobong
yang bermaksud menutupi seluruh tubuh dengan menggunakan kain, b) nyelemar/nadir
yang bermaksud perbuatan yang tak lazim dilakukan, c) Teseruhup yang bermaksud
peristiwa apabila seseorang terjatuh dan terperosok ke benda/tempat lain. d)
Molok yang bermaksud makan e) Gayu selamat yang bermaksud ungkapan untuk
larangan jangan melakukan sesuatu perbuatan, dll.
7. Permainan tradisional masyarakat yang
masih ada dimainkan oleh anak-anak seperti permainan ladang, kengkek, sembunyi
pancit, tempong kaleng dll.
8. Pengrajin Batik Jambi yang masih mudah
untuk ditemukan karena sudah turun temurun dari generasi ke generasi.
9. Pengrajin Benang Sulam Mas, tetapi
jumlahnya sangat sedikit.
10. Pengrajin
Kerupuk Ikan, namun jumlahnya tidak begitu banyak.
C.
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Dari uraian diatas, penulis merumuskan
beberapa kesimpulan:
1. Pada tahun
1967 Kecamatan Danau Teluk resmi berpisah dari Kecamatan Pelayangan dan
Telanaipura yang sebelumnya bergabung dalam bentuk satu “kawedanan”. Camat
pertamanya yaitu Kms. Muhammad Saman.Kecamatan Danau Teluk menaungi 5 kelurahan
yang juga mempunyai sejarah tersendiri, yaitu Kelurahan Olak Kemang, Kelurahan
Tanjung Pasir, Kelurahan Ulu Gedong, Kelurahan Tanjung Raden dan Kelurahan
Pasir Panjang.
2. Secara bahasa “danau”berarti genangan air yang amat luas,
dikelilingi daratan; dan “teluk” berarti bagian laut yang menjorok ke darat.
Sehingga dapat dipahami mengapa daerah ini dinamakan Danau Teluk karena daerah
tersebut merupakan genangan air yang luas dan juga merupakan bagian dari sungai
batang hari karena jika ditelusuri maka keduanya akan terhubung. Keunikan
lainnya ditengah-tengah Danau teluk terdapat
pulau yang disebut Pulau Pabe.
3. Keagamaan,
Pendidikan dan Kebudayaan di Kecamatan Danau Teluk masih memegang erat tradisi ke-Islam-an
dan ke-melayu-an yang sangat keterkaitan.
b.
Rekomendasi
Setelah mengetahui
sekilas sejarah Provinsi Jambi, Kota Jambi dan khususnya Kecamatan Danau Teluk penulis
merekomendasikan kepada para pembaca, yaitu diharapkan:
1. Memahami dengan baik tentang sejarah
geografis, tradisi dan budayanya sehingga selalu dilestarikan hingga akhir
zaman.
2. Melakukan penelitian lebih dalam tentang
sejarah Danau Teluk baik melalui sumber-sumber buku maupun informan yang lebih
mengetahui, karena penulis mengakui masih banyak hal-hal yang masih perlu
dicari kebenaran dari karya ilmiah ini.
3. Jangan pernah melupakan atau
mengeyampingkan sejarah, sebab tanpa sejarah maka tidak ada istilah masa lalu dan
dengan sejarah pula kita bisa belajar untuk menempuh masa depan yang lebih
baik.
c.
Penutup
Demikianlah,
karya ilmiah sejarah kecamatan “Danau Teluk” Kota Jambi ditulis dalam rangka
memberikan pemahaman kepada para pembaca. Semoga bermanfaat dan dapat
dikembangkan menjadi lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Manaqib Syekh Abdul Qodir bin Syekh Ibrahim
Al-Jambi, diperbanyak oleh Yayasan
Perguruan As’ad Jambi Tahun 2013.
-----------, Sejarah Terbentuknya FKM-SEKO, diperbanyak oleh Panitia
MUBES FKM-JKS Tahun 2007.
Basri, H. Hasan Basri, Pejuang Ulama Ulama Pejuang Negeri Melayu Jambi, Jambi:
Pusat Kajian Pengembangan Sejarah dan Budaya Jambi, 2012.
Noor, H. Junaidi T, Mencari Jejak Sangkala; MengirikPernik-pernikSejarah Jambi, Jambi: Pusat Kajian
Pengembangan Sejarah dan Budaya Jambi, 2013.
Al-Machdor, Said Salim bin Said Abu Bakar, Kisah
Sejarah Pangeran Wiro Kusumo, tidak diterbitkan.
Sejarah Berdirinya Provinsi Jambi, file dapat di download di link http://jambi.kemenag.go.id/file/dokumen/SejarahBerdirinyaProvinsiJambi.pdf
Kamus Bahasa Belanda
– Indonesia Versi Online
Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) Versi Online
Mengenai
asal muasal nama Jambi ada beberapa persepsi: Pertama; berasal dari kata ‘Jambe’ dalam bahasa Sansekerta
yang berarti ‘pohon pinang’. Sebab kemungkinan besar saat “Tanah Pilih”
dijadikan tapak pembangunan kerajaan yang baru, pepohonan pinang banyak tumbuh
disepanjang aliran sungai Batanghari, sehingga nama itu yang dipilih oleh Orang
Kayo Hitam.Kedua; berasal dari bahasa Arab yang ditulis dalam tulisan
Arab جَنَبَ “Janaba”
yang bermakna “sisi/samping”. Berpedoman pada buku sejarah De Oudste
Geschiedenis van de Archipel bahwa Kerajaan Melayu Jambi dari abad ke 7
s.d. abad ke 13 merupakan bandar atau pelabuhan dagang yang ramai. Disini
berlabuh kapal-kapal dari berbagai bangsa, seperti: Portugis, India, Mesir,
Cina, Arab, dan Eropa lainnya. Berkenaan dengan itu, sebuah legenda yang
ditulis oleh Chaniago menceritakan bahwa sebelum Kerajaan Melayu jatuh ke dalam
pengaruh Hindu, seorang puteri Melayu bernama Puteri Dewani berlayar bersama
suaminya dengan kapal niaga Mesir ke Arab, dan tidak kembali. Pada waktu lain,
seorang putri Melayu lain bernama Ratna Wali bersama suaminya berlayar ke
Negeri Arab, dan dari sana merantau ke Ruhum Jani dengan kapal niaga Arab.
Kedua peristiwa dalam legenda itu menunjukkan adanya hubungan antara orang Arab
dan Mesir dengan Melayu. Mereka sudah menjalin hubungan komunikasi dan
interaksi secara akrab.Kondisi tersebut melahirkan interpretasi bahwa
nama Jambi bukan tidak mungkin berasal dari ungkapan-ungkapan orang Arab atau
Mesir yang berkali-kali ke pelabuhan Melayu ini. Orang Arab atau Mesir
memberikan julukan kepada rakyat Melayu pada masa itu sebagai ”Jambi”, ditulis
dengan aksara Arab yang secara harfiah berarti ’sisi’ atau ’samping’, secara kinayah
(figuratif) bermakna “tetangga” atau “sahabat akrab”. Adapun tulisan Jambi awal
mulanya berdialek bahasa kuno yaitu “Djambi”. Analisis lebih rinci dapat dibaca
pada karya Junaidi T. Noor, Mencari Jejak Sangkala; Mengirik Pernik-pernik
Sejarah Jambi, (Jambi: Pusat Kajian Pengembangan Sejarah dan Budaya Jambi,
2013), hal. 21-26.
Residen Belanda di Jambi
secara lengkap dari tahun 1906-1945 adalah 1. O.L. Helfrich
(1906-1908) 2. A.J.N Engelemberg (1908-1910) 3. Th. A.L. Heyting (1910-1913) 4.
AL. Kamerling (1913-1915) 5. H.E.C. Quast (1915-1918) 6. H.L.C Petri
(1918-1923) 7. C. Poortman (1923-1925) 8. G.J. Van Dongen (1925-1927) 9. H.E.K
Ezerman (1927-1928) 10. J.R.F Verschoor Van Niesse (1928-1931) 11. W.S. Teinbuch (1931-1933) 12. Ph.J. Van der
Meulen (1933-1936) 13. M.J. Ruyschaver (1936-1940) 14. Reuvers (1940-1942).
Pada tahun 1942-1945 Jepang masuk ke Indonesia termasuk Jambi sehingga
berakhirlah masa karesidenan Belanda di Jambi. Sumber; H. Junaidi T. Noor, Op.cit., hal. 225.
Residen Jambi pada masa kemerdekaan
Indonesia yaitu : 1. Dr. Segaf Yahya (1945) 2. R. Inu Kertapati (1945-1950) 3. Bachsan
(1950-1953) 4. Hoesin Puang Limbaro (1953-1954) 5. R. Sudono (1954-1955) 6.
Djamin Datuk Bagindo (1954-1957) - Acting Gubernur. Pada tanggal 6 Januari 1957
BKRD menyatakan Karesidenan Jambi menjadi Propinsi. 8 Februari 1957 peresmian
propinsi dan kantor gubernur di kediaman Residen oleh Ketua Dewan Banteng. Pembentukan
propinsi diperkuat oleh Keputusan Dewan Menteri tanggal 1 Juli 1957,
Undang-Undang Nomor 1 /1957 dan Undang-Undang Darurat Nomor 19/1957 dan
mengganti Undang-Undang tersebut dengan Undang-Undang Nomor 61/1958. Sumber; H.
Junaidi T. Noor, Op.cit., hal. 225-226
asan Basri Agus, Pejuang Ulama Ulama Pejuang Negeri Melayu
Jambi, (Jambi: Pusat Kajian Pengembangan Sejarah dan Budaya Jambi, 2012),
hal. 24-25
Pembangunan ini terjadi
ketika masih berada dalam kekuasaan Sayid Idrus bin Sayid Hasan Al-Judri yang
bergelar “Pangeran Wiro Kusumo”. Salah satu motor penggerak pendirian
madrasah-madrasah tersebut adalah menantunya sendiri Said Ali Al-Musawwa (suami
dari Syarifah Hazra yang bergelar Tuanku Putri) bersama para ulama lainnya.
Sebab beliaulah yang ditugaskan untuk meminta izin kepada Belanda untuk
membangun madrasah tersebut.Sumber;Said Salim bin Said Abu Bakar al-Machdor, Op.cit.