MAKALAH
علم قرأة
“SEJARAH AL-QURAN
DI SUSUN OLEH :
A. SHOLIHIN MUTTAQIN
NIM. UT. 060741
DOSEN PENGAJAR :
Drs. SUPIAN, M.Ag
FAKULTAS USHULUDDIN
ISTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI
SULTHAN THAHA
SAIFUDDIN JAMBI
2008
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, berkat
rahmat Allah SWT. yang telah melimpahkan taufik dan hidayahNya kepada Kami,
sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dibuat sejalan dengan
tugas yang diberikan oleh Dosen pada mata kuliah “Ilmu Qiraat” yang
berjudul “Sejarah al-Quran” dengan tujuan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan mahasiswa dalam bidang media pembelajaran.
Kami menyadari sepenuhnya makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, Kami sangat menerima kritik dan
saran dari Dosen dan rekan-rekan mahasiswa yang bersifat membangun guna
perbaikan kualitas makalah ini dan supaya sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Semoga makalah ini bisa bermamfaat dan
membantu para mahasiswa, khususnya di Fakultas Ushuluddin sehingga kita bisa
memahami materi perkuliahan yang diberikan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jambi, 11 Mei 2008
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………….……………..…………………………………… i
DAFTAR ISI ………………………………………………….…...……….….……
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………..……..…………..…….…….1
B. Pokok Masalah …………………………………….…..……………………1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Quran . ……………………………………………………..
2
B. Sejarah Al-Quran .. … …………....…………………..……………………
4
C. Sejarah Pemnulisan Al-Quran .……….……………..…………………….5
D. Sejarah Pembacaan Al-Quran
……………………………………………11
BAB III PENUTUP
- Kesimpulan …………………………….…………….……………………14
- Saran ………………………………………………………………………. 14
DAFTAR PUSTAKA ............………………………………………………..........15
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana
diketahui, bahwa al-Quran merupakan kitab suci umat Islam, dan beriman
kepadanya tergolong salah satu rukun iman. Ia adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, mulai dari awal surat
al-Fatihah sampai dengan akhir surat
an-Naas.
Al-Quran
juga merupakan salah satu sumber hukum Islam yang menduduki tingkat teratas,
dan seluruh ayatnya berstatus qath’iy al-wurud, yang diyakini
eksistensinya sebagai wahyu dari Allah SWT.
Dengan
demikian, autentisitas serta orisinalitas al-Quran benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan, karena ia merupakan wahyu Allah baik dari segi lafadz
maupun dari segi maknanya. Dan Al-Quran juga ternyata mengalami proses sejarah
yang cukup unik dalam upaya penulisan dan pembukuannya.
B. Pokok Masalah
Pokok
masalah dalam pembahasan dalam makalah ini akan menguraikan tentang pengertian
al-Quran, sejarah penulisan, pembukan serta pembacaannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Quran
Secara
bahasa, lafal qur-an (قرآن)
sama dengan qira-at (قراءة).
Ia merupakan bentuk mashdar menurut wazn (pola) fu’lan (فعلان), seperti halnya
lafal ghufran (غفران)
dan syukran (شكران).
Bentuk kata kerjanya adalah qaraa (قرأ) yang berarti (الحمع والضم) yaitu,
menghimpun dan mengumpulkan. Dengan demikian lafadz qur-an dan qira-at secara
bahasa berarti menghimpun dan memadukan sebagian huruf-huruf dan kata-kata
dengan sebagian lainnya.[1]
Sedangkan
pengertian Al-Quran menurut istilah, para Ulama Ushul, Ulama Fiqh, pakar bahasa
Arab maupun Ulama Mutakallimin sependapat bahwa pengertian pokok yang
terkandung dalam istilah Al-Quran (القرآن) yaitu :
اللفظ
المنزل على محمد صلى الله عليه وسلم من اول الفاتحة الى آخر سورة الناس
Lafadz yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW mulai dari surat
al-fatihah sampai
akhir surat an-Nas.
Namun
demikian, mereka berbeda pendapat dalam memberikan penjelasan atas rincian
tentang sifat-sifat yang terdapat dalam pengertian pokok tersebut. Di antara
mereka ada yang memberikan rincian yang relative panjang, ada yang secara
sederhana dan ada yang secara singkat saja.
الكلام
المعجز المنزل على محمد صلى الله عليه وسلم المكتوب فى المصحف, المنقول
بالتواتر, المعتبد بتلاوته
Kalam yang bersifat
mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang ditulis dalam mushhaf,
yang dinukilkan secara mutawatir dan membacanya termasuk ibadah.
Versi
lain tentang defenisi al-Quran yang dikemukakan oleh mereka, yaitu :
الكلام
المنزل على النبى صلى الله عليه وسلم باللغة العربية, المعجزة المؤيدة له,
المحتدى به العرب, المعتبد بتلاوته, المنقول الينا بالتواتر
Kalam yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan bahasa Arab, bersifat mukjizat yang
menguatkan ke-Nabian beliau dan merupakan tantangan bagi bangsa Arab, yang
membacanya dinilai ibadah dan dinukilkan secara mutawatir.[2]
B. Sejarah Al-Quran
Al-qur’an
sebagai kalam Allah disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui proses apa
yang disebut nuzul atau inzal. Sejumlah ayat al-Qur’an menyatakan
hal ini dengan jelas, seperti firman-firman Allah SWT, berikut:
a.
|
وَبِالْحَقِّ
اَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ (الاسراء :
)
|
|
b.
|
نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ
الْقُرْآنَ تَنْزِيْلاً (الانسان : )
|
|
c.
|
كِتَابٌ
اَنْزَلْنَاهُ اِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ اِلىَ النُّوْرِ (ايراهيم: )
|
Adapun
yang dimaksud dengan nuzul, inzal, tanzil, sebagaimana disebutkan dalam
ayat-ayat di atas, sementara ulama mengartikannya dengan (اظهار القرآن) yaitu,
menampakkan atau melahirkan al-Qur’an. Pendapat lain menyatakan, yang dimaksud
adalah, bahwa Allah SWT mengajarkannya kepada malaikat Jibril, baik mengenal
bacaannya maupun pemahamannya, lalu Jibril menyampaikannya kepada Nabi Muhammad
SAW, yang berada dibumi.
Sehubungan
dengan hal ini di atas, penulis berkesimpulan, bahwa ketiga pendapat tersebut
bisa kita terima. Namun demikian, pendapat pertama yang mengertikannya dengan (اظهار القرآن) bisa mencakup
pengertian yang dikemukakan oleh kedua pendapat lainnya, tetapi tidak
sebaliknya. Jelasnya, makna diturunkannya al-Qur’an menurut hemat penulis
yaitu, dilahirkannya al-Qur’an dari yang bersifat immateri menjadi yang
bersifat materi, dengan cara melahirkan wujudnya yang bersifat alam di Lawh
mahfuzh, atau dengan cara melahirkannya kepada malaikat Jibril, atau dengan
cara melahirkannya dalam jiwa Nabi Muhammad SAW.
Dengan
demikian, yang jelas, makna diturunkannya al-Qur’an bukanlah ia diangkat
(dipindahkan) dari suatu tempat ke tempat lainnya.
C. Sejarah Penulisan Al-Quran
Yang
dimaksud dengan penulisan atau pembukuan al-Quran dalam pembahasan ini yaitu,
proses penyampaian, pencatatan dan penulisan al-Quran, sampai dihimpunnya
catatan-catatan serta tulisan-tulisan tersebut dalam satu mushhaf secara
lengkap dan tersusun secara tertib.
Dalam
berbagai literatur, kebanyakan digunakan istilah jam’ al-Quran ( جمع القرآن) atau
pengumpulan al-Quran, sementara hanya sebagian kecil literatur yang memakai
istilah kitabat al-Quran (كتابة القرآن) atau penulisan
al-Quran, dan tadwin al-Quran (تدوين القرآن) atau pembukaan
al-Quran.
Pada
kenyataannya, istilah-istilah yang mereka gunakan itu mengandung maksud yang
sama, karena ternyata dalam pembahasannya mereka mengacu kepada, penulisan
al-Quran sebagai mana penulis maksudkan di atas.
Adapun
proses penulisan al_Qran menjalani 3 (tiga) tahap atau fase.
