MAKALAH
فِقْهُ
اْلمُعَامَلَةِ
PANDANGAN
ISLAM
TENTANG
KELUARGA BERENCANA (KB)
DI
SUSUN OLEH :
AHMAD SHOLIHIN
MUTTAQIN
NIM. UT. 06.0741
DOSEN
PEMBIMBING :
DRS. IBRAHIM SYUKUR
NIP. 150 251 219
ISTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI
SULTHAN THAHA
SAIFUDDIN JAMBI
FAKULTAS USHULUDDIN JURUSAN TAFSIR
HADITS
ًًََ2007
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrahim.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, berkat
rahmat Allah SWT. yang telah melimpahkan taufik dan hidayahNya kepada Kami,
sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dibuat sejalan dengan tugas
yang diberikan oleh Dosen pada mata kuliah “Fiqh Muamalat” yang berjudul
“Pandangan Islam Tentang Keluarga Berencana (KB)” dengan tujuan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan mahasiswa dalam bidang media pembelajaran.
Kami menyadari sepenuhnya makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, Kami sangat menerima kritik dan saran
dari Dosen dan rekan-rekan mahasiswa yang bersifat membangun guna perbaikan
kualitas makalah ini dan supaya sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Semoga makalah ini bisa bermamfaat dan membantu para mahasiswa,
khususnya di Fakultas Ushuluddin sehingga kita bisa memahami materi perkuliahan
yang diberikan.
Wallahul Muwafiq Ila Aqwamit Thariq
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jambi, 31 Mei 2007
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Pendahuluan
A. Latar
Belakang 1
B. Permasalahan 2
C. Tujuan
Penulisan 2
Pembahasan
A.
Pengertian
Keluarga Berencana (KB) 3
B.
Metode Kontrasepsi 4
C.
Pandangan Islam Tentang Keluarga Berencana (KB) 6
Penutup
- Kesimpulan 13
- Saran 13
Daftar Pustaka 14
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bangsa
Indonesia
sejak dari proklamasi 17 Agustus 1945 sampai saat ini dan masa mendatang,
berusaha untuk memakmurkan masyarakat yang berkeadilan sosial dan merata.
Suatu
pembangunan memerlukan modal, sarana, tenaga kerja yang terampil dan
berkualitas, wawasan yang luas dan masih banyak lagi. Dalam keadaan seperti
ini, bangsa kita juga berhadapan dengan masalah yang cukup mengkhawatirkan,
yaitu kepadatan penduduk yang terus melaju dari tahun ke tahun. Kalau penduduk
sudah banyak, maka timbul lagi pemikiran baru, yaitu bagaimana cara mendidiknya
dan bagaimana pula menyediakan lapangan kerjanya, belum lagi sandang, pangan,
papan, kesehatan, keamanan dan keperluan hidup lainnya. Apalagi pada zaman
sekarang ini, keperluan hidup bertambah banyak sejalan dengan perkembangan
teknologi yang berkembang pesat.
Salah
satu cara yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah yang
tumbuh dan berkembang adalah dengan program “Keluarga Bertencana”. Sejak tahun
1973 Keluarga Berencana (KB) sudah dicantumkan dalam GBHN dan mutlak harus
dilaksanakan, dengan ketentuan pelaksanaannya harus dengan cara sukarela dan
dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama.
B.
Permasalahan
Permasalahan
yang akan diketengahkan dalam pembahasan ini adalah bila pertambahan penduduk dapat
ditekan, maka masalah yang dihadapi tidak seberat menghadapi pertambahan
penduduk yang tidak terkendali.
Walaupun
wakil-wakil rakyat telah menetapkan KB itu dalam GBHN, namun masih ada
persoalan lain yang harus dituntaskan, yaitu bagaimana perspektif agama Islam
tentang program Keluarga Berencana (KB), karena penduduk Indonesia
mayoritas beragama Islam. Timbul pertanyaan, apakah Islam membolehkan hal ini
atau malah melarangnya.
C.
Tujuan Penulisan
Sebelum
bangsa Indonesia
mencanagkan KB itu, dari dahulu pun masalah ini sudah menimbulkan pro dan
kontra dengan argumentasi masing-masing. Jadi, dalam penulisan ini penyusun bertujuan
agar para pembaca, mengetahui bagaimana pandangan Islam tentang “Keluarga Berencana”.
Dan bagaimana tentang ayat-ayat al-Quran dan Hadits Nabi yang membolehkan, dan
bagaimana pula dengan yang melarang.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Keluarga Berencana (KB)
Pada dasarnya Keluarga Berencana (KB) juga
mempunyai arti sama dengan istilah Arab (Pengaturan keturunan/kelahiran) bukan
pembatasan kelahiran.
KB berarti pasangan suami istri telah
mempunyai perencanaan yang konkrit mengenai kapan anak-anaknya diharapkan lahir
disambut dengtan rasa gembira dan syukur. Dan pasangan suami istri tersebut juga
telah merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, yang disesuaikan dengan
kemampuannya sendiri dan situasi kondisi masyarakat dan negaranya. Jadi KB itu
dititikberatkan pada perencanaan, pengaturan dan pertanggungjawaban orang
terhadap anggota-anggota keluarganya.[1]
Menurut WHO (World Health Organisation)
keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami
istri untuk :
1.
Mendapatkan objektif tertentu.
2.
Menghindari kelahiran yang tidak
diinginkan.
3.
Mendapatkan kelahiran yang memang
diinginkan.
4.
Mengatur interval doi antara kehamilan.
5.
Mengontrol waktu saat kelahiran dalam
hubungan dengan umur suami istri.
6.
Menentukan jumlah anak dalam keluarga.[2]
B.
Metode Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah suatu cara untuk mengatur
kehamilan baik itu pencegahan kehamilan atau pengakhiran kehamilan.
Pada saat sekarang jauh lebih banyak cara
bagi wanita, dengan cara bagi pria, karena memang seolah-olah keluarga
berencana merupakan tugas semata-mata bagi wanita, karena morivasi pada wanita
lebih tingi.
Tapi seharusnya kontrasepsi merupakan
tanggung jawab suami dan istri dan diharapkan bahwa di kelak kemudian hari
cara-cara bagi pria akan lebih berkembang.[3]
Macam-macam Metode Kontrasepsi
I.
Metode Sederhana
1.
Tanpa Alat
a. KB
Alamiah
v Metode
Kalender (Ogino-Knaus).
v Metode
Suhu Badan Basal (Termal).
v Metode
Sim to-Termal.
b. Coitus
interruptus
2.
Dengan Alat
a. Mekanis
(Barrier)
v Kondom
v Barier
Intra-vaginal
-
Diafragma
-
Kap Serviks (Cervical cap)
-
Spons (Sponge).
b. Kimiawi
v Spermisid
- Vaginal
cream.
- Vaginal
foam
- Vaginal
jelly.
- Vaginal
suppositoria.
- Vaginal
tablet.
- Vaginal
soluble film.
II.
Metode Modern
1. Kontrasepsi
Hormonal :
a.
Per-oral
-
Pil oral kombinasi (POK)
-
Mini-pil.
-
Morning-after pill
b.
Injeksi/Suntikan
(DMPA, NET-EN, Microspheres,
Microcapsules).
c.
Sub-kutis : Implant (Alat Kontarepsi bawah
kulit = AKBK).
- Implant
Non-biodegradable (Norplant, Norplant-2, ST-1435).
- Implant
biodegradable (Capronor, Pellets)
2.
Intra Uterine Devices (IUD)/ Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim.
3.
Strelisasi.[4]
C.
Pandangan Islam Tentang Keluarga Berencana
(KB)
Di dalam al-Quran dan Hadits, yang
merupakan sumber pokok hukum Islam yang menjadi pedoman hidup bagi umat Islam,
tidak ada nas yang terang melarang ataupun yang memerintahkan untuk ber-KB
secara eksplisit. Karena itu, hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum
Islam yang menyatakan:
اْلاَصْلُ فِى اْلأَشْيًاءِ
وَاْلاَفْعَالِ اْلإِبَاحَةُ حَتىَّ يَدُلُّ الدَّلِيْلُ عَلىَ تَحْرِيْمُهَا
“Pada dasarnya segala sesuatu/ perbuatan
itu boleh kecuali/ sehingga ada dalil yang menunjukan keharamannya.”
Selain berpegangang dengan kaidah hukum
Islam tersebut di atas, kita juga bisa menemukan beberapa ayat al-Quran dan
Hadits Nabi yang memberikan indikasi, bahwa pada dasarnya Islam membolehkan
orang Islam ber-KB. Bahkan kadang-kadang hukum ber-KB itu bisa berubah dari
mubah (boleh) menjadi sunah, wajib, makruh atau haram, seperti halnya hukum
perkawinan bagi orang Islam, yang hukum asalnya juga mubah. Tetapi hukum mubah
ini bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi individu muslim yang
bersangkutan dan juga memperhatikan perubahan zaman, tempat dan keadaan
masyarakat/ Negara. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam yang berbunyi :
تَغَيُّرُ اْلأَحْكَامِ بِتَغَيُّرِ
اْلأَزْمِنَةِ وَاْلأَمْكِنَةِ وَاْلأَحْوَالِ
“Hukum-hukum itu bisa berubah sesuai
dengan perubahan zaman, tempat dan keadaan.”
Untuk itu penyusun akan mengkalsifikasikan
pandangan Islam tentang KB. Yaitu pandangan al-Quran, al-Hadits dan para
ulama-ulama Islam.
1. PANDANGAN
AL-QURAN
Firman Allah dalam
al-Quran Surat
an-Nisa’ ayat 9 :
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْتَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعفًا خَافُوْا
عَلَيْهِمْ صلى فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلاٌٌ سَدِيْدًا ( النساء :
)
“Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (ksejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah
mengucapkan perkataan yang benar.”
Ayat
di atas memberi petunjuk supaya setiap keluarga (orang tua) memikirkan masa
depan anak cucunya, jangan sampai menjadi generasi yang lemah fisik dan
mentalnya. Lemah fisik bisa karena kurang pangan (gizi) dan karena kurangnya
perawatan kesehatan. Lemah mental bisa karena kurang pendidikan agama. Jadi
keperluan anak dalam bidang materil dan spiritual harus seimbang, supaya masyarakat
yang ditinggalkan oleh orang tua, merasa adil, makmur dan mendapat ridha Allah.
Firman
Allah, Surat Luqman ayat 14 :
وَوَصَّيْنَا اْلإِِنْسَانَ
بِوَالِدَيْهِ ج حَمَلَتْهُ اُمُّهُ وَهْنًا عَلىَ وَهْنٍ وَّفِصلُه
فِىْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْلِىْ وَلِوَالِدَيْكَ قلى اِلَيَّ
المَصِيْرُ (لقمان : )
“Dan Kami perintahtkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu bapaknya; Ibunya yang telah mengandungnya dalam
keadaan lemah dan telah yang bertambah-tambah, dan menyapihknya dalam dua
tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada orang tuamu. Kepada-Ku lah kamu
kembali.”
2. PANDANGAN
AL-HADITS
Sabda
Rasulullah SAW :
إِنَّكَ اَنْ تَذَرْ وَرَثَتَكَ
اَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ اِنْ تَذَرْهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُوْنَ النَّاسَ
(متفق عليه)
“Sesungguhnya lebih baik bagimu
meninggalkan ahli warismu dal;am keadaan kecukupan daripada meninggalkan mereka
menjadi beban tanggungan orang banyak.” (H.R. Bukhori
dan Muslim)
عَنْ جاَ بِرٍ قَالَ : كُنَّْا
نَعْزِلُ عَلىَ عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاْلقُرْآنُ
يَنْزِلُ (متفق عليه)
“Diriwayatkan dari Jabir R.A, ia berkata :
Kami melakukan ‘azal (coitus interuptus) di masa Rasulullah pada waktu
ayat-ayat al-Quran masih diturunkan dan tak ada satu ayat pun yang melarangnya.”
(H.R. Bukhori dan Muslim)
3. PANDANGAN
ULAMA-ULAMA ISLAM
Mengenai
Keluarga Berencana atau setidak-tidaknya mencegah kehamilan, sejak dahulu pun
ada di antara ulama yang membolehkannya dan ada pula yang tidak membolehkannya.
a.
Ulama-ulama Yang Membolehkan
1.
Imam Al-Ghazali
Dalam
kitabnya, “Ihya Ulu muddin” dinyatakan, bahwa ‘azal (coitus
interuptus) tidak dilarang, karena kesukaran yang dialami si Ibu disebabkan
sering melahirkan.
Motifnya
antara lain:
Þ
Untuk menjaga kesehatan si Ibu, karena
sering melahirkan.
Þ
Untuk menghindari kesulitan hidup, karena
banyak anak.
Þ
Untuk menjaga kecantikan si Ibu.
2.
Syekh al-Hariri
Syekh
al-Hariri berpendapat, bahwa menjalankan KB bagi perorangan (individu) hukumnya
boleh dengan ketentuan:
Þ
Untuk menjarangkan anak.
Þ
Untuk meghindari suatu penyakit, bila ia
menghandung.
Þ
Untuk menghindari kemudharatan, bila ia
mengandung dan melahirkan dapat membawa kematiaannya (secara medis).
Þ
Untuk menjaga kesehatan si Ibu, karena
setiap hamil selalu menderita suatu penyakit (penyakit kandungan).
Þ
Untuk menghindari anak dari cacat fisik
bila suami atau istri mengidap penyakit kotor.
3.
Syekh Mahmud Syaitut
Mahmud
Syaitut berpendapat,
bahwa pembatasan
keluarga
( تجديد
النسل) bertentangan
dengan syari’at Islam. Umpamanya, membatasi keluarga hanya 3 anak saja dalam
segala macam kondisi dan situasi.
Sedangkan
pengaturan kelahiran ( تنظيم
النسل)
menurut beliau tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Umpamanya menjarangkan
kelahiran karena situasi dan kondisi khusus, baik yang ada hubungannya dengan
keluarga yang bersangkutan maupun ada kaitannya dengan kepentingan masyarakat
dan Negara. Alasan lain yang membolehkan adalah suami atau istri mengidap penyakit
yang berbahaya yang dikhawatirkan menular kepada anaknya.[5]
b.
Ulama-ulama Yang Melarang
- Prof. Dr. M.S. Madkour
Guru Besar Hukum Islam pada Fakultas Hukum, dalam tulisannya; “Islam
and Family Planning” dikemukakan antara lain: “bahwa beliau tidak
menyetujui KB jika tidak ada alasan yang membenarkan perbuatan itu”. Beliau
berpegang kepada prinsif: “hal-hal yang mendesak membenarkan terlarang”.
2. Abu
‘Ala al-Maududi
(Pakistan )
Al-Maududi
adalah seorang ulama yang menentang pendapat orang yang membolehkan pembatasan
kelahiran. Menurut beliau Islam satu agama yang berjalan sesuai dengan fitrah
manusia. Beliau berkatakan: “Barangsiapa yang mengubah perbuatan Tuhan dan
menyalani undang-undang fitrah adalah memnuhi perintah setan”. Setan itu adalah
musuh manusia. Beranak dan berketurunan itu adalah sebagian fitrah tersebut
menurut pandangan Islam. Salah satu tujuan yang utama dari perkawinan itu ialah
mengekalkan jenis manusia dan mendirikan suatu kehidupan yang beradab.[6]
Di
samping pendapat-pendapat di atas, ada juga para ulama yang menggunakan
dalil-dalil yang pada prinsifnya menolak KB, di antaranya firman Allah SWT :
وَلاَ تَقْتُلُوْآ اَوْلاَدَكُمْ مِنْ إِمْلاَقٍ صلى نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ صلى
(الانعام : )
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu
karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka …”.
(al-An’am : 151)
Firman Allah SWT :
وَلاَ تَقْتُلُوْآ اَوْلاَدَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاَقٍ
صلى نَحْنُ نَرْزُقُهُُمْ وَإِيَّاكُُمْ
قلى إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيْرًا (الاسراء :
)
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu
karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar (al-Isra’ :31)
Tidak
memberi kesempatan untuk hidup, sama halnya dengan membunuh walaupun tidak
secara langsung. Alasannya, karena takut melarat (miskin). Padahal Allah
,menjamin rezeki hamba-hamba-Nya.
Sabda Rasulullah SAW :
تزوجوا الولود فإني مكاثر بكم الامم ( اخرج ابو داود والنسائ )
“Kawinilah wanita yang mempunyai sifat
kasih sayang dan banyak anak, karena seseunggunya aku berbangga dengan
banyaknya kamu dengan umat-umat yang lain. ( Hadits
dikeluarkan oleh Abu Daus dan An-Nasai)
Dari
hadits di atas dapat dipahami, bahwa Nabi Muhammad sangat merasa bangga apabila
umat beliau banyak. Menjalankan KB berarti memperkecil jumlah umat. Secara
lahiriah memang demikian tetapi tentu yang dikehendaki adalah umat yang banyak
dan berkualitas, sebagai pengiukut setia beliau, bukan penentang ajaran Islam
yang beliau ajarkan.
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa pada dasarnya KB adalah mengatur
keturunan atau kelahiran anak. Secara qath’i al-Quran tidak menyuruh ataupun
melarangnya. Hanya saja para ulama menghubung-hubungkan ayat al-Quran tersebut dengan
KB. Namun Qaidah Ushul fiqh menyebutkan bahwa
اْلاَصْلُ فِى اْلأَشْيًاءِ
وَاْلاَفْعَالِ اْلإِبَاحَةُ حَتىَّ يَدُلُّ الدَّلِيْلُ عَلىَ تَحْرِيْمُهَا
“Pada dasarnya segala sesuatu/ perbuatan
itu boleh sehingga ada dalil yang menunjukan keharamannya.”
Jadi,
Seperti yang telah diterangkan dalam pembahasan, bahwa masalah KB ini tidak ada habisnya, karena
setiap orang ataupun para ulama mempunyai pemikiran dan pemahaman yang
berbeda-beda, ada yang mengatakan boleh dan ada pula yang melarangnya. Tapi
kalau menurut hemat penyusun, pada dasarnya hukum KB adalah boleh, tapi hukum
tersebut bisa menjadi haram apabila tujuannya bertentangan dengan ajaran Islam.
B.
Saran
Penyusun menyadari bahwa dalam penyelesaian
makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Semarang , CV. Asy-Syifa’.,
Bagian Obstetri & Gikenologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung , Teknik
Keluarga Berencana (Perawatan Kesuburan), Bandung , Elstar Offset, 1980.
Hartanto,
dr. Hanafi, Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Jakarta , Pustaka Sinar harapan, 1994.
Sulaiman,
Drs. H.M. Saman. Masailul Fiqhiyah Al-Haditsah (Hukum Islam
Kontemporer), Damai Raya, 2007
Uman,
Drs. Cholil, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern,
Surabaya , Ampel Suci, 1994.
[1] Drs. Cholil Uman, Agama
Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, hlm. 76
[2] dr. Hanafi Hartanto, Keluarga
Berencana Dan Kontrasepsi, cet. I. Hlm. 14
[3] Bagian Obstetri &
Gikenologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung , Teknik Keluarga Berncana
(Perawatan Kesuburan), Hlm. 23
[4] dr. Hanafi Hartanto, Op.cit,.
Hlm. 29-30
[5] Drs. H.M. Saman Sulaiman,
M.Ag, Masailul Fiqhiyah al-Haditsah, Hlm. 38
[6] Ibid,. Hlm. 39-39.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar