MAKALAH
مَسَائِلُ الْفِقْهِ
“INSEMINASI BUATAN, BAYI TABUNG DAN KLONING”
![]() |
DI
SUSUN OLEH :
Nama
NIM
Fakultas
Jur/Smt
|
:
:
:
:
|
Ahmad
Sholihin Muttaqin
UT.
060741
Ushuluddin
Tafsir
Hadits/III
|
DOSEN
PEMBIMBING :
DRS. IBRAHIM SYUKUR
NIP.
150 251 219
ISTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2007
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, berkat
rahmat Allah SWT. yang telah melimpahkan taufik dan hidayahNya kepada Kami,
sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dibuat sejalan dengan
tugas yang diberikan oleh Dosen pada mata kuliah “Masailul Fiqh” yang
berjudul “Inseminasi Buatan, Bayi Tabung dan Kloning” dengan tujuan
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan mahasiswa dalam bidang media pembelajaran.
Kami menyadari sepenuhnya makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, Kami sangat menerima kritik dan
saran dari Dosen dan rekan-rekan mahasiswa yang bersifat membangun guna
perbaikan kualitas makalah ini dan supaya sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Semoga makalah ini bisa bermamfaat dan membantu para mahasiswa,
khususnya di Fakultas Ushuluddin sehingga kita bisa memahami materi perkuliahan
yang diberikan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jambi, 28 Januari 2008
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang 1
B.
Pokok
Permasalahan 2
Pembahasan
A. Pengertian Inseminasi Buatan, Bayi Tabung dan
Kloning 3
B. Teknik Inseminasi Buatan 6
C. Pandangan Islam Serta Kedudukan
Inseminasi Buatan, Bayi Tabung dan Kloning 6
Penutup
- Kesimpulan 11
- Saran 11
Daftar Pustaka 12
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di dalam al-Quran dijelaskan bahwa
Allah SWT menjadikan manusia kepada dua jenis: laki-laki dan perempuan. Kedua
jenis kelamin tersebut masing-masing diberi naluri saling mencintai dan sebagai
buahnya manusia di dunia ini sapat berkembang biak. Untuk memperoleh keturunan
yang sah, sebelumnya manusia diperintahkan membentuk rumah tangga melalui
proses akad nikah dengan aturan yang telah ditentukan. Hubungan jenis kelamin
itu jika tanpa didahului akad nikah tergolong perbuatan zina. Sedangkan zina
diharamkan oleh Islam.
Waluapun demikian realita saat ini
banyak pasangan suami istri yang sukar atau tidak bisa mendapatkan anak. Menurut Prof Dr .
Asri Rasad, MSc, PhD, Dekan Fakultas Kedokteran UI menyatakan bahwa setidaknya
ada 10% - 20% pasangan suami istri yang mengalami kesulitan untuk memperoleh
keturunan. Kesulitan memperoleh keturunan bisa dikarenakan beberapa sebab. Ada sebab dari sumai dan
ada sebab dari istri.
Ketidakhadiran (tidak memiliki) anak
bisa mengakibatkan terganggunya kebahagiaan dan kesejahteraan kehidupan
keluarga. Namun dalam hal ini biasanya pasangan suami istri yang tidak
mempunyai anak mencari beberapa alternative, misalnya : 1) menyerah kepada
nasib, 2) adopsi, 3) cerai. 4) poligami, 5) inseminasi buatan/bayi tabung/
kloning. Mengenai alternatif terakhir yang nota bene penemuan dibidang
teknologi kedokteran, masih banyak persoalan terutama jika ditinjau dari segi
hukum agama.
B.
Pokok
Permasalahan
Di dalam pembahasan ini
penyusun akan mengetengahkan tentang apa itu inseminasi buatan/ bayi tabung/
kloning? bagaimana pandangan Islam srta Kedudukannya tentang hal ini.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Inseminasi Buatan, Bayi Tabung dan Kloning
Inseminasi buatan merupakan terjemahan
dari istilah Inggris artificial insemination. Dalam bahasa Arab disebut
al-talqih al-shina‘iy. Dalam bahasa Indonesia ada yang menyebut
pemanian buatan, pembuahan buatan, atau penghamilan buatan.
Batasannya dirumuskan dengan redaksi
yang bermacam-macam. Dr. H. Djamalin mengemukakan bahwa yang dimaksud
dengan inseminasi buatan ialah “Pekerjaan memasukkan mani (sperma atau semen)
ke dalam rahim (kandungan) dengan menggunakan alat khusus dengan maksud
terjadinya pembuahan”. Ir Suryo memberikan batasan : suatu cara untuk
menempatkan sperma di dalam atau di
dekat saluran cervik dari uterus dengan menggunakan suatu alat dan bertujuan
supaya terjadi kehamilan. Dr. Nukman Moeloek lebih spesifik : suatu cara
atau teknik untuk memasukkan air mani suami ke dalam kandungan isteri secara
buatan. Sementara Dr. H. Ali Akbar memberikan pengertian bahwa yang dimaksud
dengan inseminasi buatan ialah membuahi istri tanpa junub yang dilakukan dengan
pertolongan dokter. Pada kesempatan lain ia juga menjelaskan bahwa inseminasi
buatan adalah memasukkan sperma ke dalam alat kelamin perempuan tanpa
persetubuhan untuk membuahi telur atau ovum wanita.[1]
Bayi tabung adalah sel telur yang
telah dibuahi oleh sperma yang telah dibiakkan dalam tempat pembiakan (cawan)
yang sudah siap untuk diletakkan ke dalam rahim seorang ibu.
Adapun pengertian kloning manusia,
dapat diuraikan pendapat Antonius Suwanto dalam artikelnya di Harian
Kompas, dengan mengatakan : kloning dari etemologinya, klon (bahasa Yunani)
sebagai kata benda yang artinya :
a.
Agregat
progeny; yaitu suatu individu yang dihasilkan secara aseksual
b.
Yaitu
suatu individu yang berasal dari sel somatik tunggal orang tuanya dan secara
genetic dia identik.
Dan sebagai kata kerja, klon (kloning)
diartikan sebagai upaya memperbanyak klon, mengopi atau menghasilkan klon. Oleh
karena itu, kloning merupakan produksi satu atau lebih individu makhluk hidup,
termasuk manusia yang identik secara genetika.[2]
Secara umum dapat diambil pengertian
bahwa inseminasi buatan adalah suatu cara atau teknik memperoleh kehamilan
tanpa melalui persetubuhan (coitus).
Untuk memahami secara
pasti tentang inseminasi buatan penyusun akan mencoba menceritakan sedikit
tentang sejarah san contoh-contohnya. Daniel Rumondor memberikan isyarat bahwa
inseminasi buatan agaknya diilhami oleh keberhasilan syeikh-syeikh arab
memperanakkan kuda sejak tahun 1322. Praktek inseminasi buatan pada manusia
secara tidak langsung terkandung dalam cerita midrash-midrash dimana Ben Sirah
dikandung secara tidak sengaja karena ibunya memakai air bak yang sudah
tercampur sedikit air mani. Jhon Hunter, seorang guru dari Edward Jenner
(penemu vaksinasi) dan Dr. P.S. Physick dari Philadelphia pada tahun 1785
berhasil mengadakan inseminasi buatan terhadap isteri seorang pedagang kain di
London. Kemudian, eksperimen yang berhasil di Perancis diikuti oleh laporan
dokter Amerika pada tahun 1866 bahwa ia berhasil melakukannya sebanyak 55 pada
6 orang wanita dan mendapatkan bayi inseminasi buatan pertama di Negara itu.
Di Indonesia, keberhasilan
inseminasi buatan ditandai dengan lahirnya Akmal dari pasangan Linda – Soekotjo
pada 25 Agustus 1987 dengan teknik GIFT, dan Dimas Aldila Akmal Sudiar, lahir
pada 2 Oktober 1988, dari pasangan Wiwik Juwari – Sudirman dengan teknik IVF.
Keduanya adalah hasil kerja tim Makmal Terpadu Imuno Endokrinologi Fakultas
Kedokteran UI. Latar belakang dikembangkannya inseminasi buatan di Indonesia,
sebagaiman dinyatakan oleh Dr. H. Enud J. Surjana (Ketua Makmal Terpadu FKUI)
dan Prof. Dr. Asri Rasad (Dekan Fakultas Kedokteran UI) adalah semata-mata
untuk membantu pasangan suami isteri yang sulit memperoleh keturunan.
Tujuan untuk melakukan
inseminasi buatan/ bayi tabung/ kloning adalah keinginan-keinginan sebagai
berikut:
1.
Keinginan memperoleh atau menolong untuk memperoleh keturunan;
2.
Menghindarkan
kepunahan manusia;
3.
Memperoleh
generasi jenius atau orang super;
4.
Memilih
suatu jenis kelamin;
5.
Mengembangkan
teknologi kedokteran.
B. Teknik Inseminasi Buatan
Teknik yang digunakan
dalam nseminasi buatan ini ada dua, yaitu :
1.
Fertilisasi
in Vitro (FIV)
Fertilisasi
in Vitro ialah usaha
fertilisasi yang dilakukan di luar tubuh, di dalam cawan biakan (Petri disk),
dengan suasana yang mendekati alamiah. Jika berhasil, pada saat mencapai
stadium morula, hasil fertilisasi ditandur-alihkan ke endometrium rongga
uterus. Teknik ini biasa dikenal dengan “bayi tabung” atau pembuahan diluar
tubuh.
2.
Tandur
Alih Gamet Intra Tuba (TAGIT)
Tandur
Alih Ganet Intra Tuba ialah
usaha mempertemukan sel benih (gamet) yaitu ovum dan sperma, dengan cara
menyemprotkan campuran sel benih itu memakai kanul tuba ke dalam ampulla.
Metode ini bukan metode bayi tabung karena pembuahan terjadi di saluran telur (tuba
fallopi) si ibu sendiri.
Diluar teknik TAGIT lebih
berhasil disbanding FIV. Perbandingannya cukup mencolok yaitu 40:20. teknik
yang terbaik dari keduanya tergantung pada keadaan pemilik sperma dan ovum
serta keqadaan kandungan.
C. Pandangan Islam Serta Kedudukan
Inseminasi Buatan/ Bayi Tabung/ Kloning
Pada dasarnya di dalam al-Quran dan
Hadits tidak ada dijelaskan masalah inseminasi buatan ini. Namun para tokoh
agama Islam dalam hal ini ulama menyikapi masalah ini dengan serius.
Pelaksanaan inseminasi buatan membawa
dilema terutama jika dikaitkan dengan hukum Islam. Pembahasan ini akan
menganalisis permasalahan tersebut, yang menyangkut hal-hal seperti: (1)
pengambilan bibit, (2) penanaman bibit, (3) asal penempatan, dan (4) status
anak yang dihasilkan.
a.
Pengambilan
Bibit
Yang
dimaksud dengan pengambilan bibit di sini adalah pengambilan sel telur (ovum
pick up) dan pengambilan / pengeluaran sperma.
Untuk
pengambilan bibit sel telur wanita dapat ditempuh dengan dua cara. Pertama,
dengan laparosopi USG (ultrasonografi). Cara pertama, indung telur
dipengang dengan penjepit dan dilakukan pengisapan. Cairan folikel yang berisi
sel telur. Sedangkan cara kedua (USG) folikel yang tampak dilayar ditusuk
dengan jarum melalui vagina kemudian dilakukan pengisapan folikel yang berisi
sel telur seperti pengisapan laparoskopi.
Analisa
hukum islam, bagaimana hukum melihat aurat besar wanita, meraba dan memasukkan
sesuatu pada vagina wanita. Semua aktifitas ini dibutuhkan dalam pengambilan
sel telur dari wanita.
Sepakat
para ulama dari kalangan mazhab, bahwa vagina adalah bagian dari aurat wanita
yang paling vital atau disebut aurat besar yang wajib dijaga dan tidak boleh
dilihat. Akan tetapi, ketika darurat tidak ada jalan lain kecuali harus membuka
dan memegangnya, seperti untuk kepentingan medis (berobat), maka semata untuk
keadaan darurat para ulama sepakat aurat wanita boleh untuk dibuka. Hal ini
sejalan dengan kaidah Ushul Fiqh :
اَلْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ
الضَّرُوْرَةِ وَالضَّرُوْرَةُ تُبِيْحَ اْلمَحْظُوْرَاتِ
“Kebutuhan yang
sangat penting itu diperlakukan seperti keadaan terpaksa (darurat). Dan keadaan
darurat itu membolehkan hal-hal yang dilarang”
b.
Pengeluaran
Sperma
Dibanding
pengambilan sel telur, pengambilan sperma relative lebih mudah. Untuk
mendapatkan sperma laki-laki dapat ditempuh dengan cara : 1. Istimna’ (onani),
2. Azal (senggama terputus), 3. Dihisap dari pelir (testis), 4. Jima’ dengan
memakai kondom, 4. Sperma yang ditumpahkan kedalam vagina yang disedot cepat
dengan spuit, 5. Sperma mimpi malam. Diantara kelima cara tersebut, cara yang
dipandang lebih baik adalah dengan cara onani (masturbasi) yang dilakukan
dirumah sakit sebagaimana yang disponsori oleh Universitas Indonesia .
Sekarang
bagaimana hukum onani untuk keperluan inseminasi buatan? Islam memandang onani
adalah perbuatan yang tidak etis, namun dalam penetapannya terjadi perbedaan
pendapat.
Pertama,
Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Zaidiyah mengharamkan secara
mutlak berdasarkan dalil ayat al-Quran surat al-Mukminun ayat 5-7, dimana Allah
memerintahkan manusia untuk menjaga kehormatan kelamin dalam setiap keadaan,
kecuali terhadap istri dan budak.
Kedua,
Ulama Hanabilah mengharamkan onani, kecuali khawatir berbuat zina atau
terganggu kesehatannya, sedang ia tidak punya istri atau tidak mampu kawin. Hal
senada juga dikemukakan oleh Yusuf Qarhawi.
Ketiga,
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa istimna’ pada prinsifnya diharamkan,
namun istimna’ diperbolehkan dalam keadaan tertentu bahkan wajib, jika
dikhawatirkan jatuh kepada perbuatan zina. Hal ini berdasarkan kaidah Ushul
Fiqh :
اِرْتِكَابُ اَخَفُّ الضَّرُوْرَيْنِ
“Wajib
menempuh bahaya yang lebih ringan di antara dua bahaya”
c.
Asal
dan Tempat Penanaman Bibit
Sesuai
dengan klasifikasi asal dan tempat penanaman bibit yang terdapat dalam pembahasan
di atas, berikut akan dianalisis menurut tinjauan hukum Islam.
1.
Bibit
dari suami-isteri yang sah (Inseminasi Homolog)
Islam
membolehkan senggama antara laki dan perempuan, jika keduanya sudah diikat oleh
tali pernikahan. Jika tidak ada ikatan pernikahan, maka disebut zina. Motif
senggama yang dilakukan oleh pasangan yang sah (suami istri) adalah untuk
mendapatkan keturunan. Sedang motif zina bukan untuk mendapatkan keturunan,
tapi lebih untuk melampiaskan nafsu birahi belaka. Prilaku yang alami dan layak
untuk mendapatkan keturunan adalah dengan cara senggama antara suami istri.
Karena didalamnya terdapat kenikmatan yang menambah keharmonisan hubungan suami
istri dalam rangka mendapatkan anak. Jika dikaitkan dengan inseminasi buatan
yang bibitnya berasal dari suami istri, baik dengan cara pembuahan diluar rahim
kemudian disuntikkan ke dalam rahim istri dengan cara mengambil sperma suami
kemudian disuntikkan ke uterus istri. Tindakan ini tidaklah tergolong zina. Hal
ini diperbolehkan kalau memang kondisi suami istri benar-benar memerlukan cara
inseminasi ini untuk memperoleh anak.
Jumhur
Ulama memperbolehkan inseminasi buatan yang berasal dari bibit suami istri.
Mereka adalah Syekh Mahmud Syaltut, Yusuf Qardhawi, Ahmad Ribashy, Zakaria
Ahmad al-Barry dan secara organisasi seperti Majelis Ulama DKI Jakarta dan
Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’ Departemen Kesehatan RI.
2.
Bibit
Bukan dari Pasangan Suami Istri (Heterolog) dan akibat Hukumnya
Inseminasi
buatan yang berasal dari bantuan donor sperma, jumhur ulama menghukumi haram
karena sama hukumnya dengan zina yang akan mencapur-adukkan nasab dan sebagai
akibat hukumnya anak tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan
ibu yang melahirkannya. Hal ini didukung oleh firman Allah :
لَقَدْ خَلَقْنَا
اْلاِنْسَانَ فِيْ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. At-Tiin : 4)
Dan
berdasarkan Hadits Rasulullah SAW :
لاَ يَحِلًّ لاِمْرِئٍ
يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ اَنْ يُسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ
“Tidak
boleh orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyirami air spermanya
kepada tanaman orang lain (vagina perempuan bukan istrinya)”. (HR. Abu Daud,
Tirmidzi yang dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).[3]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Inseminasi buatan merupakan terjemahan
dari istilah Inggris artificial insemination. Dalam bahasa Arab disebut
al-talqih al-shina‘iy. Dalam bahasa Indonesia ada yang menyebut
pemanian buatan, pembuahan buatan, atau penghamilan buatan. Bayi tabung adalah
sel telur yang telah dibuahi oleh sperma yang telah dibiakkan dalam tempat
pembiakan (cawan) yang sudah siap untuk diletakkan ke dalam rahim seorang ibu.
klon (kloning) diartikan sebagai upaya memperbanyak klon, mengopi atau
menghasilkan klon. Oleh karena itu, kloning merupakan produksi satu atau lebih individu
makhluk hidup, termasuk manusia yang identik secara genetika.
Analisis Hukum Islam dalam hal ini itu
telah dijelaskan asal dan tempat penanaman bibit. Jika dikaitkan dengan
inseminasi buatan yang bibitnya berasal dari suami istri, baik dengan cara
pembuahan diluar rahim kemudian disuntikkan ke dalam rahim istri dengan cara
mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke uterus istri. Tindakan ini
tidaklah tergolong zina. Hal ini diperbolehkan kalau memang kondisi suami istri
benar-benar memerlukan cara inseminasi ini untuk memperoleh anak. Dan
inseminasi buatan ini haram menurut Jumhur ulama jika bibitnya diambil dari
bukan pasangan suami istri.
B.
Saran
Penyusun menyadari bahwa dalam
penyelesaian makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Karena itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian
demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. H.
Chuzaimah T. Yanggo, Drs. HA. Hafiz Anshart
AZ , MA. Problematika Hukum
Islam kontemporer. Hal. 5 dikutip dari Ali Akbar. Permainan Buatan.(Jakarta
: PT. Pustaka Firdaus, 1995)
Drs. H.
Mahjuddin, M.Pd.I. Masailul Fiqhiyah.(Jakarta : Kalam Mulia. 2003)
Drs. Saifudin Shidik , MA .
Hukum Islam Tentang Berbagai Persoalan Kontemporer. (Jakarta Intimedia. 2004)
[1] Dr. H.
Chuzaimah T. Yanggo, Drs. HA. Hafiz Anshart
AZ , MA. Problematika Hukum
Islam kontemporer. Hal. 5 dikutip dari Ali Akbar. Permainan Buatan.
Hal. 8.
[2] Drs. H.
Mahjuddin, M.Pd.I. Masailul Fiqhiyah. Hal. 2
[3] Drs. Saifudin Shidik , MA .
Hukum Islam Tentang Berbagai Persoalan Kontemporer. Hal. 153-154
Tidak ada komentar:
Posting Komentar