- Penulisan
Pada Masa Rasulullah SAW.
- Upaya
Penghafalan
Setiap
kali setelah Nabi SAW, menerima wahyu al-Quran, beliau langsung mengingat dan
menghafalnya. Selanjutnya beliau memberitahukan dan membacakannya kepada para
sahabat, agar mereka mengingat dan menghafalnya pula.
Begitu
kuatnya kesungguhan Nabi SAW, untuk mengingat dan menghafal setiap wahyu yang
diterimanya, sehingga pada awal-awal turunnya wahyu ada kesan, beliau
tergesa-gesa dalam mengingat dan menghafalnya. Karena itu, dalam hal ini Allah
SWT mengingatkan beliau dengan firman-Nya, antara lain:
وَلاَ
تَجْعَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ اَنْ يُقْضَى اِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَّبِّ
زِدْنِى عِلْمًا (طه : )
Dan janganlah kamu
tergesa-gesa membaca al-Quran sebelum disempurnakan mewahyukan kepadamu, dan
katakanlah: “Tuhanku tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”. (Qs Thaha/20 : 114).
Dan di dalam Surat al-Qiyamah ayat
16-19 yang artinya :
Janganlah kamu
gerakkan lidahmu untuk (membaca) al-Qur’an karena hendak cepat-cepat
(menguasainya). Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkan (di dadamu)
dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya
maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
penjelasannya. (Qs.
Al-Qiyamah : 16-19)
- Upaya
penulisan
Sama-sama
kita ketahui bahwa pada umumnya kaum muslimin pada masa turunnya al-Quran,
termasuk masyarakat yang ummi, tidak
bisa membaca dan menulis. Namun demikian tidak berarti sama sekali tidak ada
yang bisa membaca dan menulis. Beberapa di antara mereka khususnya dari suku
Qurays telah belajar membaca dan menulis sebelum Nabi SAW diutus menjadi Rasul.
Sebagai contoh Zaid bin Tsabit belajar menulis dari orang-orang Yahudi yang
berada di Madinah pada saat itu.
Setelah
datangnya Islam, maka secara berangsur-angsur kemampuan kaum muslimin dalam
soal tulis-baca ini mendapat perhatian dan pembinaan dari Nabi SAW sendiri.
Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan, bahwa setiap orang dari para tawanan
perang Badr waktu itu harus
memberikan pelajaran menulis kepada sepuluh orang sahabat.
Oleh
karena itu, pada masa Napi pun al-Quran selain dihafal oleh para sahabat, juga
dicatat dan ditulis oleh para juru tulis wahyu beliau. Di antaranya Abu Bakar
ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah,
Khalid bin Walid, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Tsabit bin Qays, ‘Amir bin
Fuhairah, ‘Amr bin ‘Ash dan Zubair bin ‘Awwam.
Pada
setiap kali setelah Nabi SAW menerima wahyu al-Quran, beliau lalu membacakannya
kepada para sahabat serta memerintahkan para juru tulis wahyu untuk menulis dan
mencatatnya. Sementara itu beliau pun menunjukkan pula dimana ayat-ayat
al-Quran yang diturunkan itu harus diletakkan pada surat-surat tertentu. Misalnya,
Nabi mengatakan “Letakkan ayat ini sesudah ayat itu disurat al-Baqarah”. Demikian
Nabi melakukan sehingga sempurnanya al-Quran diturunkan dalam tempo kurang
lebih 23 tahun.
Kumpulan
tulisan serta catatan para juru tulis wahyu tersebut akhirnya disimpan di rumah
Nabi, sementara para juru tulis wahyu itu pun menyalinnya pula diri mereka
masing-masing.
- Penulisan
Al-Quran Pada Masa Abu Bakar Ash-Ashiddiq
Setelah Nabi SAW wafat dan Abu Bakar diangkat
menjadi khalifah, terjadilah di kalangan kaum muslimin suatu kekacauan yang
ditimbulkan oleh golongan orang murtad, yaitu Musailamah al-KAzzab bersama para
pengikutnya. Hal ini mengakibatkan timbulnya peperangan Yamamah yang terja pada tahun H antara kaum muslimin di satu pihak, dengan
Musailamah al-Kazzab beserta para pengikutnya di lain pihak.
Dalam pertempuran tersebut, banyak para sahabat
penghafal al-Quran gugur di medan
perang. Jumlah mereka yang gugur mencapai sekitar orang, bahkan satu riwayat menyatakan
sekitar 5 orang, sementara kaum muslimin
yang gugur dalam pertempuran tersebut kurang lebih berjumlah orang.
Peristiwa tersebut menggugah hati dan hasrat Umar
bin Khattab, untuk meminta kepada Khalifah Abu Bakar agar al-Quran dikumpulkan
dan ditulis dalam satu mushaf. Beliau merasa khawatir kalau al-Quran
akan berangsur-angsur hilang hanya dihafal saja, karena para penghafal semakin
berkurang.
Pada mulanya, Abu Bakar terkesan ragu-ragu untuk
menerima ide dan usul Umar bin Khattab tersebut. Namun, akhirnya beliaupun
menerimanya setelah betul-betul mempertimbangkan kebaikan dan mamfaat dari ide
Umar tersebut. Beliau pun memerintahkan Zaid bin Tsabit agar al-Quran
dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf.
Demikianlah, akhirnya al-Quran berhasil dihimpun
dan dibukukan dalam satu mushaf. Mushaf itu disimpan oleh Abu Bakar
sampir akhir hayatnya, setelah itu berpindah ke tangan Umar bin Khattab, dan
setelah beliau wafat dipindahkan ke tangan Hafshah binti Umar.
- Penulisan
Al-Quran Pada Masa Usman Bin Affan
Pada
masa pemerintahan Usman bin Affan, banyak diantara para sahabat penghafal
al-Quran yang tinggal berpencar di berbagai daerah. Hal ini disebabkan daerah
Islam waktu itu sudah semakin meluas. Para
pemeluk Islam di masing-masing daerah mempelajari serta menerima bacaan
al-Quran dari sahabat ahli qiraat yang
tinggal di daerah yang bersangkutan. Penduduk Syam misalnya, berguru dan
membaca al-Quran dengan qiraat Ubay bin Ka’ab. Penduduk Kufah berguru dan
membaca al-Quran dengan qiraat Abdullah
bin Mas’ud, sementara penduduk yang tinggal di Bashrah berguru dan membaca
al-Quran dengan qiraat Abu Musa
al-Asy’ari dan lain sebagainya.
Perlu
diketahui, bahwa versi qiraat yang
dimiliki dan diajarkan oleh masing-masing sahabat ahli qiraat tersebut satu sama lain berlainan. Hal ini rupanya
menimbulkan dampak negative di kalangan kaum muslimin waktu itu, yaitu
masing-masing di antara mereka membanggakan versi qiraat mereka, dan saling mengaku bahwa versi qiraat merekalah yang paling baik dan benar.
D. Sejarah Pembacaan Al-Quran
a. Timbulnya perbedaan bacaan
Membaca
dan menyimak bacaaan al-Quran telah dilakukan sejak wahyu diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW dan beliaulah orang pertama kali yang membacanya, kemudian
diikuti dan diajarkan kepada para sahabat. Sahabat yang dihadapi Rasulullah
tidak hanya terdiri dari satu suku saja, akan tetapi berbagai suku yang berbeda
dan membawa budaya yang berbeda, karakter dan dialek yang berbeda pula. Oleh
karena itu, dalam mengajarkan al-Quran Rasulullah tidak memaksakan kehendaknya,
akan tetapi boleh dibaca beragam asal tidak mengubah arti yang sesungguhnya.
Hadits
diriwayatkan oleh An-Nasa’I dari Ubay bin Ka’ab berkata : Rasulullah telah
membacakan kepadaku suatu surah. Kemudian ketika aku duduk di masjid aku
mendengarvseorang laki-laki yang berbeda bacaannya dengan bacaanku, maka aku katakana
kepadanya : siapa yang mengajarkan engkau surah ni? Ia menjawab : ‘Rasulullah
SAW’. Aku berkata : kalau begitu jangan berbeda dengan bacaanku, sehingga kami
datang kepada Rasulullah. Aku datang dan bertanya : Ya Rasulullah! Orang ini
berbeda bacaannya dengan bacaanku pada surah yang engkau ajarkan kepadaku. Maka
Rasul bersabda : ‘Hai Ubay baca!’. Akupun membacanya. Beliau memujiku :
‘Bagus kamu’. Kemudian beliau bersabda kepada seorang laki-laki tersebut :
‘Baca!’ ia membaca yang berbeda dengan bacaanku. Beliau juga memujinya :
‘Bagus kamu’. Kemudian beliau bersabda yang artinya:
“Hai Ubay! Sesungguhnya al-Quran diturunkan
atas tujuh huruf semuanya benar dan cukup”. (HR. An-Nasa’i)
b. Imam Qiraah tujuh orang
Pada
abad ke II Hijriyah ini timbul banyak bacaan sekitar 10 sam[ai 14 bacaan,
tetapi kemudian diseleksi oleh para ulama, 7 di antaranya yang mutawatir yang
dapat diikuti umat Islam. Mereka itu sangat masyhur yang disebut qiraat tuuh (Qiraa
Sab;ah), nama-namanya sebagai berikut :
1. Abu Umar bin al-Ala Syaikh al-Rurah
meninggal di Kufah pada tahun 154 H, dengan muridnya bernama ad-Duri (w. 246 H)
di Baghdad dan as-Susi (w. 261 H).
2. Ibnu Katsir, nama aslinya Abdullah bin
Katsir al-Makki (w. 120 H) muridnya bernama al-Bazzi (w. 250 H) di Mekkah dan
Qunbul (w. 291 H) di Mekkah.
3. Nafi al-Madani (w. 169 H) yang
mempunyai murid bernama Qalun (w. 220 H) di Madinah dan Warasy (w. 198 H) di
Mesir.
4. Ibnu Amir Asy-Syami (w. 118 H),
muridnya bernama Hisyam (w. 245 H) di Damaskus dan Ibnu Dzakwan (w. 242 H) di
Damaskus.
5. Ashim al-Kufi (w. 128 H) dengan
murudnya bernama Syu’bah (w. 193 H) di Kufah dan Hafash (w. 180 H) di Kufah.
6. Hamzah al-Kufi (w. 156 H) dan muridnya
bernama Khalaf (w. 229 H) di Baghdad dan Khalad (w. 220 H) di Kufah.
7. Al-Kisa’I al-Kufi (w. 189 H) dengan
muridnya yang bernama Abu al-Harits (w. 240 H) di Baghdad dan ad-Duri (w. 246
H) di Baghdad).[3]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
uraian di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa Al-qur’an sebagai kalam Allah
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui Jibril dan proses apa yang
disebut nuzul atau inzal.
Sejarah penulisan al-Quran dimulai pada masa
Rasulullah SAW, Masa khalifah Abu Bakar ash-Shiddieq dan Masa khalifah Usman
bin Affan. Begitu juga dengan membaca dan menyimak bacaaan al-Quran telah
dilakukan sejak wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan beliaulah orang
pertama kali yang membacanya, kemudian diikuti dan diajarkan kepada para
sahabat. Sahabat yang dihadapi Rasulullah tidak hanya terdiri dari satu suku saja,
akan tetapi berbagai suku yang berbeda dan membawa budaya yang berbeda,
karakter dan dialek yang berbeda pula. Oleh karena itu, dalam mengajarkan
al-Quran Rasulullah tidak memaksakan kehendaknya, akan tetapi boleh dibaca
beragam asal tidak mengubah arti yang sesungguhnya.
B. Saran
Penyusun menyadari bahwa dalam
penyelesaian makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Karena itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian
demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Hasanuddin. AF. Anatomi
Al-Quran ‘Perbedaan Qiraat Dan Pengaruhnya terhadap Insrinbath Hukum Dalam
Al-Quran.( CV. Qira’at. 1935)
Dr.
H. Abdul Majid Khon, M. Ag. Praktikum Qiraat ‘Keanehan bacaan Alquran
Qira’at Ashim dari Hafash. Hlm. 34-35
Syaikh Manna’ al-Qtahthan, Pengantar
Studi Ilmu Al-Quran. (Jakarta
: Pustaka Al-Kautsar. 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar