MAKALAH
TAKHRIJ HADITS
"SANAD DAN MATAN HADITS"
DI SUSUN OLEH :
AHMAD SHOLIHIN MUTTAQIN
NIM. UT. 06.0741
DOSEN PENGAJAR :
ABDUL HALIM, M.Ag
IAIN SULTHAN
THAHA SAIFUDDIN JAMBI
FAKULTAS
USHULUDDIN
JURUSAN
TAFSIR HADITS
2007
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits sebagai pernyataan, pengamalan,
taqrir dan hal ikhwak Nabi Muhammad SAW, merupakan sumber ajaran Islam yang
kedua setelah Quran. Pada zaman Nabi, sesungguhnya telah ada beberapa sahabat
Nabi yang menulis hadits Nabi, tetapi jumlah mereka selain tidak banyak, juga
materi (matan) hadits yang mereka catat masih terbatas. Keadaan ini disebabkan
selain karena jumlah mereka yang pandai menulis belum begitu banyak, juga
karena perhatian mereka lebih tertuju pada pemeliaraan al-Quran.
Menurut pendapat ulama, sejarah
penulisan dan penghimpunan hadits secara resmi dan massal dalam arti sebagai
kebijakan pemerintah, barulah terjadi atas perintah Khalifah ‘Umar bin Abdul
Aziz, jadi tenggang waktunya sekitar 90 tahun sesudah Nabi wafat.
B.
Pokok
Masalah
Untuk kepentingan penelitian hadits
Nabi, ulama telah menciptakan berbagai kaidah dan ilmu (pengetahuan) hadits.
Dengan kaidah dan ilu hadits itu ulama mengadakan pembagian kualitas hadits.
Menurut Ibn Khuldun (wafat 808
H) dan Ahmad Amin (wafat 1373 H) para ulama hadits dalam penelitiannya
hanya menitikberatkan kepada sanad daripada terhadap matan hadits. Dan menurut Abdul
Mun’im al-Bahiy ulama hadits dalam kegiatan penelitian hadits hanya
meneliti sanad dan para periwayat saja, serta tidak meneliti matannya.
Namun hal ini tak terbukti karena di
dalam kaidah kesahihan hadits yang telah ditetapkan oleh ulama hadit juga
dijelaskan tentang sanad dan matan. Untuk itu di dalam makalah ini sebelum kita
mempelajari lebih jauh tentang ilmu hadits, penyusun akan membicarakan tentang sanad
dan matan.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Sanad
Kata Sanad menurut bahasa adalah
sandaran atau sesuatu yang dijadikan sandaran. Dikatakan demikian, karena
setiap hadits selalu bersandar kepadanya. Adapun arti Sanad menurut istilah,
terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-Badru bin Jama’ah dan at-Tiby
mengatakan bahwa sanad ialah :
الإخبارُ عنْ طريقِ
المتنِ
“Berita tentang
jalan matan”
Sebagian ulama mendefinisikan :
سِلسةُ الرجالِ
الموصلةِ المتنِ
“Silsilah
orang-orang (yang meriwayatkan hadits) yang menyampaikan
pada matan
hadits”
سِلسةُ الّرواة الذينَ نقلُوا المتنِ عنْ مصدرهِ
“Silsilah para
perawi yang menukilkan hadits dari sumbernya yang pertama”
2. Pengertian Matan
Kata matan menurut bahasa berarti tanah
yang tinggi, sedangkan menurut istilah adalah:
ما ينهي اليه السندُ منَ الكلامِ
“Suatu kalimat tempat berakhirnya
sanad”
Atau dengan redaksi lain :
الفاظُ الحديثِ
التِي تَنقوّمُ معانيدِ
“Lafadz-lafadz hadits yang di dalamnya
mengandung makna-makna tertentu”
Jadi lebih tepatnya, yang dimaksud
dengan kata matan dalam ilmu hadits, ialah penghujung sanad, yakni sabda Nabi
SAW.
Contoh
Sanad dan Matan :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدِ
بْنِ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُالرَّحْمنِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ وَعَنْ عَبْدُ
اللهِ بْنِ مُحَمَّدِ
ســند
بْنِ عَقِيْلٍ
وَعَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَنِفِيَّةِ
وَعَنْ عَلِيٍّ عَنِ النَّبِى ص.م. قَالَ :
سـند
مِفْتَاحُ
الصَّلاَةِ الطُّهُوْرِ وَتَحْرِيْمُهَا التَّكْبِيْرُ وَتَحْلِيْلُهَا
التَّسْلِيْمُ (رواه
الترمذي)
مــــتن
Artinya
:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Basyar, (ia berkata) : telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdullah
ibn Muhammad ibn Aqil, dari Muhammad al-Hanafiyah, dari ‘Ali, dari Nabi SAW.
beliau bersabda : “Pembuka sholat itu ialah bersuci dan yang memasukkan
(seseorang) ke dalam shalat adalah takbir dan yang mengeluarkan shalat itu
adalah salam”. (H.R. Turmudzi)
3. Hubungannya dengan Dokumentasi
Perlu kita ketahui bahwa peranan
dokumentasi merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian yang
berorientasi sejarah. Yang dimaksudkan dengan dokumentasi di sini ialah
pengertian secara luas dari arti istilah dokumen. Yakni, setiap proses
pembuktian baik yang didasarkan atas hal-hal yang berbentuk tulisan, lisan,
gambar, maupun arkeologis. Dalam artian ini, dokumen bersinonim dengan sumber,
baik berupa tulisan maupun bukan tulisan, resmi maupun tidak resmi, primer
maupun sekunder. Dengan demikian, sasaran penelitian yang berorientasi sejarah
sama dengan sasaran penelitian hadits, yakni sama-sama berupaya meneliti sumber
dalam rangka memperoleh data yang otentik dan dapat dipercaya.[1]1
Sumber primer
merupakan kesaksian dengan mata kepala sendiri atau indera lainnya. Dengan
demikian, sumber primer merupakan sumber yang memberikan data langsung dari
tangan pertama. Sedangkan sumber sekunder adalah kesaksian dari siapa pun yang
bukan saksi pandangan mata. Jadi, sumber sekunder merupakan kesaksian dari
orang yang tidak hadir langsung pada peristiwa yang dikisahkannya.
Dalam rangkaian
sanad hadits, sumber primer atau saksi mata adalah periwayat (rawi) pertama
atau disebut sanad terakhir. Periwayat tersebut mesti dari kalangan sahabat Nabi,
sebab hanya sahabat Nabi saja yang memungkinkan langsung dapat
menyaksikan sabda, perbuatan,
hal ikhwal dan taqrir
Nabi.
Dalam hubungan ini, sumber sekunder
adalah periwayat kedua (dalam hal ini dapat saja dari kalangan sahabat Nabi
ataupu tabi’in, yakni generasi umat Islam sesudah sahabat Nabi) atau periwayat
ketiga dan seterusnya sampai kepada periwayat terakhir, misalnya Bukhori,
Muslim, Abu Daud dan al-Turmudzi, bisa juga disebut dengan istilah
al-muklharij.
4. Kedudukan Sanad dan Matan
Ulama sangat
besar perhatiannya kepada sanad hadits, di samping juga kepada matan hadits.
Hal ini terlihat, sedikitnya, pada :
1.
Pernyataan-pernyataan
ulama yang menyatakan bahwa sanad merupakan bagian tak terpisahkan dari agama
dan pengetahuan hadits.
2.
Banyaknya
karya tulis ulama berkenaan dengan sanad hadits.
3.
Dalam
praktik, apabila ulama hadits menghadapi suatu hadits, maka sanad hadits
merupakan salah satu bagian yang mendapat perhatian khusus. Dengan demikian
sanad hadits mempunyai kedudukan yang sangat penting.
Sanad hadits dinyatakan mempunyai
kedudukan yang sangat penting, sebab utamanya dapat dilihat dari dua sisi.
Yakni :
1. Dilihat dari sisi kedudukan hadits
dalam kesumberan ajaran Islam.
2. Dilihat dari sisi sejarah hadits.
Dilihat dari sisi yang pertama, sanad
hadits sangat penting karena hadits merupakan salah satu sumber ajaran islam.
Sedang dilihat dari sisi yang kedua, sanad hadits sanad penting karena dalam
sejarah: (a) pada zaman Nabi tidak seluruh hadits tertulis; (b) sesudah zaman
Nabi telah berkembang pemalsuan-pemalsuan hadiots; dan (c) penghimpunan hadits
secara resmi dan massal terjadi setelah berkembangnya pemalsuan-pemalsuan
hadits.
Dengan demikian
maka dapat dinyatakan, ada empat faktor penting yang mendorong ulama hadits
mengadakan penelitian sanad hadits. Keempat faktor itu ialah :
1. Hadits sebagai salah satu sumber ajaran
Islam;
2. Hadits tidak seluruhnya tertulis pada
zaman Nabi;
3. Munculnya pemalsuan hadits; dan
4. Proses penghimpunan (tadwin) hadits.[2]
5. Sebab-sebab Terjadi Perbedaan antara
Sanad dan Matan
Di
antara sebab terjadinya perbedaan antara sanad ialah sebagai contoh seorang
sahabat meriwayatkan sebuah hadits, ternyata hadits tersebut dinukilkan oleh
sepuluh orang murid pada generasi berikutnya dari kelompok belajar thabi’in.
kemudian dari sepuluh orang ini melairkan dua puluh atau tiga puluh orang murid
lagi yang bersal dari mancanegara dan priovinsi yang berbeda.
Seperti,
Abu Hurairah mengungkapkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Ketika salah seorang
di antaramu bangun tidur, hendaknya janganlah dia memasukkan tangan kedalam bak
mandi/ air sebelum dia mencuci tangannya terlebih dahulu tiga kali. Karena
seorang tidak tahu dimana tangannya menetap pada saat tidur”.
Paling
tidak tiga belas orang murid Abu Hurairah meriwayatkan hadits ini dari beliau,
dengan perincian sebagai berikut :
delapan orang berasal dari Madinah, satu orang berasal dari Kufah, dua orang
berasal dari Basrah, satu orang berasal dari Yaman dan satu orang berasal dari
Syiria.
Kemudian
ada enam belas orang ahli yang meriwayatkan hadits di atas dari murid Abu
Hurairah, dengan perincian sebagai berikut: enam orang berasal dari Madinah,
empat orang berasal dari bashrah, satu orang berasal dari Mekah, Yaman, dan
Syiria serta dua orang berasal dari Kufah dan Irak.
6. Kandungan Hadits Secara Umum
Sebagaimana
yang telah kita ketahui bahwa hadits adalah sumber ajaran Islam yang kedua
setelah al-Quran. Di sisi yang lain, hadits merupakan fakta sejarah yang
berhubungan dengan pernyataan, perilaku, keadaan dan taqrir Nabi SAW. yang
sunnah untuk kita laksanakan. Selain itu, hadits menyajikan suatu kebutuhan
essensial Muslim, agar menjadi individu atau masyarakat yang baik.
PENUTUP
A.
Analisis
Kalau menurut analisis kami sanad pada suatu matan haruslah
diteliti lebih dalam lagi, karena sangat pitalnya kesahihan sanad yang akan
menentukan pula shahih atau tidaknya suatu matan atau hadits. Di samping itu
al-hadits adalah sumber ajaran Islam setelah al-Quran dan itu tidak boleh untuk
dipergunakan dengan tidak mengetahui terlebih dahulu kualitas hadits tersebut.
Kemudian adalah hal yang wajar apabila pada suatu hadits itu
diriwayatkan oleh sanad yang berbeda
sebab kalau kita renungkan misalnya seorang guru yang meriwayatkan sebuah
hadits kepada muridnya yang berjumlah dua puluh orang kemudian ke dua puluhnya
meriwayatkan lagi kepada orang lain, tentu akan kita temui sanad yang berbeda.
B.
Kesimpulan
Dari uraian di atas kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa Sanad adalah Silsilah para perawi yang menukilkan
hadits sedangkan matan dalam ilu hadits adalah sabda Rasulullah SAW. Dan
kedudukan sanad dan matan dalam ilmu hadits adalah sangat penting karena dari
sanalah kita dapat mengetahui kualitas hadits tersebut. Kemudian di antara
sebab terjadinya perbedaan antara sanad ialah kita contohkan
seorang sahabat meriwayatkan sebuah hadits, kemudian hadits tersebut
diriwayatkan oleh sepuluh orang murid pada generasi thabi’in. kemudian dari
sepuluh orang ini melahirkan dua puluh atau tiga puluh orang murid lagi yang
bersal daritempat yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
al-Qaththan Manna’ Syaikh, Pengantar Studi Ilmu Hadits.
(Jakarta
Timur : Pustaka al-Kautsar : 2005)
Ismail, Syuhudi. Dr. M. Kaidah Kesahihan Sanad Hadits.
(Jakarta
: PT. Bulan Bintang, 2005).
MA, Ph. D Azami Mustafa Muhammad. Metodologi Kritik
Hadits. (Bandung : Pustaka Hidayah, 1996).
Ash-Shiddieqy, Hasbi, Muhammad. Sejarah dan Pengantar
Ilmu Hadits. (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1999).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar