MAKALAH
PEMIKIRAN
ISLAM KLASIK DAN MODERN
“ALIRAN
KHAWARIJ DAN MURJI’AH”
Dosen:
Dr. H.
Abdul Qadir Sobur, MA., P.hd
Disusun Oleh:
Ahmad Sholihin Muttaqin
NIM. P.h. 211.5.1525
KONSENTRASI METODOLOGI DAN PEMIKIRAN HUKUM ISLAM
PRODI HUKUM ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA IAIN STS JAMBI
2012
KATA
PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan
semesta alam dan Sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman.
Dan tidak lupa penulis menghaturkan
ucapan terima kasih kepada bapak dosen Drs. H. Abdul Qadir Sobur, P.hd yang telah
memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah
ini. Begitu pula kepada rekan-rekan mahasiswa pascasarjana IAIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi yang nantinya akan membantu dalam penyempurnaan makalah ini.
Di dalam makalah ini, penulis
membahas mengenai tokoh pemikiran Islam modern yaitu Muhammad Abduh dan
Pemikirannya yang merupakan sub bahasan dalam mata kuliah Pemikiran Islam
Klasik dan Modern. Tentunya, sebagaimana yang difahami penulis bahwa
pengetahuan seseorang tidaklah mutlak atau bersifat relatif, untuk itu masih
diperlukan perbaikan-perbaikan nantinya jika tredapat kekeliruan.
Harapan penulis, makalah yang
dirangkum dengan pembahasan mengenai Muhammad Abduh ini dapat bermamfaat dan
menambah khazanah keilmuan bagi para pembacanya. Amin.
Jambi, Juli 2012
Ahmad
Sholihin Muttaqin
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
|
…………………………………………………………………
|
i
|
DAFTAR ISI
|
…………………………………………………………………
|
ii
|
A.
PENDAHULUAN
|
…………………………………………………………………
|
1
|
B.
PEMBAHASAN
|
…………………………………………………………………
|
2
|
1.
Latar Belakang Muhammad Abduh
|
…………………………………………………………………
|
2
|
2.
Pemikiran Muhammad Abduh
|
…………………………………………………………………
|
4
|
3.
Karya-karya Muhammad Abduh
|
…………………………………………………………………
|
11
|
C.
PENUTUP
|
…………………………………………………………………
|
12
|
D.
DAFTAR PUSTAKA
|
…………………………………………………………………
|
13
|
ALIRAN KHAWARIJ DAN MURJI’AH
A. PENDAHULUAN
Semua agama yang diturunkan
Allah SWT ke muka bumi (agama wahyu), menempatkan tauhid di tempat yang pertama
dan utama, karena itu setiap rasul yang diutus Allah SWT mengemban tugas untuk
menanamkan tauhid ke dalam jiwa umatnya, mengajak mereka supaya beriman kepada
Allah SWT, menyembah, mengabdi dan berbakti kepadanya, melarang mereka
menyekutukan Allah SWT dalam bentuk apapun, baik zat, sifat maupun af’al-Nya.
Misi risalah semacam ini
pulalah yang diemban oleh Rasulullah SAW, karena itu tema sentral setiap dakwah
dan seruannya adalah tauhid bahkan pada awal masa kerasulannya. Selama di
Mekah, beliau memfokuskan perhatian kepada pembinaan tauhid ini sehingga semua
aktifitas dakwahnya diarahkan ke masalah tauhid, ayat-ayat al-Quran yang turun
pada periode Mekah pun berisi masalah-masalah ketauhidan beliau dan baru pada
masa Madinah diarahkan kepada pembinaan hukum-hukum Allah SWT, dan hal itu pun
tanpa meninggalkan bahkan memperkokoh tauhid itu sendiri.
Mendahulukan dan mengutamakan aspek aqidah (tauhid) di dalam risalah Rasulullah
SAW daripada aspek hukum, bukan saja karena tauhid merupakan dasar pokok ajaran
Islam tetapi juga karena hukum-hukum Allah tersebut tidak akan bisa diterima
dan dilaksanakan dengan baik dan benar tanpa keimanan yang kuat, begitupun
sebaliknya. Karena aqidah (tauhid) dan hukum (syari’at) mempunyai hubungan
timbal balik yang sangat erat dan tak terpisahkan.
Pada zaman Rasulullah SAW sampai masa pemerintahan Usman bin Affan
(644-656 M) problem ketauhidan dikalangan umat Islam belum muncul. Namun
problem ini baru timbul di zaman pemerintahan Ali bin Abi Thalib (656-661) yang
dibuktikan dan diawali dengan adanya kelompok/ aliran karena perbedaan pendapat
dalam masalah tahkim antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi
Sufyan pada waktu perang shiffin.
Adapun pokok yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Aliran Khawarij
dan Murji’ah dan pokok-pokok ajaran beserta sekte-sektenya.
B. PEMBAHASAN
1. Sejarah Aliran Khawarij dan Murji’ah
a.
Sejarah Khawarij
Secara etimologi (lughat), kata khawarij (خَوَارِجٌ) berasal dari bahasa Arab yaitu (خَرَجَ -
يَخْرٌجٌ) yang berarti keluar.[1]
Namun secara terminologi (ishtilah) adalah
aliran (pengikut) Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena
ketidaksepakatan terhadap Ali bin Abi Thalib
yang menerima tahkim (arbitrase)
dalam perang shiffin (37 H/ 648 M) dengan kelompok pemberontak (bughat) yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.[2]
Pengikut khawarij, pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab Baduwi.
Kehidupannya di padang pasir yang serba tandus, menyebabkan mereka bersifat
sederhana, baik dalam cara hidup maupun dalam cara berfikir. Selain itu pula
mereka bersifat keras hati, berani, bersikap merdeka, tidak bergantung kepada
orang lain, dan cenderung radikal. Karena watak keras yang dimiliki oleh mereka
itulah, maka dalam berfikir dan memahami agama mereka pun berpandangan sangat
keras.[3]
Pada masa-masa perkembangan awal Islam, persoalan-persoalan politik
memang tidak bisa dipisahkan dengan persoalan-persoalan teologis. Sekalipun
pada masa-masa Rasulullah SAW masih hidup, setiap persoalan tersebut bisa
diselesaikan tanpa memunculkan perbedaan pendapat yang berkepanjangan di
kalangan para sahabat. Setelah Rasulullah SAW wafat, dan memulainya penyebaran
Islam ke seluruh pelosok jazirah Arab dan luar Arab persoalan-persoalan baru
pun bermunculan diberbagai tempat dengan bentuk yang berbeda-beda pula.
Sehingga, munculnya perbedaan pandangan di kalangan ummat Islam tidak bisa
dihindari.
b.
Sejarah Murji’ah
Secara bahasa (etimologi),
kata murji’ah diambil dari kata arja (أَرْجَى) yang bermakna menangguhkan.[4]
Ada pula yang mengatakan diambil dari kata (رَجَا - يَرْجُوْا - رَجَاءً) yang berarti mengharapkan[5]
dan ada juga dari kata raja’a (رَجَعَ) yang bermakna kembali[6].
Sedangkan menurut istilah (terminologi) adalah aliran (kelompok) yang
meyakini bahwa penangguhan vonis
hukuman perbuatan seseorang hingga di pengadilan Allah SWT kelak, tidak
mengkafirkan seorang muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan
hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah SWT, sehingga sekalipun seorang
muslim berdosa besar tetap diakui sebagai muslim dan punya harapan untuk
bertobat dan konsekuensi hukum dari perbuatan
manusia kembali (bergantung) pada Allah SWT.[7]
Aliran murji’ah muncul sebagai
reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya “kafir mengkafirkan”
terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal ini dilakukan oleh
aliran khawarij.
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai
asal-usul kemunculan murji’ah.
1.
Gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat
dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi
pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Kelompok
ini diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan syi’ah dan khawarij.[8]
2.
Gagasan irja diperkirakan
muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang dibawa oleh cucu Ali bin Abi
Thalib, al-Hasan bin Muhammad al-Hanafiah sekitar pada tahun 695M. Dalam teori
ini dikisahkan bahwa 20 tahun setelah kematian Muawiyah dunia islam dikoyak
oleh pertikaian sipil karna telah terjadi perpecahan umat. Menanggapi hal ini al-Hasan
kemudian memberikan sikap politik sebagai upaya penanggulangan perpecahan umat Islam
tersebut, sehingga kemudian ia mengelak berdampingan dengan kelompok syi’ah revolusioner
yang dibawa oleh al-Mukhtar, yang terlampau mengagungkan Ali bin Abi Thalib dan
para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari kaum khawarij yang menolak kekhalifahan Mu’awiyah
dengan alasan bahwa ia adalah keturunan dari pendosa.
3.
Teori lain
mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukan
lah tahkim atas usulan Amr bin Asy, seorang kaki
tangan Mu’awiyah. Pada saat itu kelompok Ali terpecah menjadi dua kelompok
besar, yaitu kelompok yang mendukung dan menentang Ali. Kelompok yang
menentang Ali pada akhirnya keluar dan membentuk sebuah kelompok bernama khawarij.
Golongan yang keluar dari barisan Ali ini menganggap bahwa keputusan tahkim tidak
berdasarkan hukum Allah, melainkan bertentangan dengan al-Quran. Oleh karena
itu mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim itu
dosa besar, dan pelakunya dapat dihukumi kafir. Pendapat ini ditentang oleh
sekelompok sahabat yang kemudian disebut dengan murji’ah, yang mengatakan bahwa
pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan
kepada Allah SWT, apakah Allah SWT akan mengampuninya atau tidak.[9]
2. Pokok-pokok Ajaran Khawarij dan
Murji’ah
a.
Pokok ajaran Khawarij
Dengan mengutip beberapa ayat
Al-Quran, mereka berusaha untuk mempropagandakan pemikiran-pemikiran politis
yang berimplikasi teologis itu, sebagaimana tercermin di bawah ini :
1) Mengakui kekhalifahan Abu Bakar dan Umar;
sedangkan Usman dan Ali, juga orang-orang yang ikut dalam “Perang Jamal”,
dipandang telah berdosa.
2) Mengkafirkan setiap pelaku dosa besar apabila
ia tidak bertobat.
3) Khalifah tidak sah, kecuali melalui pemilihan
bebas diantara kaum muslimin dan menolak pandangan bahwa khalifah harus dari
suku Quraisy.
4) Ketaatan kepada khalifah adalah wajib, selama
berada pada jalan keadilan dan kebaikan. Jika menyimpang, wajib diperangi dan
dibunuh.
5) Menerima al-Quran sebagai salah satu sumber
diantara sumber-sumber hukum Islam.[10]
Selain pemikiran-pemikiran politis
yang berimplikasi teologis, kaum Khawarij juga memiliki pandangan atau pemikiran
(doktrin-doktrin) dalam bidang sosial yang berorientasi pada teologi,
sebagaimana tercermin dalam pemikiran-pemikiran sebagai berikut:
1) Seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut
muslim, sehingga harus dibunuh dan seorang muslim bisa menjadi kafir apabila
tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia
menanggung beban harus dilenyapkan pula.[11]
2) Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung
dengan golongan mereka, bila tidak maka wajib diperangi karena dianggap hidup
di negara musuh, sedangkan golongan mereka dianggap berada dalam negeri Islam.
3) Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang
menyeleweng.
4) Adanya wa’ad (orang
yang baik harus masuk kedalam surga) dan wa’id
sedangkan orang yang jahat harus masuk neraka).
5) Amar ma’ruf nahi munkar.
6) Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan
dari Tuhan.
7) Al-Quran adalah makhluk.
8) Memalingkan ayat-ayat al-Quran yang besifat mutasyabihat (samar).[12]
b. Pokok ajaran Murji’ah
Secara garis besar,
pokok-pokok ajaran murji'ah adalah:
1)
Pengakuan iman cukup
hanya dalam hati. Sebab iman dan amal perbuatan dalam Islam merupakan satu
kesatuan.
2)
Selama meyakini dua
kalimat syahadat, seorang muslim yang berdosa besar tak dihukum kafir. Hukuman
terhadap perbuatan manusia ditangguhkan, artinya hanya Allah SWT yang berhak
menjatuhkannya di akhirat.
Sementara itu Harun Nasution
menyebutkan, bahwa murji’ah memiliki 4 (empat) pokok ajaran, yaitu
:
1) Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin
Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah SWT di
hari kiamat kelak.
2) Menyerahkan keputusan kepada Allah SWT atas
orang muslim yang berdosa besar.
3) Meletakkan (pentingnya) iman dari amal.
4) Memberikan pengharapan kepada muslim yang
berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT.[13]
3. Sekte-sekte Aliran Khawarij dan
Murji’ah
a. Sekte-sekte
Khawarij
Munculnya banyak cabang dan sekte
Khawarij ini diakibatkan banyaknya perbedaan dalam bidang akidah yang mereka
anut dan banyaknya nama yang mereka pergunakan sejalan dengan perbedaan akidah
mereka yang beraneka ragam itu. Asy-Syak’ah menyebutkan adanya delapan firqah
besar, dan firqah-firqah ini terbagi lagi menjadi firqah-firqah kecil yang
jumlahnya sangat banyak. Perpecahan ini menyebabkan gerakan kaum Khawarij
lemah, sehingga mereka tidak mampu menghadapi kekuatan militer Bani Umayyah
yang berlangsung bertahun-tahun. Sekte-sekte khawarij tersebut antara lain:
a)
Al-Muhakimah
Golongan khawarij asli dan
terdiri dari pengikut-pengikut Ali bin Abi Thalib. Mereka menganggap semua
orang yang terlibat dalam arbitase adalah kafir. Berbuat zina dan
membunuh orang tanpa alasan yang sah adalah keluar dari Islam dan kafir.
b)
Al-Azariqoh
Golongan khawarij yang dipimpin Nafi ibnu Azraq dengan pandanganya yang lebih ekstrim dibandingkan
dengan golongan-golongan lainya. Menurut mereka selain mereka
dan para pendukungnya seperti Abdurrahman ibnu Muljam (pembunuh Ali) adalah
musyrik, dan kekal selamanya di neraka.
c)
An-Nadjad
Bagi goongan ini, keimanan
dan keIslaman seseorang ditentukan oleh kewajiban mengimani Allah SWT dan Rasul-Nya.
Orang-orang yang tidak peduli tentang itu dianggap tidak beriman dan tidak
dapat diampuni. Hanya golongan ini yang dianggap beriman.
d)
Al-Jaridah
Mereka adalah pengikut dari Abd al-Karim ibn Ajrad
yang menurut asy-Syahratsani merupakan salah satu teman dari ‘Atiah al-Hanafi.
Mereka lebih lunak dbanding yang lain. Bagi mereka hijrah tidak menjadi
kewajiban, tetapi hanya menjadi kebijakan. Orang yang beriman tidak
harus tinggal di tempat kekuasaan mereka dan bukan merupakan kafir.
e)
Al-Maimunah
Golongan ini berpaham Qadariyah. Mereka menganggap semua
perbuatan manusia timbul karena inisiatif manusia itu sendiri.
f)
As-Sufriyah
Golongan As-Sufriyah adalah
pengikut dari Zaid ibnu Asfar. Golongan ini hampir sama dengan Al-Azriqah
tetapi ada sedikit perbedaan diataranya adalah: anak-anak orang musyrik tidak
boleh dibunuh, tidak harus hijrah, dll.[14]
Menurut Prof. Taib Thahir Abdul
Mu’in, bahwa sebenarnya ada dua golongan utama yang terdapat dalam aliran
Khawarij, yakni :
1) Sekte
Al-Azariqoh
Nama ini
diambil dari Nafi Ibnu Al-Azraq, pemimpin utamanya, yang memiliki pengikut
sebanyak dua puluh ribu orang. Di kalangan para pengikutnya, Nafi digelari
“amir al-mukminin”. Golongan al-Azariqoh dipandang sebagai sekte yang besar dan
kuat di lingkungan kaum Khawarij.
Dalam
pandangan teologisnya, Al-Azariqoh tidak menggunakan term kafir, tetapi
menggunakan term musyrik atau politeis. Yang dipandang musyrik adalah semua
orang yang tidak sepaham dengan ajaran mereka. Bahkan, orang Islam yang tidak
ikut hijrah kedalam lingkungannya, dihukumkan musyrik.
Karena
kemusyrikannya itu, kaum ini membolehkan membunuh anak-anak dan istri yang
bukan golongan Al-Azariqoh. Golongan ini pun membagi daerah kekuasaan, yakni
“dar al-Islam” dan “dar al-Kufur”. Dar al-Islam adalah daerah yang dikuasai
oleh mereka, dan dipandang sebagai penganut Islam sebenarnya. Sedangkan Dar
al-Kufur merupakan suatu wilayah atau negara yang telah keluar dari Islam,
karena tidak sefaham dengan mereka dan wajib diperangi.
2) Sekte
Al-Ibadiah
Golongan ini merupakan golongan yang paling
moderat dari seluruh sekte Khawarij. Nama golongan ini diambnil dari Abdullah
Ibnu Ibad, yang pada tahun 686 M. memisahkan diri dari golongan Al-Azariqoh.
Adapun faham-fahamnya yang dianggap moderat
itu, antara lain :
a) Orang Islam
yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukan pula musyrik, tetapi
kafir. Orang Islam demikian, boleh mengadakan hubungan perkawinan dan hukum
waris. Syahadat mereka diterima, dan membunuh mereka yang tidak sefaham
dihukumkan haram.
b) Muslim yang
melakukan dosa besar masih dihukumkan ‘muwahid’, meng-esa-kan Tuhan, tetapi
bukan mukmin. Dan yang dikatakan kafir, bukanlah kafir agama, tetapi kafir akan
nikmat. Oleh karenanya, orang Islam yang melakukan dosa besar tidak berartyi
sudah keluar dari Islam.
c) Harta kekayaan
hasil rampasan perang yang boleh diambil hanyalah kuda dan senjata. Sedangkan
harta kekayaan lainnya, seperti emas dan perak, harus dikembalikan kepada
pemiliknya.
d) Daerah orang
Islam yang tidak sefaham dengan mereka, masih merupakan “dar at-tauhid”, dan
tidak boleh diperangi.[15]
b. Sekte-sekte
aliran Murji’ah
Kemunculan sekte-sekte
dalam kelompok murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat dari kalangan
para pendukung Murji’ah itu sendiri. Secara garis besar golongan ini dibedakan
atas dua golongan sebagai berikut;
3) Murji’ah
Moderat
Penggagas pendirian ini adalah al-Hasan bin Muhammad
bin Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan bebepa ahli hadist. Kelompok ini berpendirian bahwa:
a) Pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak ada kekal didalam neraka mereka
disiksa sebesar dosanya sampai selanjutnya akan masuk surga.
b) Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan Rasul-Nya serta apa saja yang datang darinya secara keseluruhan
dalam garis besar.
c) Iman tidak akan bertambah dan tidak berkurang. Tidak ada perbedaan manusia dalam hal
ini.
4) Murji’ah
Ekstrem
Adapun yang ekstrim
ialah al-Jahmiyah, ash-Shalihiyah, al-Yunusia, al-Ubaidiyah, dan al-Hasaniah.
Pandangan setiap kelompok dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Jahmiyah, kelompok Jahm bin Shafwan
dan para pengikutnya, berpandangan bahwa manusia yang beriman dan menyatakan
kekufuranya tidak menjadi kufur,
karena iman berada dalam hati bukan dalam anggota tubuh yang lain.
b) Shalihiyah, kelompok Abu Hasan
ash-Shalihi, iman adalah
mengetahui Tuhan dan kufur adalah tidak
mengetahui Tuhan. Sholat, zakat,
puasa dan haji bukan merupakan ibadah, ibadah adalah iman itu sendiri.
c) Yunusiah dan Ubaidiyah,
melontarkan pernyataan bahwa perbuatan jahat atau maksiat tidak merusak iman
seseorang.
d) Hasaniyah,
menyebut bahwa orang yang mengakui haji ke ka’bah tetapi mengatakan tidak tahu ka’bah itu di tempat
yang sesungguhnya, maka orang ini masih mukmin.[16]
C. PENUTUP
Dari uraian
diatas, dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Khawarij adalah aliran (pengikut) Ali bin Abi Thalib yang keluar
meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap Ali bin Abi Thalib yang menerima tahkim (arbitrase) dalam perang shiffin
(37 H/ 648 M) dengan kelompok pemberontak (bughat)
yaitu Muawiyah bin Abi
Sufyan perihal persengketaan khilafah. Sedangkan murji’ah adalah aliran (kelompok)
yang meyakini penangguhan vonis hukuman perbuatan
seseorang hingga di pengadilan Allah SWT kelak, tidak mengkafirkan seorang muslim
yang berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang
pelaku dosa hanyalah Allah SWT, sehingga sekalipun seorang muslim berdosa besar
tetap diakui sebagai muslim dan punya harapan untuk bertobat dan konsekuensi hukum dari perbuatan manusia kembali (bergantung)
pada Allah SWT.
2. Pokok ajaran aliran khawarij adalah seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut
muslim, sehingga harus dibunuh dan seorang muslim bisa menjadi kafir apabila
tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia
menanggung beban harus dilenyapkan pula. Sedangkan pokok ajaran murji’ah adalah
pengakuan iman cukup
hanya dalam hati. Sebab iman dan amal perbuatan dalam Islam merupakan satu
kesatuan dan selama meyakini dua kalimat syahadat, seorang muslim yang berdosa
besar tak dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan manusia ditangguhkan,
artinya hanya Allah SWT yang berhak menjatuhkannya di akhirat.
3. Sekte-sekte aliran khawarij secara
garis besar terbagi dua, yaitu khawarij moderat dan ekstrem. Dan sekte-sekte
aliran murji’ah dapat dibagi yaitu murji’ah moderat dan murji’ah ekstrem yang
terbagi kepada al-Jahmiah, ash-Shalihiah, al-Yunusiah, al-Ubaidiyah dan al-Hasaniah.
Sebagai
penutup, penulis mengakui adanya kekurangan dalam makalah ini, untuk itu
penulis mengharapkan tanggapan yang berbentuk kritik, saran dari para pembaca.
D.
DAFTAR PUSTAKA
A. Nasir Salihun, Pengantar Ilmu Kalam,
(Jakarta : Rajawali Pers. 1991).
Mahmud Yunus, Kamus Besar
Arab – Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990).
Mustafa
Helmi, Pengkafiran Sesama Muslim, Akar Historis Permasalahannya, (Bandung:
Pustaka, 1985).
Drs. Rohison Anwar, M.Ag dan Drs. Abdul Razak, M.Ag, Ilmu Kalam, (Bandung : Pustaka Setia,
2000).
Sufyan Raji Abdullah
Muhammad, Lc, Mengenal Aliran Islam, (Jakarta: Putaka al-Riyadi, 2003).
Prof. Taib Thahir Abd mu’in, Ilmu
Kalam, (Jakarta: Wijaya, 1981).
Adeng Muchtar Ghozali dalam www.http//wordpres.com. Kategori : Refleksi Spiritual/khawarij dan
Murji’ah/ tebar cinta damai. Diakses pada 7 Juni 2012.
[1]
Mahmud Yunus, Kamus Besar Arab – Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya
Agung, 1990), Hal. 115
[2]
Sufyan Raji Abdullah Muhammad, Lc., Mengenal Aliran Islam, (Jakarta:
Putaka al-Riyadi, 2003), Hal. 69
[3]
Drs.
Rohison Anwar, M.Ag dan Drs. Abdul Razak, M.Ag., Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia,
2000),.Hal. 51
[4]
Mahmud Yunus, Op.cit, Hal. 139
[5]
Ibid.
[6]
Ibid, Hal. 138
[7]
Sufyan Raji Abdullah Muhammad, Lc, Op.cit, Hal. 75
[8]
Rohison Anwar dan Abdul Razak, Opcit, Hal. 56
[9]
Ibid, Hal 57
[10] Adeng Muchtar Ghozali dalam www.http//wordpres.com.
Kategori : Refleksi Spiritual/khawarij dan Murji’ah/ tebar cinta damai. Dikutip
pada 7 Juni 2012.
[11]
Rohison Anwar dan Abdul Razak, Opcit, Hal. 51
[12]
Ibid.
[13]
Ibid, Hal. 59
[14]
Mustafa Helmi, Pengkafiran Sesama Muslim, Akar Historis Permasalahannya, (Bandung:
Pustaka, 1985), Hal 12.
[15]
Taib Thahir Abd mu’in, Ilmu Kalam, (Jakarta: Wijaya, 1981), Hal. 32
[16]
Rohison
Anwar dan Abdul Razak, Opcit, Hal. 61
Tidak ada komentar:
Posting Komentar