RESUME
QAWA’ID
AL-FIQHIYYAH
“AL-DARARU
YUZAALU”
Dosen:
Dr.
Muhammad Nurung, Lc
Disusun Oeh
:
Ahmad Sholihin Muttaqin
NIM. P.h. 211.2.1525
PROGRAM STUDI HUKUM ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2012
KATA
PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan
semesta alam dan Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman.
Penulis menghaturkan ucapan terima
kasih kepada bapak dosen Dr. Muhammad Nurung, Lc yang telah memberikan
bimbingan dan arahan sehingga penulis mampu menyelesaikan resume ini. Begitu
pula kepada rekan-rekan mahasiswa pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi yang nantinya akan membantu dalam penyempurnaan makalah ini.
Di dalam makalah ini, penulis membahas
mengenai kaidah Ad-dhararu Yuzaalu yang merupakan sub bahasan dalam mata kuliah
Qawa’idul fiqhiyyah. Tentunya, sebagaimana yang difahami penulis bahwa
pengetahuan seseorang tidaklah mutlak atau bersifat relatif, untuk itu masih
diperlukan perbaikan-perbaikan nantinya jika tredapat kekeliruan.
Harapan penulis, pembahasan yang
dirangkum dalam resume ini dapat bermamfaat dan menambah khazanah keilmuan bagi
para pembacanya. Amin.
Jambi, Nopember 2012
Ahmad Sholihin Muttaqin
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
|
…………………………………………………………………
|
ii
|
DAFTAR ISI
|
…………………………………………………………………
|
iii
|
BAB I PENDAHULUAN
|
||
A. Latar
Belakang
|
..…………………………………………………………………
|
1
|
B. Rumusan
Masalah
|
…..………………………………………………………………
|
1
|
BAB II PEMBAHASAN
|
||
A. Lafaz
Kaidah
|
....………………………………………………………………
|
2
|
B. Dasar
Kaidah
|
………………………………………………………………….
|
2
|
C. Sub
Kaidah
|
………………………………………………………………….
|
4
|
BAB III PENUTUP
|
||
A. Kesimpulan
|
..…………………………………………………………………
|
6
|
B. Kata
Penutup
|
…..………………………………………………………………
|
6
|
DAFTAR PUSTAKA
|
…………………………………………………………………
|
7
|
AL-DARARU
YUZAALU
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sebagai landasan aktifitas ummat
Islam sehari-hari dalam usaha memahami maksud-maksud ajaran Islam (maqasidul al-syari’ah) secara lebih menyeluruh, keberadaan Qawa’id al-fiqhiyyah
menjadi sesuatu yang amat penting. Baik di mata para ahli usul (usuliyyun)
maupun fuqaha, pemahaman terhadap qawa’id fiqhiyyah adalah mutlak
diperlukan untuk melakukan suatu “ijtihad”. Manfaat keberadaan qawa’id
al-fiqhiyyah adalah untuk menyediakan panduan yang lebih praktis yang diturunkan
dari nash asalnya yaitu al-Qur’an dan al-Hadits kepada masyarakat.
Dengan
qawa’id al-fiqhiyyah ini para ulama dan fuqaha dapat menyiapkan garis
panduan hidup bagi ummat Islam dalam lingkup yang berbeda dari waktu ke waktu
dan tempat ke tempat. Sebagaimana diketahui Islam memberi kesempatan kepada
ummatnya melalui mereka yang memiliki otoritas yaitu para ulama untuk melakukan
ijtihad dengan berbagai caara yang dituntunkan oleh Rasulullah, melalui ijma’,
qiyas, istihsan, istishab, istislah (maslahah mursalah) dan sebagainya untuk
mencari kebenaran yang tak ditemukan dalam al-Qur’an maupun Hadts Rasulullah
SAW.
Adapun
salah satu kaidah diantara puluhan qawa’id al-fiqhiyyah itu adalah al-dararu
yuzaalu yang akan dipaparkan dalam resume ini.
2.
Rumusan Masalah
a.
Apakah kaidah al-dararu yuzaalu itu?
b.
Apakah sumber atau dasar kaidah al-dararu yuzaalu ?
c.
Apakah sub-sub kaidah al-dararu yuzaalu dan
contohnya?
B.
PEMBAHASAN
1.
Lafaz
kaidah dan terjemahannya
اَلضَّرَارُ
يُزَالُ[1]
Artinya:
“Kemudaratan
itu dihilangkan”
Kaidah ini menunjukkan bahwa berbuat kerusakan itu tidak
dibolehkan dalam agama Islam. Adapun yang berkaitan dengan ketentuan Allah,
sehingga kerusakan itu menimpa seseorang, kedudukannya menjadi lain, bahkan
bisa dianggap sebagai bagian dari keimanan terhadap qadha dan qadarnya Allah
SWT karena segala sesuatu menjadi boleh bagi Allah SWT dan dai sisi-Nya lah
kematian.[2]
2.
Dasar-dasar
Kaidah
a.
Firman
Allah SWT
1)
Surat
Al-Baqarah ayat 231
وَلاَ تُمْسِكُوْهُنَّ
ضِرَارًا لِتَعْتَدُوْا... âالبقرة:٢٣١ á
Artinya:
“Janganlah kamu rujuk mereka untuk
memudaratkan…”[3]
2)
Surat
Al-Nisa’ ayat 12
...مِنْ
بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوْصى بِهَا اَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَّآرٍ... âالبقرة:٢٣١ á
Artinya:
“… sesudah dipenuhi wasiat yang
dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutang olehnya dengan tidak memberi
mudharat…”[4]
b.
Hadits
Rasulullah SAW:
1)
Diriwayatkan
Imam Malik dan Ibnu Majah
لاَ
ضَرَارَ وَلاَ ضِرَارَ مَنْ ضَرَّ ضَرَّهُ اللهُ وَمَنْ شَقَّ شَقَّ اللهُ
عَلَيْهِ âرواه
مالك
وابن ماجهá
Artinya:
“Tidak
boleh memudaratkan dan dimudaratkan, barang siapa yang memudaratkan maka Allah
akan memudaratkannya dan siapa saja yang menyusahkan, maka Allah akan
menyusahkannya”[5]
2)
Diriwayatkan
Imam Bukhari dan Imam Muslim
مَنْ
ضَرَّ اَضَرَّهُ اللهُ بِهِ وَمَنْ شَقَّ شَقَّ اللهُ عَلَيْهِ âرواه البخارى ومسلمá
Artinya:
“Barang
siapa yang memudaratkan (orang lain), maka Allah akan memudaratkannya dan
barang siapa yang menyusahkan (orang lain), maka Allah akan menyusahkannya”[6]
3)
Diriwayatkan
Imam Turmudzi
مِنْ
حُسْنِ اِسْلاَمِ الْمَرْءِ مَالاَيَعْنِيْهِ
Artinya:
“Di
antara kebaikan seorang muslim adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat”[7]
3.
Sub-sub
Kaidah
a.
الضَّروْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْفُوْرَاتِ[8]
Artinya:
“Kemudaratan
membolehkan yang mudarat (dilarang).
Contoh:
Dibolehkan memakan daging babi (binatang yang diharamkan)
apabila tidak ditemukannya sesuatu (makanan yang dihalalkan) untuk dimakan
dalam kondisi yang apabila tidak dimakan akan membahayakan jiwa (kematian).
b.
مَا أُبِيْحَ لِلضَّرُوْرَةِ
يُقَدَّرُ بِقَدَرِهَا[9]
Artinya:
“Apa-apa yang dibolehkan karena mudarat diperkirakan
sewajarnya, atau menurut batasan ukuran kebutuhan.”
Contoh:
Dibolehkannya memakan daging babi dalam waktu yang
membahayakan namun dengan kadar sewajarnya (hanya sebatas untuk mencegah
kematian).
c.
الضَّرَرُ لاَ يُزَالُ بِالضَّرَرِ[10]
Artinya:
“Kemudaratan
tidak bisa hilang dengan kemudaratan lain”
Contohnya:
Dilarang membunuh anak karena alasan kesulitan ekonomi
atau sebagainya karena ingin meringankan beban ekonomi tetapi dengan cara
membunuh anak, merupakan menghilangkan bahaya tetapi menimbulkan bahaya yang
lain.
d.
الحَاجَةُ قَدْ تَنْزُلُ مَنْزِلَةَ
الضَّروْرَةِ[11]
Artinya:
“Kebutuhan itu terkadang menempati kemudaratan baik
secara umum maupun khusus”
Contohnya:
Penjualan
paksa barang milik monopoli yang menolak menjualnya sementara orang-orang
(masyarakat) lain sangat membutuhkannya.
e.
إِذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ
أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِإِرْتِكَابٍ أَخَفِّهِمَا[12]
Artinya:
“Jika ada dua kemudaratan yang bertentangan, maka diambil
kemudaratan yang lebih besar”
Contohnya:
Dibolehkan membedah perut mayit seorang ibu untuk
menyelamatkan bayi yang diduga masih hidup.
f.
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلىَ جَلْبِ
الْمَصَالِحِ[13]
Artinya:
“Menolak kerusakan didahulukan daripada mengambil
kemaslahatan”
Contohnya:
Berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung merupakan
sunat dalam berwudhu, namun menjadi makruh apabila dalam keadaan berpuasa
karena dikhawatirkan dapat membatalkan puasanya.
C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari
penjelasan singkat diatas dapatlah diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
a.
Kaidah
اَلضَّرَارُ يُزَالُ berarti kemudaratan
itu dihilangkan.
b.
Dasar
atau sumber dari kaidah ini adalah firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat
231 dan al-Nisa’ ayat 12. Serta hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh
Imam Malik, Ibnu Majah, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Turmudzi.
c.
Cabang-cabang
kaidah ini ada 6 yaitu:
a)
مَا أُبِيْحَ لِلضَّرُوْرَةِ يُقَدَّرُ
بِقَدَرِهَا
b)
الضَّروْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْفُوْرَاتِ
c)
الضَّرَرُ لاَ يُزَالُ بِالضَّرَرِ
d)
الحَاجَةُ قَدْ تَنْزُلُ مَنْزِلَةَ
الضَّروْرَةِ
e)
إِذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ
أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِإِرْتِكَابٍ أَخَفِّهِمَا
f)
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلىَ جَلْبِ
الْمَصَالِحِ
2.
Kata Penutup
Dengan
mengucap alhamdulillahi robba al-‘alamin, maka akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan dan penyusunan reume ini dengan sebaik-baiknya dan
dengan harapan agar hasil penulisan ini memberikan manfaat dan hikmah terhadap
semua pihak yang terkait dan juga membawa rahmat bagi penulis. Dan semoga Allah
SWT senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin.
D. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan, Semarang:
CV. Asy-Syifa’, 1998.
Asy’ari, Suaidi, Panduan
Penulisan Karya Ilmiah; Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi, 2011.
Hamid, Abdul Hakim, Mabadi
Awwaliyah fi Ushul al-Fiqhi wa al-Qawaid al-Fiqhiyyah, Jakarta: CV.
Sa’adiyah Putra, tt.
Syafe’I, Rahmat, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung:
Pustaka Setia, 2010
Yunus, Mahmud, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Jakarta:
PT. Hadikarya, 1990.
[1] Abdul Hakim Hamid, Mabadi Awwaliyah fi Ushul al-Fiqhi wa al-Qawaid
al-Fiqhiyyah, (Jakarta: CV. Sa’adiyah Putra, tt), h. 32
[2]
Rahmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h.
287-288
[3]
Al-Baqarah (2) : 231
[4]
Al-Nisa’ (4) : 12
[5]
HR. Imam Malik dan Ibnu Majah
[6]
HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim
[7]
HR. Imam Turmudzi
[8]
Abdul Hakim Hamid, Mabadi Awwaliyah fi Ushul al-Fiqhi wa al-Qawaid al-Fiqhiyyah,
h. 33
[9]
Ibid,.
[10]
Ibid, h. 32
[11]
Ibid, h. 34
[12]
Ibid, h. 35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar