Minggu, 03 Juni 2012

SIKAP UMMAT MUSLIM MENGENAI JENGGOT

ILMU HADITS
SIKAP UMMAT MUSLIM MENGENAI JENGGOT”


Dosen:
Dr. H. Hadri Hasan, M.Ag

oke






   Ahmad Sholihin Muttaqin
P.h. 211.2.1525







PRODI HUKUM ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
 SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2012




KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam dan Sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman.
Dan tidak lupa penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada bapak dosen Dr. H. Hadri Hasan, M.Ag yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini. Begitu pula kepada rekan-rekan mahasiswa pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi yang nantinya akan membantu dalam penyempurnaan makalah ini.
Di dalam makalah ini, penulis membahas mengenai Hadits tentang memelihara Jenggot yang merupakan sub bahasan dalam mata kuliah Studi Ilmu Hadits. Tentunya, sebagaimana yang difahami penulis bahwa pengetahuan seseorang tidaklah mutlak atau bersifat relatif, untuk itu masih diperlukan perbaikan-perbaikan nantinya jika tredapat kekeliruan.
Harapan penulis, makalah yang dirangkum dengan pembahasan mengenai sikap ummar muslim mengenai jenggot ini dapat bermamfaat dan menambah khazanah keilmuan bagi para pembacanya. Amin.



Jambi,     Juni 2012

Penulis,




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
…………………………………………………………………………
i
DAFTAR ISI
…………………………………………………………………………
ii
PENDAHULUAN
…………………………………………………………………………
1
PEMBAHASAN
…………………………………………………………………………
2
1.      Hadits Tentang Perintah Berbedalah Penampilan dengan Orang-orang Musyrik
………………………..……………………………………………………
3
2.      Hadits Tentang Memelihara Jenggot
………………………..……………………………………………………
6
3.      Analisis Hadits
………………………..……………………………………………………
9
PENUTUP
…………………………………………………………………………
12
DAFTAR PUSTAKA

…………………………………………………………………………
13
                                                                                                                             





HADITS TENTANG SIKAP UMMAT MUSLIM
MENGENAI JENGGOT
A.     PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah SWT melalui seorang rasul (utusan) yaitu Nabi Muhammad SAW. Agama Islam memiliki pedoman yaitu al-Quran yang disampaikan dan diajarkan oleh Rasululllah SAW kepada seluruh umat manusia. Penjelasan al-Quran tidak selalu terperinci karena ada juga yang harus dijelaskan lebih lanjut dan terperinci oleh Rasulullah SAW.
Segala perkataan (qauli), perbuatan (fi’li), penetapan (taqrir) dan ajaran atau bimbingan yang diberikan oleh Rasulullah SAW untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam dinamakan dengan istilah sunnah rasul atau hadits. Hal itulah yang menjadikan hadits sebagai pedoman kedua dalam agama Islam setelah al-Quran. Selain itu, percaya kepada Rasulullah SAW merupakan rukun iman yang keempat, maka wajiblah hukumnya untuk mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya.
Selain itu, Allah SWT juga memberikan kepada umat Islam para pendahulu yang selalu menjaga al-Quran dan hadits. Mereka adalah orang-orang yang jujur, amanah dan memegang janji. Sebagian diantara mereka mencurahkan perhatiannya tehadap al-Quran dan ilmunya yaitu mufassirin. Dan sebagian lagi memprioritaskan perhatiannya untuk menjaga hadits nabi dan ilmunya, mereka adalah muhadditsin.
Berbicara tentang hadits Rasulullah SAW, diantaranya terdapat juga berkenaan dengan jenggot, karena jenggot bisa dikatakan salah satu ciri dari umat Muslim. Untuk itu penulis akan memaparkan beberapa hadits Rasulullah SAW yang berkaitan dengan jenggot, baik yang dinisbatkan dengan perintah untuk berbeda penampilan dengan orang-orang musyrik maupun tentang memelihara jenggot itu sendiri.
B.      PEMBAHASAN
Jenggot di dalam bahasa Arab disebut dengan lihyah yang secara terminologi bisa dipahami sebagai rambut yang tumbuh pada kedua pipi dan dagu. Jadi, semua rambut yang tumbuh pada dagu, di bawah dua tulang rahang bawah, pipi, dan sisi-sisi pipi.[1]
Mengenai perihal jenggot yang dimaksudkan di atas, secara fakta dan realita saat ini,  kalau sudah melihat orang yang berjenggot, sebagian orang merasa aneh dan selalu mengait-ngaitkan dengan Amrozi, cs. Seolah-olah orang yang berjenggot adalah orang yang sesat yang harus dijauhi dan disingkirkan dari masyarakat. Padahal kalau kita memahaminya dengan baik, itulah salah satu ajaran Nabi SAW.
Jenggot adalah satu diantara ajaran Rasul yang di zaman sekarang ini banyak dilupakan kaum muslimin. Kaum muslimin di zaman ini lebih senang untuk mencukur jenggot daripada memeliharanya. Banyak alasan mereka, dari mulai tampak kelihatan tua, tidak rapi, kelihatan seram, seperti teroris, atau bahkan ada yang menyamakannnya dengan hewan yang berjenggot seperti kambing maupun alasan lainnya. Tetapi kita selaku umat Islam juga harus mengetahui bahwa Rasulullah SAW juga berjenggot, sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, yang artinya:
Pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengatakan;Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah laki-laki yang berperawakan terlalu tinggi dan tidak juga pendek. Kulitnya tidaklah putih sekali dan tidak juga coklat. Rambutnya tidak keriting dan tidak lurus. Allah mengutus beliau sebagai Rasul di saat beliau berumur 40 tahun, lalu tinggal di Makkah selama 10 tahun. Kemudian tinggal di Madinah selama 10 tahun pula, lalu wafat di penghujung tahun enam puluhan. Di kepala serta jenggotnya hanya terdapat 20 helai rambut yang sudah putih.

Untuk memahami lebih mendalam, berikut ini penulis akan mengutarakan beberapa hal hadits Rasulullah SAW mengenai jenggot yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

  1. Hadits tentang perintah berpenampilan beda dengan orang-orang musyrik
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا يَزِيْدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ الله علَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : خَالِفُوا اْلمُشْرِكِيْنَ وَوَفِرُّوا اللِّحَى وَأَحْفُواالشَّوَارِبَ[2] }رواه البخارى{
Artinya:  Muhammad Bin Minhal telah menceritakan kepada kami, Yazid bin Zurai’ telah menceritakan kepada kami, ‘Umar bin Muhammad bin Zaid telah menceritakan kepada kami, dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar dari Nabi SAW telah bersabda : Berbedalah dengan orang-orang musyrik, biarkanlah jenggot kalian panjang, dan potong pendeklah kumis kalian. (HR. Bukhori)

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori diatas, juga terdapat di dalam periwayatan Imam Muslim dengan sanad dan redaksi matannya sedikit berbeda. Hadits tersebut ialah:
حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ عُثْمَانَ حَدَّثَنَا يَزِيْدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا عُمَرَ بْنِ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا نَافِعٌ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ الله علَيْهِ وَسَلَّمَ : خَالِفُوا اْلمُشْرِكِيْنَ أَحْفُواالشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى[3] }رواه مسلم{
Artinya: Sahl bin ‘Usman telah menceritakan kepada kami, Yazid bin Zurai’ telah menceritakan kepada kami, ‘Umar bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, Nafi’ telah menceritakan kepada kami, dari Ibnu ‘Umar telah berkata : Rasulullah SAW telah bersabda : Berbedalah dengan orang-orang musyrik, potong pendeklah kumis dan sempurnakanlah jenggot kalian. (HR. Muslim)

Kalau kita perhatikan dari segi ilmu hadits, sanad yang tercantum di dalam kedua hadits di atas, jelas terlihat ada perawinya yang sama dan ada juga yang tidak. Namun perbedaan tersebut tidaklah merubah maksud yang terkandung di dalamnya, akan tetapi saling menguatkan dalam menentukan kualitas haditsnya. Untuk lebih memperjelas rantaian sanad kedua hadits diatas, maka penulis akan membuat susunannya, sebagai berikut:
Rantaian sanad hadits
tentang perintah berpenampilan bedalah dengan orang-orang musyrik
Berdasarkan periwayatan dari Imam Bukhari dan Imam Muslim




Menurut rantaian perawi tentang kedua hadits itu, baik dari periwayatan Bukhari maupun Muslim ditingkat thabaqat sahabat, thabi’in, tabi’i at-tabi’in dan atba’u at-tabi’i at-tabi’in bersumber dari orang yang sama, yaitu Ibnu ‘Umar, Nafi’, “Umar bin Muhammad dan Yazid bin Zurai’, sedangkan sanad mulai berbeda di tingkatan thabaqat selanjutnya hingga sampai ke Bukhari maupun Muslim sendiri.
Sedangkan disisi matan, juga terdapat perbedaan redaksi. Periwayatan Bukhari menggunakan kalimat وَوَفِرُّوا اللِّحَى وَأَحْفُواالشَّوَارِبَ خَالِفُوا اْلمُشْرِكِيْنَ yang berarti Berbedalah dengan orang-orang musyrik, biarkanlah jenggot kalian panjang, dan potong pendeklah kumis kalian, sedangkan periwayatan Muslim memakai kalimat خَالِفُوا اْلمُشْرِكِيْنَ أَحْفُواالشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى yang berarti Berbedalah dengan orang-orang musyrik, potong pendeklah kumis dan sempurnakanlah jenggot kalian. Selain rantaian sanadnya yang sedikit berbeda, dalam konteks matan hadits juga terdapat sedikit perbedaan yaitu Bukhori beredaksi menyuruh membiarkan jenggot  baru memotong kumis, sedangkan redaksi Muslim sebaliknya, yaitu memotong kumis dan membiarkan jenggot.  
Kedua hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim itu sama-sama berbicara mengenai perintah Rasulullah SAW kepada ummat Islam (khususnya laki-laki) untuk berpenampilan beda dengan orang-orang musyrik, yang suka menebalkan kumis dan mencukur jenggot dengan cara sebaliknya yaitu mencukur/ memotong pendek/ tipis kumis dan membiarkan panjang (memelihara) jenggot.
Selain itu, Nabi SAW juga sangat tidak suka melihat orang yang jenggotnya dalam keadaan tercukur. Seperi kisah ketika Kisra (penguasa Persia) mengutus dua orang untuk menemui Nabi SAW. Mereka menemui beliau dalam keadaan jenggot yang tercukur dan kumis yang lebat. Rasulullah SAW tidak suka melihat keduanya. Beliau bertanya,”Celaka kalian! Siapa yang memerintahkan kalian seperti ini?” Keduanya berkata, ”Tuan kami (yaitu Kisra) memerintahkan kami seperti ini.” Rasulullah SAW bersabda, ”Akan tetapi, Rabb-ku memerintahkanku untuk memelihara jenggotku dan menggunting kumisku.”[4]
Keterangan di atas menunjukkan bahwa memelihara jenggot adalah suatu perintah, memangkasnya dicela oleh Nabi SAW. Di samping itu, maksud lain untuk memelihara jenggot adalah untuk menyelisihi orang-orang musyrik serta perbuatan ini adalah fithrah manusia yang dilarang untuk diubah.
Berdasarkan hadits-hadits di atas, memelihara jenggot tidak selalu Nabi kaitkan dengan menyelisihi orang kafir. Hanya dalam beberapa hadits saja. Maka sudah sepantasnya setiap muslim memperhatikan perintah Nabi dan celaan beliau terhadap orang-orang yang memangkas jenggotnya. Jadi yang lebih tepat dilakukan adalah memelihara jenggot dan memendekkan kumis.
Dalam kata lain, hadits-hadits tersebut di atas juga mengandung petunjuk bahwa memanjangkan kumis dan mencukur jenggot serta memotongnya termasuk perbuatan menyerupai orang-orang musyrik (Yahudi/ Majusi/ Nasrani) ketika itu, padahal sudah diketahui bahwa menyerupai mereka adalah perbuatan yang munkar, tidak boleh dilakukan berdasarkan sabda Nabi SAW yang artinya: Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka”.

  1. Hadits tentang memelihara jenggot
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ أَخَبَرَنَا عَبْدَةٌ أَخَبَرَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ الله علَيْهِ وَسَلَّمَ انْهَكُواالشَّوَارِبَ وَاعْفُوااللِّحَى[5] }رواه البخارى{
Artinya: Muhammad telah menceritakan kepada kami, ‘Abdah telah mengkhabarkan kepada kami, “Ubaidullah bin ‘Umar telah mengkhabarkan kepada kami, dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar RA telah berkata Rasulullah SAW telah bersabda : Cukur habislah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot kalian. (HR. Bukhori)
Dalam redaksi hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori diatas, juga terdapat di dalam shahih Imam Muslim dengan sanad dan redaksi matannya sedikit berbeda pula. Hadits tersebut berbunyi:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ بْنُ اْلمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِى جَمِيْعًا عَنْ عُبَيْدُ اللهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ الله علَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَحْفُواالشَّوَارِبَ وَاعْفُو اللِّحَى[6] }رواه البخارى{
Artinya:  Muhammad bin al-Mutsanna telah menceritakan kepada kami, Zahya telah menceritakan kepada kami, Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami, Abi telah menceritakan kepada kami, dari ‘Ubaidullah bin ‘Umar, dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar dari Nabi SAW telah bersabda : Potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot kalian. (HR. Muslim)

Kalau kita cermati dari sanad yang tercantum di dalam kedua hadits di atas, jelas terlihat ada perawinya sama dan ada juga yang tidak sama seperti dengan dua hadits di awal yang saling menguatkan dalam menentukan kualitas haditsnya. Penulis juga akan memperjelas rantaian sanad kedua hadits diatas, sebagai berikut:
Rantaian sanad hadits tentang memelihara jenggot
Berdasarkan periwayatan dari Imam Bukhari dan Imam Muslim

Menurut rantaian perawi tentang kedua hadits itu, baik dari periwayatan Bukhari maupun Muslim ditingkat thabaqat sahabat, thabi’in, tabi’i at-tabi’in dan atba’u at-tabi’i at-tabi’in bersumber dari orang yang sama, yaitu Ibnu ‘Umar, Nafi’, “Umar bin Muhammad dan ‘Ubaidullah bin ‘Umar, sedangkan sanad mulai berbeda di tingkatan thabaqat selanjutnya hingga sampai ke Bukhari maupun Muslim sendiri.
Sedangkan disisi matan, juga terdapat perbedaan redaksi. Periwayatan bukhari menggunakan kalimat انْهَكُواالشَّوَارِبَ وَاعْفُوااللِّحَى yang berarti cukur habislah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot kalian, sedangkan periwayatan Muslim memakai kalimat أَحْفُواالشَّوَارِبَ وَاعْفُو اللِّحَى yang berarti potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot kalian.
Perintah Rasulullah ini mengandung pendidikan untuk umat Islam supaya mereka mempunyai kepribadian tersendiri serta berbeda dengan orang kafir lahir dan batin, yang tersembunyi maupun yang tampak. Lebih-lebih dalam hal mencukur jenggot ini ada unsur-unsur menentang fitrah dan menyerupai orang perempuan. Sebab jenggot adalah lambang kesempurnaan laki-laki dan tanda-tanda yang membedakan dengan jenis lain.
3.      Analisis Hadits
Hadits pertama yang diriwayatkan oleh Bukhari dan kedua diriwayatkan oleh Muslim mempunyai maksud yang sama yaitu tentang perintah Rasulullah untuk berbeda penampilan dengan orang-orang muyrik (point 1). Hal semacam inilah yang di istilahkan oleh ahli hadits dengan Muttafaq ‘Alaih atau Rawah as-Syaikhan. Artinya hadits yang bermaksud sama dan diriwayatkan oleh dua imam yaitu Bukhari dan Muslim.
Begitu pula dengan hadits pertama dan kedua tentang memelihara jenggot (point 2), Hal semacam ini juga diistilahkan oleh ahli hadits dengan Muttafaq ‘Alaih atau Rawah as-Syaikhan. Terlepas redaksinya sama persis atau sedikit berbeda, asalkan maksudnya sama dan diriwayatkan oleh dua Imam tersebut.
Jenggot merupakan hiasan bagi kaum laki-laki yang diciptakan Allah baginya, agar berbeda dengan kaum wanita. Sebagai cerita pelengkap, tatkala seorang laki-laki yang telah mencukur jenggotnya masuk menemui isterinya pada malam pengantin, berpalinglah si isteri dan tidak tertarik dengan penampilan yang tidak seperti ketika dilihatnya sebelum itu.
Ada ibu-ibu yang bertanya kepada seorang wanita : mengapa anda memilih seorang suami yang berjenggot? Jawabnya : karena aku kawin dengan seorang pria dan bukan dengan seorang wanita.[7]
Ketika telah menela’ah dan memahami isi dari hadits-hadits di atas, timbullah pertanyaan, apakah jenggot itu memang tidak boleh dipotong sama sekali atau ada ketentuan lain tentang ukuran panjang jenggot tersebut. Hal ini akan kita bahas melalui pendapat dibawah ini:
1.       Imam Abu Hanifah
Muhammad ibnul Hasan mengatakan: Imam Abu Hanifah mengabarkan kepada kami, dari al-Haitsam, dari Ibnu Umar RA.: Sesungguhnya dia (Ibnu Umar) dulu memegang jenggotnya, lalu memangkas yang di bawah genggamannya. Muhammad (ibnul Hasan) mengatakan: Dengannya kami berpendapat, dan inilah pendapatnya (Imam) Abu Hanifah.[8]

2.       Imam Malik
Imam Malik pernah ditanya: “Bagaimana jika jenggot itu panjang sekali, karena ada jenggot yang bisa panjang (sekali)?!” Imam Malik menjawab: “Aku berpendapat untuk diambil dan dipendekkan sebagiannya. Dan Imam malik meriwayatkan dari Ubaidulloh bin Umar, dari Nafi’: bahwa sesungguhnya Ibnu Umar dahulu jika memendekkan jenggotnya saat haji atau umroh, ia memegang jenggotnya, dan memotong yang keluar dari genggamannya.[9]

3.       Imam Syafi’i
Al-Muzani mengatakan: Aku tidak melihat ada orang yang lebih tampan wajahnya dari Imam Syafi’i -rohimahulloh-, dan terkadang ia mengenggam jenggotnya, lalu ia tidak menambah lebih dari genggamannya.[10]

4.       Imam Ahmad
Ishaq bin Hani’ mengatakan: Aku telah bertanya kepada (Imam) Ahmad, tentang orang yang mengambil sebagian dari sisi jenggotnya? Beliau menjawab: “Boleh baginya mengambil sebagian dari jenggotnya, apa yang melebihi genggamannya”. Aku bertanya lagi: Lalu bagaimana dengan hadits Nabi -shollallohu alaihi wasallam- yang berbunyi: “Potong tipislah kumis, dan biarkan jenggot apa adanya!”. Beliau menjawab: “Boleh baginya mengambil dari panjangnya dan dari bawah langit-langit mulutnya”. (Ishaq mengatakan:) Dan aku telah melihat (sendiri) Abu Abdillah (yakni Imam Ahmad) mengambil jenggotnya dari sisi panjangnya dan dari bawah langit-langit mulutnya.[11]

Dengan demikian lengkaplah sudah pengetahuan kita mengenai pemahaman mengenai jenggot (lihyah). Mulai dari perspektif tentang defenisi, hadits-hadits Rasulullah, tentang rantaian perawi, redaksi hadits tentang jenggot sampai kepada pendapat mazhab yang empat mengenai ketentuan panjang jenggot yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW.


C.   PENUTUP
Dari penjelasan di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa:
1.      Jenggot di dalam bahasa Arab disebut dengan lihyah yang secara terminologi bisa dipahami sebagai rambut yang tumbuh pada kedua pipi dan dagu. Jadi, semua rambut yang tumbuh pada dagu, di bawah dua tulang rahang bawah, pipi, dan sisi-sisi pipi.
2.      Rasululullah SAW memerintahkan kaum muslimin atau para sahabat pada waktu itu untuk berbedalah penampilan dengan kaum musyrikin dengan cara mencukur kumis dan memelihara jenggot, karena orang-orang musyrik pada waktu itu berpenampilan sebaliknya yaitu membiarkan/ menebalkan kumis dan mencukur jenggot.
3.       Rasulullah SAW menyeru untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis , namun telah dijelaskan pula oleh Imam yang empat tentang ketentuan panjangnya jenggot yang dianjurkan itu diantaranya dengan batas sampai segenggaman tangan.
Sebagai penutup, penulis mengakui adanya kekurangan dalam makalah ini, untuk itu penulis mengharapkan tanggapan yang berbentuk kritik, saran dari para pembaca.


D.     DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sunarto, Mutiara Hadits Shahih Muslim, Surabaya: Karya Agung, 2007.

Bukhori, Shahih Bukhori, Beirut: Dar al-Sha’b, tt, Juz. 4.

Labib. Mz, Samudra Pilihan Hadits Shahih Bukhori, Surabaya: Anugerah, 1993.

Dr. H. Munzier Suparta, M.A., Ilmu Hadits, Jakarta, PT. RajaGrafindo, 2011. Cet-7

Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Dar al-Fikr, 1993, Vol. I A

Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’I, M.A., Al-Hadits; Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000

Syaikh Jamil Zainu, Memelihara Jenggot adalah Wajib, akses tanggal 21 April 2012






[1] Lihat Mukhtashor Syama’il Al Muhammadiyyah, Muhammad Nashirudin Al Albani, hal. 13, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan.
[2] Bukhori, Shahih Bukhori, (Beirut: Dar al-Sha’b, tt), Juz. 4, hlm. 39, “Kitab al-Libaas,” “Bab Taqliim al-Azhfaara”, hadits nomor 5892.
[3] Muslim, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993) , Vol. I A, hlm. 178, “Kitab Thaharah”, “Bab Hishaal al-Fitrah” hadits nomor 259-2.
[4]  HR. Thabrani, Hasan. Dinukil dari Minal Hadin Nabawi I’faul Liha.
[5] Bukhori, Shahih Bukhori, (Beirut: Dar al-Sha’b, tt), Juz. 4, hlm. 39, “Kitab al-Libaas,” “Bab Taqliim al-Azhfaara”, hadits nomor 5893.
[6] Muslim, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993) , Vol. I A, hlm. 177, “Kitab Thaharah”, “Bab Hishaal al-Fitrah” hadits nomor 259
[7] Syaikh Jamil Zainu, Memelihara Jenggot adalah Wajib, hlm. 2 akses tanggal 21 April 2012
[8] Al-Atsar 900, al-Inayah Syarhul Hidayah 3/308
[9] Alistidzkar 27/65
[10] Lihat Siyaru A’lamin Nubala’ 10/11
[11] Lihat Kitabut Tarojjul dari Kitabul Jami’ 113-114