Selasa, 03 Juli 2012

ALIRAN KHAWARIJ DAN MURJI'AH

MAKALAH
PEMIKIRAN ISLAM KLASIK DAN MODERN
“ALIRAN KHAWARIJ DAN MURJI’AH”


Dosen:
Dr. H. Abdul Qadir Sobur, MA., P.hd

oke






Disusun Oleh:

 Ahmad Sholihin Muttaqin
NIM. P.h. 211.5.1525








KONSENTRASI METODOLOGI DAN PEMIKIRAN HUKUM ISLAM
PRODI HUKUM ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA IAIN STS JAMBI
2012
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam dan Sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman.
Dan tidak lupa penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada bapak dosen Drs. H. Abdul Qadir Sobur, P.hd yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini. Begitu pula kepada rekan-rekan mahasiswa pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi yang nantinya akan membantu dalam penyempurnaan makalah ini.
Di dalam makalah ini, penulis membahas mengenai tokoh pemikiran Islam modern yaitu Muhammad Abduh dan Pemikirannya yang merupakan sub bahasan dalam mata kuliah Pemikiran Islam Klasik dan Modern. Tentunya, sebagaimana yang difahami penulis bahwa pengetahuan seseorang tidaklah mutlak atau bersifat relatif, untuk itu masih diperlukan perbaikan-perbaikan nantinya jika tredapat kekeliruan.
Harapan penulis, makalah yang dirangkum dengan pembahasan mengenai Muhammad Abduh ini dapat bermamfaat dan menambah khazanah keilmuan bagi para pembacanya. Amin.
Jambi,    Juli 2012

Ahmad Sholihin Muttaqin
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
…………………………………………………………………
i
DAFTAR ISI
…………………………………………………………………
ii
A.     PENDAHULUAN
…………………………………………………………………
1
B.      PEMBAHASAN
…………………………………………………………………
2
1.      Latar Belakang Muhammad Abduh

…………………………………………………………………

2
2.      Pemikiran Muhammad Abduh

…………………………………………………………………

4
3.    Karya-karya Muhammad Abduh

…………………………………………………………………

11
C.      PENUTUP
…………………………………………………………………
12
D.     DAFTAR PUSTAKA

…………………………………………………………………
13
                                                                                                                             





ALIRAN KHAWARIJ DAN MURJI’AH
A.     PENDAHULUAN
Semua agama yang diturunkan Allah SWT ke muka bumi (agama wahyu), menempatkan tauhid di tempat yang pertama dan utama, karena itu setiap rasul yang diutus Allah SWT mengemban tugas untuk menanamkan tauhid ke dalam jiwa umatnya, mengajak mereka supaya beriman kepada Allah SWT, menyembah, mengabdi dan berbakti kepadanya, melarang mereka menyekutukan Allah SWT dalam bentuk apapun, baik zat, sifat maupun af’al-Nya.
Misi risalah semacam ini pulalah yang diemban oleh Rasulullah SAW, karena itu tema sentral setiap dakwah dan seruannya adalah tauhid bahkan pada awal masa kerasulannya. Selama di Mekah, beliau memfokuskan perhatian kepada pembinaan tauhid ini sehingga semua aktifitas dakwahnya diarahkan ke masalah tauhid, ayat-ayat al-Quran yang turun pada periode Mekah pun berisi masalah-masalah ketauhidan beliau dan baru pada masa Madinah diarahkan kepada pembinaan hukum-hukum Allah SWT, dan hal itu pun tanpa meninggalkan bahkan memperkokoh tauhid itu sendiri.
Mendahulukan dan mengutamakan aspek aqidah (tauhid) di dalam risalah Rasulullah SAW daripada aspek hukum, bukan saja karena tauhid merupakan dasar pokok ajaran Islam tetapi juga karena hukum-hukum Allah tersebut tidak akan bisa diterima dan dilaksanakan dengan baik dan benar tanpa keimanan yang kuat, begitupun sebaliknya. Karena aqidah (tauhid) dan hukum (syari’at) mempunyai hubungan timbal balik yang sangat erat dan tak terpisahkan.    
Pada zaman Rasulullah SAW sampai masa pemerintahan Usman bin Affan (644-656 M) problem ketauhidan dikalangan umat Islam belum muncul. Namun problem ini baru timbul di zaman pemerintahan Ali bin Abi Thalib (656-661) yang dibuktikan dan diawali dengan adanya kelompok/ aliran karena perbedaan pendapat dalam masalah tahkim antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan pada waktu perang shiffin.
Adapun pokok yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Aliran Khawarij dan Murji’ah dan pokok-pokok ajaran beserta sekte-sektenya.


B.      PEMBAHASAN
1.      Sejarah Aliran Khawarij dan Murji’ah
a.      Sejarah Khawarij
Secara etimologi (lughat), kata khawarij (خَوَارِجٌ) berasal dari bahasa Arab yaitu (خَرَجَ - يَخْرٌجٌ) yang berarti keluar.[1] Namun secara terminologi (ishtilah) adalah aliran (pengikut) Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap Ali bin Abi Thalib  yang menerima tahkim (arbitrase) dalam perang shiffin (37 H/ 648 M) dengan kelompok pemberontak (bughat) yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.[2]
Pengikut khawarij, pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab Baduwi. Kehidupannya di padang pasir yang serba tandus, menyebabkan mereka bersifat sederhana, baik dalam cara hidup maupun dalam cara berfikir. Selain itu pula mereka bersifat keras hati, berani, bersikap merdeka, tidak bergantung kepada orang lain, dan cenderung radikal. Karena watak keras yang dimiliki oleh mereka itulah, maka dalam berfikir dan memahami agama mereka pun berpandangan sangat keras.[3]
Pada masa-masa perkembangan awal Islam, persoalan-persoalan politik memang tidak bisa dipisahkan dengan persoalan-persoalan teologis. Sekalipun pada masa-masa Rasulullah SAW masih hidup, setiap persoalan tersebut bisa diselesaikan tanpa memunculkan perbedaan pendapat yang berkepanjangan di kalangan para sahabat. Setelah Rasulullah SAW wafat, dan memulainya penyebaran Islam ke seluruh pelosok jazirah Arab dan luar Arab persoalan-persoalan baru pun bermunculan diberbagai tempat dengan bentuk yang berbeda-beda pula. Sehingga, munculnya perbedaan pandangan di kalangan ummat Islam tidak bisa dihindari.


b.      Sejarah Murji’ah
Secara bahasa (etimologi), kata murji’ah diambil dari kata arja (أَرْجَى) yang bermakna menangguhkan.[4] Ada pula yang mengatakan diambil dari kata (رَجَا - يَرْجُوْا - رَجَاءً) yang berarti mengharapkan[5] dan ada juga dari kata raja’a (رَجَعَ) yang bermakna kembali[6]. Sedangkan menurut istilah (terminologi) adalah aliran (kelompok) yang meyakini bahwa penangguhan vonis hukuman perbuatan seseorang hingga di pengadilan Allah SWT kelak, tidak mengkafirkan seorang muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah SWT, sehingga sekalipun seorang muslim berdosa besar tetap diakui sebagai muslim dan punya harapan untuk bertobat dan konsekuensi hukum dari perbuatan manusia kembali (bergantung) pada Allah SWT.[7] Aliran murji’ah muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya “kafir mengkafirkan” terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal ini dilakukan oleh aliran khawarij.
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan murji’ah.
1.      Gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Kelompok ini diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan syi’ah dan khawarij.[8]
2.      Gagasan irja diperkirakan muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang dibawa oleh cucu Ali bin Abi Thalib, al-Hasan bin Muhammad al-Hanafiah sekitar pada tahun 695M. Dalam teori ini dikisahkan bahwa 20 tahun setelah kematian Muawiyah dunia islam dikoyak oleh pertikaian sipil karna telah terjadi perpecahan umat. Menanggapi hal ini al-Hasan kemudian memberikan sikap politik sebagai upaya penanggulangan perpecahan umat Islam tersebut, sehingga kemudian ia mengelak berdampingan dengan kelompok syi’ah revolusioner yang dibawa oleh al-Mukhtar, yang terlampau mengagungkan Ali bin Abi Thalib dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari kaum khawarij yang menolak kekhalifahan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan dari pendosa.
3.      Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukan lah tahkim atas usulan Amr bin Asy, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Pada saat itu kelompok Ali terpecah menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok yang mendukung dan menentang Ali.  Kelompok yang menentang Ali pada akhirnya keluar dan membentuk sebuah kelompok bernama khawarij. Golongan yang keluar dari barisan Ali ini menganggap bahwa keputusan tahkim tidak berdasarkan hukum Allah, melainkan bertentangan dengan al-Quran. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar, dan pelakunya dapat dihukumi kafir. Pendapat ini ditentang oleh sekelompok sahabat yang kemudian disebut dengan murji’ah, yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah SWT, apakah Allah SWT akan mengampuninya atau tidak.[9]

2.      Pokok-pokok Ajaran Khawarij dan Murji’ah
a.      Pokok ajaran Khawarij
Dengan mengutip beberapa ayat Al-Quran, mereka berusaha untuk mempropagandakan pemikiran-pemikiran politis yang berimplikasi teologis itu, sebagaimana tercermin di bawah ini :
1)      Mengakui kekhalifahan Abu Bakar dan Umar; sedangkan Usman dan Ali, juga orang-orang yang ikut dalam “Perang Jamal”, dipandang telah berdosa.
2)      Mengkafirkan setiap pelaku dosa besar apabila ia tidak bertobat.
3)      Khalifah tidak sah, kecuali melalui pemilihan bebas diantara kaum muslimin dan menolak pandangan bahwa khalifah harus dari suku Quraisy.
4)      Ketaatan kepada khalifah adalah wajib, selama berada pada jalan keadilan dan kebaikan. Jika menyimpang, wajib diperangi dan dibunuh.
5)      Menerima al-Quran sebagai salah satu sumber diantara sumber-sumber hukum Islam.[10]
Selain pemikiran-pemikiran politis yang berimplikasi teologis, kaum Khawarij juga memiliki pandangan atau pemikiran (doktrin-doktrin) dalam bidang sosial yang berorientasi pada teologi, sebagaimana tercermin dalam pemikiran-pemikiran sebagai berikut:
1)      Seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim, sehingga harus dibunuh dan seorang muslim bisa menjadi kafir apabila tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula.[11]
2)      Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka, bila tidak maka wajib diperangi karena dianggap hidup di negara musuh, sedangkan golongan mereka dianggap berada dalam negeri Islam.
3)      Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
4)      Adanya wa’ad (orang yang baik harus masuk kedalam surga) dan wa’id sedangkan orang yang jahat harus masuk neraka).
5)      Amar ma’ruf nahi munkar.
6)      Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
7)      Al-Quran adalah makhluk.
8)      Memalingkan ayat-ayat al-Quran yang besifat mutasyabihat (samar).[12]
b.      Pokok ajaran Murji’ah
Secara garis besar, pokok-pokok ajaran murji'ah adalah:
1)      Pengakuan iman cukup hanya dalam hati. Sebab iman dan amal perbuatan dalam Islam merupakan satu kesatuan.
2)      Selama meyakini dua kalimat syahadat, seorang muslim yang berdosa besar tak dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan manusia ditangguhkan, artinya hanya Allah SWT yang berhak menjatuhkannya di akhirat.
Sementara itu Harun Nasution menyebutkan, bahwa murji’ah memiliki 4 (empat) pokok ajaran, yaitu :
1)      Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah SWT di hari kiamat kelak.
2)      Menyerahkan keputusan kepada Allah SWT atas orang muslim yang berdosa besar.
3)      Meletakkan (pentingnya) iman dari amal.
4)      Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT.[13]

3.      Sekte-sekte Aliran Khawarij dan Murji’ah
a.      Sekte-sekte Khawarij
Munculnya banyak cabang dan sekte Khawarij ini diakibatkan banyaknya perbedaan dalam bidang akidah yang mereka anut dan banyaknya nama yang mereka pergunakan sejalan dengan perbedaan akidah mereka yang beraneka ragam itu. Asy-Syak’ah menyebutkan adanya delapan firqah besar, dan firqah-firqah ini terbagi lagi menjadi firqah-firqah kecil yang jumlahnya sangat banyak. Perpecahan ini menyebabkan gerakan kaum Khawarij lemah, sehingga mereka tidak mampu menghadapi kekuatan militer Bani Umayyah yang berlangsung bertahun-tahun. Sekte-sekte khawarij tersebut antara lain:
a)      Al-Muhakimah
Golongan khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut Ali bin Abi Thalib. Mereka menganggap semua orang yang terlibat dalam arbitase adalah kafir. Berbuat zina dan membunuh orang tanpa alasan yang sah adalah keluar dari Islam dan kafir.
b)      Al-Azariqoh
Golongan khawarij yang dipimpin Nafi ibnu Azraq dengan pandanganya yang lebih ekstrim dibandingkan dengan golongan-golongan lainya. Menurut mereka selain mereka dan para pendukungnya seperti Abdurrahman ibnu Muljam (pembunuh Ali) adalah musyrik, dan kekal selamanya di neraka.
c)      An-Nadjad
Bagi goongan ini, keimanan dan keIslaman seseorang ditentukan oleh kewajiban mengimani Allah SWT dan Rasul-Nya. Orang-orang yang tidak peduli tentang itu dianggap tidak beriman dan tidak dapat diampuni. Hanya golongan ini  yang dianggap beriman.
d)      Al-Jaridah
Mereka adalah pengikut dari Abd al-Karim ibn Ajrad yang menurut asy-Syahratsani merupakan salah satu teman dari ‘Atiah al-Hanafi. Mereka lebih lunak dbanding yang lain. Bagi mereka hijrah tidak menjadi kewajiban, tetapi hanya menjadi kebijakan. Orang yang beriman tidak harus tinggal di tempat kekuasaan mereka dan bukan merupakan kafir.
e)      Al-Maimunah
Golongan ini berpaham Qadariyah. Mereka menganggap semua perbuatan manusia timbul karena inisiatif manusia itu sendiri.
f)       As-Sufriyah
Golongan As-Sufriyah adalah pengikut dari Zaid ibnu Asfar. Golongan ini hampir sama dengan Al-Azriqah tetapi ada sedikit perbedaan diataranya adalah: anak-anak orang musyrik tidak boleh dibunuh, tidak harus hijrah, dll.[14]
Menurut Prof. Taib Thahir Abdul Mu’in, bahwa sebenarnya ada dua golongan utama yang terdapat dalam aliran Khawarij, yakni :
1)     Sekte Al-Azariqoh
Nama ini diambil dari Nafi Ibnu Al-Azraq, pemimpin utamanya, yang memiliki pengikut sebanyak dua puluh ribu orang. Di kalangan para pengikutnya, Nafi digelari “amir al-mukminin”. Golongan al-Azariqoh dipandang sebagai sekte yang besar dan kuat di lingkungan kaum Khawarij.
Dalam pandangan teologisnya, Al-Azariqoh tidak menggunakan term kafir, tetapi menggunakan term musyrik atau politeis. Yang dipandang musyrik adalah semua orang yang tidak sepaham dengan ajaran mereka. Bahkan, orang Islam yang tidak ikut hijrah kedalam lingkungannya, dihukumkan musyrik.
Karena kemusyrikannya itu, kaum ini membolehkan membunuh anak-anak dan istri yang bukan golongan Al-Azariqoh. Golongan ini pun membagi daerah kekuasaan, yakni “dar al-Islam” dan “dar al-Kufur”. Dar al-Islam adalah daerah yang dikuasai oleh mereka, dan dipandang sebagai penganut Islam sebenarnya. Sedangkan Dar al-Kufur merupakan suatu wilayah atau negara yang telah keluar dari Islam, karena tidak sefaham dengan mereka dan wajib diperangi.
2)    Sekte Al-Ibadiah
Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh sekte Khawarij. Nama golongan ini diambnil dari Abdullah Ibnu Ibad, yang pada tahun 686 M. memisahkan diri dari golongan Al-Azariqoh.
Adapun faham-fahamnya yang dianggap moderat itu, antara lain :
a)      Orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukan pula musyrik, tetapi kafir. Orang Islam demikian, boleh mengadakan hubungan perkawinan dan hukum waris. Syahadat mereka diterima, dan membunuh mereka yang tidak sefaham dihukumkan haram.
b)      Muslim yang melakukan dosa besar masih dihukumkan ‘muwahid’, meng-esa-kan Tuhan, tetapi bukan mukmin. Dan yang dikatakan kafir, bukanlah kafir agama, tetapi kafir akan nikmat. Oleh karenanya, orang Islam yang melakukan dosa besar tidak berartyi sudah keluar dari Islam.
c)      Harta kekayaan hasil rampasan perang yang boleh diambil hanyalah kuda dan senjata. Sedangkan harta kekayaan lainnya, seperti emas dan perak, harus dikembalikan kepada pemiliknya.
d)      Daerah orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka, masih merupakan “dar at-tauhid”, dan tidak boleh diperangi.[15]
b.      Sekte-sekte aliran Murji’ah        
 Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat dari kalangan para pendukung Murji’ah itu sendiri. Secara garis besar golongan ini dibedakan atas dua golongan sebagai berikut;
3)       Murji’ah Moderat
Penggagas pendirian ini adalah al-Hasan bin Muhammad bin Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan bebepa ahli hadist. Kelompok ini berpendirian bahwa:
a)      Pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak ada kekal didalam neraka mereka disiksa sebesar dosanya sampai selanjutnya akan masuk surga.
b)      Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan Rasul-Nya serta apa saja yang datang darinya secara keseluruhan dalam garis besar.
c)      Iman tidak akan bertambah dan tidak berkurang. Tidak ada perbedaan manusia dalam hal ini.
4)       Murji’ah Ekstrem
Adapun yang ekstrim ialah al-Jahmiyah, ash-Shalihiyah, al-Yunusia, al-Ubaidiyah, dan al-Hasaniah. Pandangan setiap kelompok dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)      Jahmiyah, kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa manusia yang beriman dan menyatakan kekufuranya tidak menjadi kufur, karena iman berada dalam hati bukan dalam anggota tubuh yang lain.
b)      Shalihiyah, kelompok Abu Hasan ash-Shalihi, iman adalah mengetahui Tuhan dan kufur adalah tidak mengetahui Tuhan. Sholat, zakat, puasa dan haji bukan merupakan ibadah, ibadah adalah iman itu sendiri.
c)      Yunusiah dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa perbuatan jahat atau maksiat tidak merusak iman seseorang.
d)      Hasaniyah, menyebut bahwa orang yang mengakui haji ke ka’bah tetapi mengatakan tidak tahu ka’bah itu di tempat yang sesungguhnya, maka orang ini masih mukmin.[16]



C.      PENUTUP
Dari uraian diatas, dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Khawarij adalah aliran (pengikut) Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap Ali bin Abi Thalib  yang menerima tahkim (arbitrase) dalam perang shiffin (37 H/ 648 M) dengan kelompok pemberontak (bughat) yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah. Sedangkan murji’ah adalah aliran (kelompok) yang meyakini penangguhan vonis hukuman perbuatan seseorang hingga di pengadilan Allah SWT kelak, tidak mengkafirkan seorang muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah SWT, sehingga sekalipun seorang muslim berdosa besar tetap diakui sebagai muslim dan punya harapan untuk bertobat dan konsekuensi hukum dari perbuatan manusia kembali (bergantung) pada Allah SWT.
2.      Pokok ajaran aliran khawarij adalah seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim, sehingga harus dibunuh dan seorang muslim bisa menjadi kafir apabila tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula. Sedangkan pokok ajaran murji’ah adalah pengakuan iman cukup hanya dalam hati. Sebab iman dan amal perbuatan dalam Islam merupakan satu kesatuan dan selama meyakini dua kalimat syahadat, seorang muslim yang berdosa besar tak dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan manusia ditangguhkan, artinya hanya Allah SWT yang berhak menjatuhkannya di akhirat.
3.      Sekte-sekte aliran khawarij secara garis besar terbagi dua, yaitu khawarij moderat dan ekstrem. Dan sekte-sekte aliran murji’ah dapat dibagi yaitu murji’ah moderat dan murji’ah ekstrem yang terbagi kepada al-Jahmiah, ash-Shalihiah, al-Yunusiah, al-Ubaidiyah dan al-Hasaniah.
Sebagai penutup, penulis mengakui adanya kekurangan dalam makalah ini, untuk itu penulis mengharapkan tanggapan yang berbentuk kritik, saran dari para pembaca.




D.      DAFTAR PUSTAKA
A. Nasir Salihun, Pengantar Ilmu Kalam, (Jakarta : Rajawali Pers. 1991).
Mahmud Yunus, Kamus Besar Arab – Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990).
Mustafa Helmi, Pengkafiran Sesama Muslim, Akar Historis Permasalahannya, (Bandung: Pustaka, 1985).
Drs. Rohison Anwar, M.Ag dan Drs. Abdul Razak, M.Ag,  Ilmu Kalam, (Bandung : Pustaka Setia, 2000).
Sufyan Raji Abdullah Muhammad, Lc, Mengenal Aliran Islam, (Jakarta: Putaka al-Riyadi, 2003).
Prof. Taib Thahir Abd mu’in, Ilmu Kalam, (Jakarta: Wijaya, 1981).
Adeng Muchtar Ghozali dalam www.http//wordpres.com. Kategori : Refleksi Spiritual/khawarij dan Murji’ah/ tebar cinta damai. Diakses pada 7 Juni 2012.







[1] Mahmud Yunus, Kamus Besar Arab – Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), Hal. 115
[2] Sufyan Raji Abdullah Muhammad, Lc., Mengenal Aliran Islam, (Jakarta: Putaka al-Riyadi, 2003), Hal. 69
[3] Drs. Rohison Anwar, M.Ag dan Drs. Abdul Razak, M.Ag.,  Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000),.Hal. 51
[4] Mahmud Yunus, Op.cit, Hal. 139
[5] Ibid.
[6] Ibid, Hal. 138
[7] Sufyan Raji Abdullah Muhammad, Lc, Op.cit, Hal. 75
[8] Rohison Anwar dan Abdul Razak, Opcit, Hal. 56
[9] Ibid, Hal 57
[10] Adeng Muchtar Ghozali dalam www.http//wordpres.com. Kategori : Refleksi Spiritual/khawarij dan Murji’ah/ tebar cinta damai. Dikutip pada 7 Juni 2012.
[11] Rohison Anwar dan Abdul Razak, Opcit, Hal. 51
[12] Ibid.
[13] Ibid, Hal. 59
[14] Mustafa Helmi, Pengkafiran Sesama Muslim, Akar Historis Permasalahannya, (Bandung: Pustaka, 1985), Hal 12.
[15] Taib Thahir Abd mu’in, Ilmu Kalam, (Jakarta: Wijaya, 1981), Hal. 32
[16] Rohison Anwar dan Abdul Razak, Opcit, Hal. 61

Tidak ada komentar:

Posting Komentar