Rabu, 11 Juli 2012

TASAWUF

MAKALAH
PEMIKIRAN ISLAM KLASIK DAN MODERN
“T A S A W U F”



Dosen:
Drs. H. Abdul Kadir Sobur, P.hd

oke





Disusun Oeh :
Ahmad Sholihin Muttaqin
NIM. P.h. 211.2.1525







KONSENTRASI METODOLOGI DAN PEMIKIRAN HUKUM ISLAM
PRODI HUKUM ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA IAIN STS JAMBI
2012

KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas taufiq, hidayah dan inayah-Nya lah penulis bisa menyelesaikan makalah ini.
Shalawat dan salam kita kirimkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya dan keturunannya. Mudah-mudahan kita mendapatkan syafa’atnya di akhirat kelak. Amin.
Dengan berbekal segala kekurangan dan keterbatasan, serta mengharap taufiq dari Allah SWT, penyusun dapat menyajikan sebuah makalah yang bertemakan tentang “Tasawuf” ini, makalah disusun dengan persediaan yang sederhana. Oleh sebab itu, penulis meminta maaf jika terdapat kesalahan dan kekhilafan di dalamnya, semoga dapat kita perbaiki bersama. Dan mudah-mudahan makalah ini  bermanfaat. Ucapan terima kasih kepada bapak dosen yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam proses pengajaran pada mata kuliah Pemikiran Islam Klasik dan Modern  ini.

Jambi,     Juli 2012


Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
........……………………………………
i
DAFTAR ISI
....…………………………………………
ii
BAB I PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang  Masalah
B.      Pokok Masalah
……………………………………………
……………………………………………
1
1
BAB II PEMBAHASAN


A.      Pengertian Tasawuf
B.      Asal-Usul Tasawuf
C.      Sejarah Perkembangan Tasawuf

……………………………………………



4

7
BAB III PENUTUP


A.      Kesimpulan
B.      Kata Penutup
……………………………………………
……………………………………………
10
10
DAFTAR PUSTAKA

……………………………………………
11
                                                                                                                             







BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Al-Qur`an dan hadis bukanlah sebuah aturan-aturan kaku yang membatasi ruang gerak manusia. Al-Qur`an dan hadis adalah panduan hidup yang menggiring manusia menuju ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan. Kebahagiaan yang sempurna adalah kebahagiaan yang meliputi dua dimensi, yaitu dimensi dunia dan dimensi akhirat. Kebahagiaan di dunia dapat dirasakan dengan jiwa yang tentram. Kebahagiaan akhirat adalah kebahagiaan bertemu dan berkomunikasi dengan Allah. Berkomunikasi bukan dalam arti melalui panca indra dan organ tubuh yang dimiliki manusia, tetapi proses komunikasi yang dilakukan antara jiwa suci dengan jiwa Yang Maha Suci. Suatu kebahagiaan yang luar biasa dan anugrah yang tiada tara.
Mengikat lingkaran rohani dengan Allah merupakan tujuan akhir kehidupan manusia. Kehidupan yang berlandaskan rohani dan fitrah yang diciptakan Allah disebut dengan kehidupan yang hakiki. Sedangkan kehidupan yang hanya bersandarkan kepada materi saja adalah kehidupan yang semu. Oleh karena itu manusia pada dasarnya adalah suci, maka kegiatan yang dilakukan oleh sebagian manusia untuk mensucikan diri merupakan naluri manusia. Usaha yang mengarah kepada pensucian jiwa terdapat di dalam kehidupan tasawuf
Tasawuf merupakan suatu ajaran untuk mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Allah bahkan kalau bisa menyatu dengan Allah melalui jalan dan cara, yaitu maqâmât dan ahwâl. Dalam perkembangannya tasawuf mendapatkan berbagai kendala, ada pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf bukan berasal dari Islam itu sendiri tetapi merupakan pengaruh dari ajaran-ajarn agama lain.

B.      Rumusan Masalah
1.      Apakah Pengertian Tasawuf?
2.      Bagaimanakah asal-usul tasawuf?
3.      Bagaimanakah sejarah perkembangan Tasawuf



BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Tasawuf
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli mengenai asal kata tasawuf. Ada yang berpendapat bahwa tasawuf berasal dari kata ahl alsuffah, yaitu orang-orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Medinah, kehilangan harta benda dan dalam keadaan miskin, mereka tinggal di mesjid dan tidur di atas batu dengan memakai pelana sebagai bantal. Pelana ini disebut suffah. Meskipun miskin, ahl suffah berhati mulia, tidak mementingkan keduniaan, itu merupakan sifat-sifat kaum sufi.[1]
Ada yang bependapat bahwa tasawuf berasal dari kata shaf pertama dalam shalat. Sebagaimana halnya orang yang shalat di shaf pertama akan mendapat kemuliaan dan pahala, maka demikian juga kaum sufi dimuliakan Allah dan diberi pahala. Dan ada yang berpendapat bahwa tasawuf berasal dari kata al-Shafa’ yang berarti suci. Seorang sufi adalah orang yang mensucikan dirinya melalui latihanlatihan yang lama.[2]
Sophos kata Yunani yang berarti hikmah merupakan asal kata tasawuf. Didalam transliterisasi huruf s yang terdapat di dalam kata sophos ke dalam Bahasa Arab menjadi س (sin) dan bukan ص (shod), sebagaimana halnya kata falsafat dari kata philosophia. Dengan demikian kata sufi ditulis dengan سوف (sufi) dan bukan صوف (shufi). Selain itu ada yang menisbahkannya kepada kata shuf (صاف) yang berarti wol kasar. Kain yang terbuat dari wol kasar merupakan symbol kesederhanaan dan kemiskinan. walaupun hidup penuh kesederhanaan dan miskin, mereka berhati suci, tekun beribadah.[3]
Pendapat yang paling banyak dipakai dan megacu kepada makna sufi itu sendiri menurut para ahli adalah pendapat yang terakhir. Wol merupakan symbol kesederhanaan yang melambangkan kehidupan para sufi itu sendiri. Memberikan suatu definisi yang definitif terhadap tasawuf tidaklah mudah, karena esensi tasawuf sebagai pengalaman rohaniah yang sulit untuk dijelaskan melalui bahasa lisan. Tasawuf bersifat subyektif kerena pengalaman para sufi berbeda satu sama lain. Walupun demikian para ulama berusaha memberikan definisi tasawuf sejauh pantauan mereka terhadapnya. Tasawuf menurut Junaid al-Bagdadi (W.297 H/910 M) adalah membersihkan hati dari sifat-sifat yang menyamai binatang, menekan sifat basyariyah, menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi sifat kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar keabadiannya, menepati janji kepada Allah dan mengikuti syari’at Rasulullah.[4]
Tasawuf menurut Husni adalah kesucian hati dari pencemaran ketidakselarasan. Maksudnya bahwa seorang sufi harus menjaga hatinya dari ketidakselarasan dengan Tuhan, karena cinta adalah keselarasan dan pencinta hanya punya satu kewajiban di dunia, yaitu menjaga atau melaksanakan perintah sang kekasih.[5]
Menurut Abu Yazid al-Bustami (261 H/875 M) tasawuf mencakup tiga aspek, yaitu: Kha’, maksudnya takhalli, berarti mengosongkan diri dari perangai yang tercela, Ha’, maksudnya tahalli, yang berarti menghiasi diri dengan akhlak terpuji, dan Jim, maksudnya tajalli, yang berarti mengalami kenyataan ketuhanaan. Maksudnya Allah menampakkan dirinya kepada sufi tersebut. Ibrahim Basuni mengkategorikan pengertian tasawuf kepada tiga hal, yaitu al-bidâyah, al-mujâhadah, al-mudzâqah. Definisi berdasarkan al-bidâyah bahwa prinsip awal tumbuhnya tasawuf sebagi manisfestasi dari kesadaran spiritual manusia tentang dirinya sebagai makhluk Tuhan. Kategori ini menekankan kecenderungan jiwa dan kerinduannya secara fitrah kepada yang Maha Mutlak, sehingga orang senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Definisi berdasarkan al-mujâhadah yaitu pengertian yang membatasi tasawuf pada pengamalan-yang lebih menonjolkan akhlak dan amal dalam mendekatkan diri kepada Allah- yang didasarkan atas kesungguhan. Definisi berdasarkan kategori al-madzâqah adalah pengertian yang cenderung membatasi tasawuf pada pengalaman batin dan perasaan keagamaan, terutama dalam mendekati zat yang mutlak.
Abu Bakr Muhammad al-Kattani memberikan pengertian yang singkat dan padat bahwa tasawuf adalah kejernihan dan penyaksian.10 Pengertian ini mencakup dua segi, keduanya membentuk satu kesatuan yang saling menunjang. Pertama adalah cara yaitu kejernihan hati. Cara yang dilakukan adalah melakukan mujâhadah, menghapus sifat-sifat tercela, memutus hubungan dengan kesenangan duniawi dan berkonsentrasi penuh ke hadirat Allah. Kedua adalah tujuan yaitu penyaksian. Penyaksian adalah derajat ma’rifah yang paling tinggi yang merupakan tujuan akhir bagi orang-orang yang memiliki perasan halus dan berkepribadian mulia.
Dari beberapa pengertian di atas, disimpulkan bahwa tasawuf adalah suatu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin bahkan menunggal dengan Allah.

B.      Asal-usul Tasawuf
Teori-teori mengenai asal timbul atau munculnya aliran ini dalam Islam banyak berbeda-beda, antara lain:
1.      Pengaruh Kristen dengan paham menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri dalam biara-biara. Dikatakan bahwa Zahid dan sufi Islam meninggalkan dunia, memilih hidup sederhana dan mengasingkan diri, adalah pengaruh cara hidup rahib-rahib Kristen.
2.      Falsafat Mistik pythagoras yang berpendapat bahwa roh manusia bersifat kekal dan berada di dunia sebagai orang asing. Badan jasmani merupakan penjara bagi roh. Kesenangan roh adalah di alam samawi. untuk memeproleh hidup senang di alam samawi, manusia harus membersihkan roh dengan meninggalkan hidup materi, yaitu Zuhud. Ajaran Pythagoras untuk meninggalkan dunia dan pergi berkontlemplasi, inilah menurut pendapat sebagian orang yang mempengaruhi timbulya Zuhud san Sufisme dalam Islam.
3.      Falsafat amanasi Plotinus yang mengatakan bahwa wujud ini memancar dari Zat Tuhan Yang Maha Esa. Roh berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Tetapi dengan masuknya kealam materi , roh jadi kotor, dan untuk dapat kembali keasalnya Roh harus terlebih dahulu dibersihkan. Penyucian Roh adalah dengan dunia dan mendekati Tuhan dengan sedekat mungkin. Dikatan pula bahwa falsafat ini mempunyai pengaruh terhadap munculnya kaum Zahid dan Sufi dalam Islam.
4.      Ajaran Budha dengan faham Nirwananya. Untuk mencapai Nirwana, orang harus bisa meninggalkan Dunia dan memasuki hidup Kontemplasi. Faham Fana yang terdapat dalam sufisme hampir serupa dengan faham Nirwana.
5.      Ajaran-ajaran Hinduisme yang juga mendorong manusia untuk meninggalkan dunia dan mendekati Tuhanuntuk mencapai persatuan Atman dan Brahman.[6]
Inilah beberapa faham dan ajaran yang menurut teorinya mempengaruhi timbul dan munculya sufisme dikalangan umat Islam.
Zuhud yang dalam ajaran-ajaran agama non Islam semula hanya merupakan usaha individu untuk tidak tertarik terhadap kesenangan duniawi perlahan-lahan seiring perjalanan waktu mulai diterima oleh umat Islam. Apalagi bila melihat kenyataan bahwa zuhud adalah sebuah tiang penyangga bagi perilaku luhur. Atau dalam bahasa yang lebih tegas, zuhud pada hakikatnya merupakan solusi bagi problematika sosial yang disebabkan kecenderungan yang berlebihan terhadap materi. Dengan demikian, zuhud tidak bisa dipahami sebagai sikap antipati terhadap permasalahan keduniawian, namun harus dipandang sebagai satu sikap berlaku proporsional dan bertindak bijaksana dalam menyikapi permasalah keduniawian. Artinya, zuhud bukan berarti keterputusan dari kehidupan duniawi sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh kalangan pendeta, akan tetapi merupakan hikmah pemahaman yang membuat seseorang memiliki pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi itu. Mereka tetap bekerja dan berusaha, akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan kalbunya dan tidak membuat mereka mengingkari Tuhan-nya.
Yang menarik, penerimaan umat Islam terhadap zuhud ternyata dengan signifikan dibarengi munculnya kesadaran rohani. Apalagi bila mengingat bahwa zuhud yang pada hakikatnya merupakan benih-benih tasawuf ternyata tergambar dalam pribadi Nabi. Dalam kehidupan Nabi, umat bisa berkaca dan mengambil contoh bagaimana siklus kehidupan Nabi sangatlah sufistik.[7]
Tetapi bagaimanapun, dengan ataupun tampa pengaru-pengaruh dari luar, sufisme bisa timbul dalam Islam. Di dalam Islam terdapat ayat-ayat yang mengatakan bahwa manusia dekat sekali dengan Tuhan. Diantaranya:

Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.(QS. Al-Baqarah: 186)
Tuhan disini menyatakan bahwa ia dekat pada manusia dan mengabulkan permintaan yang meminta. Oleh kaum sufi do’a disini diartikan berseru, yaitu Tuhan mengabulkan seruan orang yang ingin dekat dengan-Nya.

Artinya: Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (QS. Qaaf : 16)
Ayat ini mengandung arti bahwa Tuhan ada didalam, bukan diluar diri manusia. Dalam Hadits ada yang mengabarkan dekatnya hubungan manusia dengan Tuhan.
  
“ orang yang mengetahui dirinya, itulah orang-orang yang mengetahui Tuhan.”
Jadi, terlepas dari kemungkinan adanya atau tidak adanya pengaruh dari luar, ayat-ayat serta Hadits seperti tersebut di atas dapat membawa kepada aliran sufi dalam Islam.

C.      Sejarah Perkembangan Tasawuf
 Mengenali sejarah tasawuf sama saja dengan memahami potongan-potongan sejarah Islam dan para pemeluknya, terutama pada masa Nabi. Sebab, secara faktual, tasawuf mempunyai kaitan yang erat dengan prosesi ritual ibadah yang dilaksanakan oleh para Sahabat di bawah bimbingan Nabi. Kenapa gerakan tasawuf baru muncul paska era Shahabat dan Tabi'in? Kenapa tidak muncul pada masa Nabi? Jawabnya, saat itu kondisinya tidak membutuhkan tasawuf. Perilaku umat masih sangat stabil. Sisi akal, jasmani dan ruhani yang menjadi garapan Islam masih dijalankan secara seimbang. Cara pandang hidupnya jauh dari budaya pragmatisme, materialisme dan hedonisme.
Tasawuf sebagai nomenklatur sebuah perlawanan terhadap budaya materialisme belum ada, bahkan tidak dibutuhkan. Karena Nabi, para Shahabat dan para Tabi'in pada hakikatnya sudah sufi: sebuah perilaku yang tidak pernah mengagungkan kehidupan dunia, tapi juga tidak meremehkannya. Selalu ingat pada Allah Swt sebagai sang Khaliq.
Ketika kekuasaan Islam makin meluas. Ketika kehidupan ekonomi dan sosial makin mapan, mulailah orang-orang lalai pada sisi ruhani. Budaya hedonisme pun menjadi fenomena umum. Saat itulah timbul gerakan tasawuf (sekitar abad 2 Hijriah). Gerakan yang bertujuan untuk mengingatkan tentang hakikat hidup.
Para mayoritas ahli sejarah berpendapat bahwa terma tasawuf dan sufi adalah sebuah tema yang muncul setelah abad II Hijriah. Sebuah terma yang sama sekali baru dalam agama Islam. Pakar sejarah juga sepakat bahwa yang mula-mula menggunakan istilah ini adalah orang-orang yang berada di kota Bagdad Irak. Pendapat yang menyatakan bahwa tema tasawuf dan sufi adalah baru serta terlahir dari kalangan komunitas Bagdad merupakan satu pendapat yang disetujui oleh mayoritas penulis buku-buku tasawuf.[8]
Sebagian pendapat mengatakan bahwa paham tasawuf merupakam paham yang sudah berkembang sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasulullah. Dan orang-orang Islam baru di daerah Irak dan Iran (sekitar abad 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang yang memeluk agama non Islam atau menganut paham-paham tertentu. Meski sudah masuk Islam, hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk mengamalkan ajarannya, yaitu dalam hidupannya sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri terhadap Tuhan. Mereka selalu mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian yang sangat sederhana, yaitu pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, sampai akhirnya dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut-penganut paham tersebut. Itulah sebabnya maka pahamnya kemudian disebut PAHAM SUFI, SUFISME atau PAHAM TASAWUF, dan orangnya disebut ORANG SUFI.[9]
Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal-usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad. Berasal dari kata "beranda" (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa, seperti telah disebutkan di atas. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad. Kemudian, menurut catatn sejarah, diantara sekalian sahabat Nabi, maka yang pertama sekali memfilsyafatkan ibadah dan menjadikan ibadah secara satu yang khusus, adalah sahabat Nabi Yang bernama Huzaifa bin Al Yamani, salah seorang sahabat Nabi yang Mulia dan terhormat. Beliaulah yang pertama kali menyampaikan ilmu-ilmu yang kemudian hari ini kita kenal dengan “Tasawuf” dan beliaulah yang membuka jalan serta teori-teori untuk tasawuf itu.[10]
Menurut cacatan sejarah, dari shabat Nabi Huzaifah bin al Yamani inilah pertama-tama mendirikan Madrasah Tasawuf . tetapi pada masa itu belumlah terkenal dengan nama Tasawuf, masih sangat sederhana sekali. Imam sufi  yang pertama di dalam sejarah Islam yaitu Al Hasan Al Basry seorang ulama besar Tabiin, adalah murid pertama Huzaifah bin al Yamani dan adalah keluaran dari Madrasah yang pernah didirikan oleh Huzaifah bin Al Yamani.[11]
Selanjutnya, Tasawuf itu berkembang yang dimulai oleh Madrasah huzaifah bin Al yamani di madinah, kemudian diteruskan Madrasah Al Hasanul basry di basrah dan seterusnya oleh Sa’ad bin Al Mussayib salah seorang ulama besar Tabi’in, dan masih banyak lagitokoh-tokoh ilmu Tasawuf lainnya. Sejak itulah pelajaran Ilmu tasawwuf telah mendapat kedudukan yang tetap dan tidak akan terlepas lagi dari masyarakat ummat Islam sepanjang masa.




BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Dari uraian di atas, penulis mengambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1.      Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli mengenai asal kata tasawuf.  Ada yang berpendapat bahwa tasawuf berasal dari kata ahl alsuffah, yaitu orang-orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Medinah, kehilangan harta benda dan dalam keadaan miskin, mereka tinggal di mesjid dan tidur di atas batu dengan memakai pelana sebagai bantal. Pelana ini disebut suffah. Meskipun miskin, ahl suffah berhati mulia, tidak mementingkan keduniaan, itu merupakan sifat-sifat kaum sufi.
2.      Teori-teori mengenai asal timbul atau munculnya aliran ini dalam Islam banyak berbeda-beda, antara lain: Pengaruh Kristen dengan paham menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri dalam biara-biara. Dikatakan bahwa Zahid dan sufi Islam meninggalkan dunia, memilih hidup sederhana dan mengasingkan diri, adalah pengaruh cara hidup rahib-rahib Kristen.
3.      Menurut cacatan sejarah, dari shabat Nabi Huzaifah bin al Yamani inilah pertama-tama mendirikan Madrasah Tasawuf . tetapi pada masa itu belumlah terkenal dengan nama Tasawuf, masih sangat sederhana sekali. Imam sufi  yang pertama di dalam sejarah Islam yaitu Al Hasan Al Basry seorang ulama besar Tabiin, adalah murid pertama Huzaifah bin al Yamani dan adalah keluaran dari Madrasah yang pernah didirikan oleh Huzaifah bin Al Yamani.

B.      Kata Penutup
Dengan mengucap Alhamdulilla ar-Robba al-‘Alamin, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan dan penyusunan makalah ini, namun penulis tetap mengharapkan kritik dan saran kepada para pembaca. Sehingga makalah ini dapat mendekati kekesempurnaan.



DAFTAR PUSTAKA

Ali Ibn Usman al-Hujwiri, Kasyful Mahjub (the oldest Persian Treatis on Sufism), Alih Bahasa: Suwardjo Muthori, Abdul Hadi WM, Bandung: Mizan, 1994, h.47

Harun Nasution, Falsafat Islam dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Mustafa Zahri, Kunci Memahami ilmu Tasawuf. Surabaya; Pt. Bina Ilmu. 1984.
Tim Penyusun, Pengantar Ilmu Tasawuf, Medan: Proyek PPTA Sumut, 1982, h.9
Taufik Abdullah (ed), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Pemikiran dan Peradapan, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeven, tth.









[1] Harun Nasution, Falsafat Islam dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintangt, 1973, h.57
[2] Tim Penyusun, Pengantar Ilmu Tasawuf, Medan: Proyek PPTA Sumut, 1982, h.9
[3] Taufik Abdullah (ed), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Pemikiran dan Peradapan, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeven, tth, h.139

[4] Ibid,.
[5] Ali Ibn Usman al-Hujwiri, Kasyful Mahjub (the oldest Persian Treatis on Sufism), Alih Bahasa: Suwardjo Muthori, Abdul Hadi WM, Bandung: Mizan, 1994, h.47
[6] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, h. 55-56
[10] Mustafa Zahri, 1984. Kunci Memahami ilmu Tasawuf. Surabaya; Pt. Bina Ilmu Hal. 155 
[11] Ibid.