Kamis, 04 Oktober 2007

PANDANGAN ISLAM TENTANG KELUARGA BERENCANA (KB)

MAKALAH

فِقْهُ اْلمُعَامَلَةِ
PANDANGAN ISLAM
TENTANG KELUARGA BERENCANA (KB)


 











DI SUSUN OLEH :

AHMAD SHOLIHIN MUTTAQIN
NIM. UT. 06.0741



DOSEN PEMBIMBING :

DRS. IBRAHIM SYUKUR
NIP. 150 251 219



ISTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
FAKULTAS USHULUDDIN JURUSAN TAFSIR HADITS
ًًََ2007
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrahim.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
                                                               
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, berkat rahmat Allah SWT. yang telah melimpahkan taufik dan hidayahNya kepada Kami, sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dibuat sejalan dengan tugas yang diberikan oleh Dosen pada mata kuliah “Fiqh Muamalat” yang berjudul “Pandangan Islam Tentang Keluarga Berencana (KB)” dengan tujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan mahasiswa dalam bidang media pembelajaran.
Kami menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, Kami sangat menerima kritik dan saran dari Dosen dan rekan-rekan mahasiswa yang bersifat membangun guna perbaikan kualitas makalah ini dan supaya sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Semoga makalah ini  bisa bermamfaat dan membantu para mahasiswa, khususnya di Fakultas Ushuluddin sehingga kita bisa memahami materi perkuliahan yang diberikan.

Wallahul Muwafiq Ila Aqwamit Thariq
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.




Jambi, 31 Mei 2007

                                                                                                   Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar     i
Daftar Isi     ii
Pendahuluan 
A.    Latar Belakang      1
B.    Permasalahan        2
C.    Tujuan Penulisan      2    
Pembahasan
A.  Pengertian Keluarga Berencana (KB)      3
B. Metode Kontrasepsi     4
C. Pandangan Islam Tentang Keluarga Berencana (KB)      6
Penutup
  1. Kesimpulan     13
  2. Saran     13
Daftar Pustaka      14




BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia sejak dari proklamasi 17 Agustus 1945 sampai saat ini dan masa mendatang, berusaha untuk memakmurkan masyarakat yang berkeadilan sosial dan merata.
Suatu pembangunan memerlukan modal, sarana, tenaga kerja yang terampil dan berkualitas, wawasan yang luas dan masih banyak lagi. Dalam keadaan seperti ini, bangsa kita juga berhadapan dengan masalah yang cukup mengkhawatirkan, yaitu kepadatan penduduk yang terus melaju dari tahun ke tahun. Kalau penduduk sudah banyak, maka timbul lagi pemikiran baru, yaitu bagaimana cara mendidiknya dan bagaimana pula menyediakan lapangan kerjanya, belum lagi sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan dan keperluan hidup lainnya. Apalagi pada zaman sekarang ini, keperluan hidup bertambah banyak sejalan dengan perkembangan teknologi yang berkembang pesat.
Salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah yang tumbuh dan berkembang adalah dengan program “Keluarga Bertencana”. Sejak tahun 1973 Keluarga Berencana (KB) sudah dicantumkan dalam GBHN dan mutlak harus dilaksanakan, dengan ketentuan pelaksanaannya harus dengan cara sukarela dan dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama.

B.     Permasalahan
Permasalahan yang akan diketengahkan dalam pembahasan ini adalah bila pertambahan penduduk dapat ditekan, maka masalah yang dihadapi tidak seberat menghadapi pertambahan penduduk yang tidak terkendali.
Walaupun wakil-wakil rakyat telah menetapkan KB itu dalam GBHN, namun masih ada persoalan lain yang harus dituntaskan, yaitu bagaimana perspektif agama Islam tentang program Keluarga Berencana (KB), karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Timbul pertanyaan, apakah Islam membolehkan hal ini atau malah melarangnya.

C.     Tujuan Penulisan
Sebelum bangsa Indonesia mencanagkan KB itu, dari dahulu pun masalah ini sudah menimbulkan pro dan kontra dengan argumentasi masing-masing. Jadi, dalam penulisan ini penyusun bertujuan agar para pembaca, mengetahui bagaimana pandangan Islam tentang “Keluarga Berencana”. Dan bagaimana tentang ayat-ayat al-Quran dan Hadits Nabi yang membolehkan, dan bagaimana pula dengan  yang melarang.






BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian Keluarga Berencana (KB)
Pada dasarnya Keluarga Berencana (KB) juga mempunyai arti sama dengan istilah Arab (Pengaturan keturunan/kelahiran) bukan pembatasan kelahiran.
KB berarti pasangan suami istri telah mempunyai perencanaan yang konkrit mengenai kapan anak-anaknya diharapkan lahir disambut dengtan rasa gembira dan syukur. Dan pasangan suami istri tersebut juga telah merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, yang disesuaikan dengan kemampuannya sendiri dan situasi kondisi masyarakat dan negaranya. Jadi KB itu dititikberatkan pada perencanaan, pengaturan dan pertanggungjawaban orang terhadap anggota-anggota keluarganya.[1]
Menurut WHO (World Health Organisation) keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk :
1.        Mendapatkan objektif tertentu.
2.        Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan.
3.        Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan.
4.        Mengatur interval doi antara kehamilan.
5.        Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri.
6.        Menentukan jumlah anak dalam keluarga.[2]


B.       Metode Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah suatu cara untuk mengatur kehamilan baik itu pencegahan kehamilan atau pengakhiran kehamilan.
Pada saat sekarang jauh lebih banyak cara bagi wanita, dengan cara bagi pria, karena memang seolah-olah keluarga berencana merupakan tugas semata-mata bagi wanita, karena morivasi pada wanita lebih tingi.
Tapi seharusnya kontrasepsi merupakan tanggung jawab suami dan istri dan diharapkan bahwa di kelak kemudian hari cara-cara bagi pria akan lebih berkembang.[3]

Macam-macam Metode Kontrasepsi
I.         Metode Sederhana
1.    Tanpa Alat
a.    KB Alamiah
v  Metode Kalender (Ogino-Knaus).
v  Metode Suhu Badan Basal (Termal).
v  Metode Sim to-Termal.
b.    Coitus interruptus
2.    Dengan Alat
a.    Mekanis (Barrier)
v  Kondom
v  Barier Intra-vaginal
-       Diafragma
-       Kap Serviks (Cervical cap)
-       Spons (Sponge).
b.    Kimiawi
v  Spermisid
-       Vaginal cream.
-       Vaginal foam
-       Vaginal jelly.
-       Vaginal suppositoria.
-       Vaginal tablet.
-       Vaginal soluble film.
II.     Metode Modern
1.    Kontrasepsi Hormonal :
a.    Per-oral
-       Pil oral kombinasi (POK)
-       Mini-pil.
-       Morning-after pill
b.    Injeksi/Suntikan
(DMPA, NET-EN, Microspheres, Microcapsules).
c.     Sub-kutis : Implant (Alat Kontarepsi bawah kulit = AKBK).
-       Implant Non-biodegradable (Norplant, Norplant-2, ST-1435).
-       Implant biodegradable (Capronor, Pellets)
2.    Intra Uterine Devices (IUD)/ Alat Kontrasepsi Dalam Rahim.
3.    Strelisasi.[4]
C.       Pandangan Islam Tentang Keluarga Berencana (KB)
Di dalam al-Quran dan Hadits, yang merupakan sumber pokok hukum Islam yang menjadi pedoman hidup bagi umat Islam, tidak ada nas yang terang melarang ataupun yang memerintahkan untuk ber-KB secara eksplisit. Karena itu, hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam yang menyatakan:
اْلاَصْلُ فِى اْلأَشْيًاءِ وَاْلاَفْعَالِ اْلإِبَاحَةُ حَتىَّ يَدُلُّ الدَّلِيْلُ عَلىَ تَحْرِيْمُهَا
“Pada dasarnya segala sesuatu/ perbuatan itu boleh kecuali/ sehingga ada dalil yang menunjukan keharamannya.”
Selain berpegangang dengan kaidah hukum Islam tersebut di atas, kita juga bisa menemukan beberapa ayat al-Quran dan Hadits Nabi yang memberikan indikasi, bahwa pada dasarnya Islam membolehkan orang Islam ber-KB. Bahkan kadang-kadang hukum ber-KB itu bisa berubah dari mubah (boleh) menjadi sunah, wajib, makruh atau haram, seperti halnya hukum perkawinan bagi orang Islam, yang hukum asalnya juga mubah. Tetapi hukum mubah ini bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi individu muslim yang bersangkutan dan juga memperhatikan perubahan zaman, tempat dan keadaan masyarakat/ Negara. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam yang berbunyi :
تَغَيُّرُ اْلأَحْكَامِ بِتَغَيُّرِ اْلأَزْمِنَةِ وَاْلأَمْكِنَةِ وَاْلأَحْوَالِ
Hukum-hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat dan keadaan.”
Untuk itu penyusun akan mengkalsifikasikan pandangan Islam tentang KB. Yaitu pandangan al-Quran, al-Hadits dan para ulama-ulama Islam.

1.    PANDANGAN AL-QURAN
Firman Allah dalam al-Quran Surat an-Nisa’ ayat 9 :
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْتَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْ صلى فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلاٌٌ سَدِيْدًا  ( النساء :    )
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (ksejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mengucapkan perkataan yang benar.”
Ayat di atas memberi petunjuk supaya setiap keluarga (orang tua) memikirkan masa depan anak cucunya, jangan sampai menjadi generasi yang lemah fisik dan mentalnya. Lemah fisik bisa karena kurang pangan (gizi) dan karena kurangnya perawatan kesehatan. Lemah mental bisa karena kurang pendidikan agama. Jadi keperluan anak dalam bidang materil dan spiritual harus seimbang, supaya masyarakat yang ditinggalkan oleh orang tua, merasa adil, makmur dan mendapat ridha Allah.
Firman Allah, Surat Luqman ayat 14 :
وَوَصَّيْنَا اْلإِِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ ج حَمَلَتْهُ اُمُّهُ وَهْنًا عَلىَ وَهْنٍ وَّفِصلُه فِىْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْلِىْ وَلِوَالِدَيْكَ قلى اِلَيَّ المَصِيْرُ  (لقمان :    )
“Dan Kami perintahtkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; Ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan telah yang bertambah-tambah, dan menyapihknya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada orang tuamu. Kepada-Ku lah kamu kembali.”

2.    PANDANGAN AL-HADITS
     Sabda Rasulullah SAW :
إِنَّكَ اَنْ تَذَرْ وَرَثَتَكَ اَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ اِنْ تَذَرْهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُوْنَ النَّاسَ
 (متفق عليه)
“Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dal;am keadaan kecukupan daripada meninggalkan mereka menjadi beban tanggungan orang banyak.” (H.R. Bukhori dan Muslim)

عَنْ جاَ بِرٍ قَالَ : كُنَّْا نَعْزِلُ عَلىَ عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاْلقُرْآنُ يَنْزِلُ (متفق عليه)
“Diriwayatkan dari Jabir R.A, ia berkata : Kami melakukan ‘azal (coitus interuptus) di masa Rasulullah pada waktu ayat-ayat al-Quran masih diturunkan dan tak ada satu ayat pun yang melarangnya.” (H.R. Bukhori dan Muslim)

3.    PANDANGAN ULAMA-ULAMA ISLAM
Mengenai Keluarga Berencana atau setidak-tidaknya mencegah kehamilan, sejak dahulu pun ada di antara ulama yang membolehkannya dan ada pula yang tidak membolehkannya.
a.    Ulama-ulama Yang Membolehkan
1.    Imam Al-Ghazali
Dalam kitabnya, “Ihya Ulu muddin” dinyatakan, bahwa ‘azal (coitus interuptus) tidak dilarang, karena kesukaran yang dialami si Ibu disebabkan sering melahirkan.
Motifnya antara lain:
Þ    Untuk menjaga kesehatan si Ibu, karena sering melahirkan.
Þ    Untuk menghindari kesulitan hidup, karena banyak anak.
Þ    Untuk menjaga kecantikan si Ibu.

2.    Syekh al-Hariri
Syekh al-Hariri berpendapat, bahwa menjalankan KB bagi perorangan (individu) hukumnya boleh dengan ketentuan:
Þ                Untuk menjarangkan anak.
Þ                Untuk meghindari suatu penyakit, bila ia menghandung.
Þ    Untuk menghindari kemudharatan, bila ia mengandung dan melahirkan dapat membawa kematiaannya (secara medis).
Þ    Untuk menjaga kesehatan si Ibu, karena setiap hamil selalu menderita suatu penyakit (penyakit kandungan).
Þ    Untuk menghindari anak dari cacat fisik bila suami atau istri mengidap penyakit kotor.
3.    Syekh Mahmud Syaitut
Mahmud  Syaitut   berpendapat,   bahwa   pembatasan   keluarga
(  تجديد النسل) bertentangan dengan syari’at Islam. Umpamanya, membatasi keluarga hanya 3 anak saja dalam segala macam kondisi dan situasi.
Sedangkan pengaturan kelahiran (  تنظيم النسل) menurut beliau tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Umpamanya menjarangkan kelahiran karena situasi dan kondisi khusus, baik yang ada hubungannya dengan keluarga yang bersangkutan maupun ada kaitannya dengan kepentingan masyarakat dan Negara. Alasan lain yang membolehkan adalah suami atau istri mengidap penyakit yang berbahaya yang dikhawatirkan menular kepada anaknya.[5]

b.    Ulama-ulama Yang Melarang
  1. Prof. Dr. M.S. Madkour Guru Besar Hukum Islam pada Fakultas Hukum, dalam tulisannya; “Islam and Family Planning” dikemukakan antara lain: “bahwa beliau tidak menyetujui KB jika tidak ada alasan yang membenarkan perbuatan itu”. Beliau berpegang kepada prinsif: “hal-hal yang mendesak membenarkan terlarang”.
2.    Abu ‘Ala al-Maududi (Pakistan)
Al-Maududi adalah seorang ulama yang menentang pendapat orang yang membolehkan pembatasan kelahiran. Menurut beliau Islam satu agama yang berjalan sesuai dengan fitrah manusia. Beliau berkatakan: “Barangsiapa yang mengubah perbuatan Tuhan dan menyalani undang-undang fitrah adalah memnuhi perintah setan”. Setan itu adalah musuh manusia. Beranak dan berketurunan itu adalah sebagian fitrah tersebut menurut pandangan Islam. Salah satu tujuan yang utama dari perkawinan itu ialah mengekalkan jenis manusia dan mendirikan suatu kehidupan yang beradab.[6]
Di samping pendapat-pendapat di atas, ada juga para ulama yang menggunakan dalil-dalil yang pada prinsifnya menolak KB, di antaranya firman Allah SWT :
وَلاَ تَقْتُلُوْآ اَوْلاَدَكُمْ مِنْ إِمْلاَقٍ صلى  نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ صلى (الانعام :    )
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka …”. (al-An’am : 151)
Firman Allah SWT :
وَلاَ تَقْتُلُوْآ اَوْلاَدَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاَقٍ صلى  نَحْنُ نَرْزُقُهُُمْ وَإِيَّاكُُمْ قلى إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيْرًا  (الاسراء :    )
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar (al-Isra’ :31)
Tidak memberi kesempatan untuk hidup, sama halnya dengan membunuh walaupun tidak secara langsung. Alasannya, karena takut melarat (miskin). Padahal Allah ,menjamin rezeki hamba-hamba-Nya.
Sabda Rasulullah SAW :
تزوجوا الولود فإني مكاثر بكم الامم ( اخرج ابو داود والنسائ )
“Kawinilah wanita yang mempunyai sifat kasih sayang dan banyak anak, karena seseunggunya aku berbangga dengan banyaknya kamu dengan umat-umat yang lain. ( Hadits dikeluarkan oleh Abu Daus dan An-Nasai)
Dari hadits di atas dapat dipahami, bahwa Nabi Muhammad sangat merasa bangga apabila umat beliau banyak. Menjalankan KB berarti memperkecil jumlah umat. Secara lahiriah memang demikian tetapi tentu yang dikehendaki adalah umat yang banyak dan berkualitas, sebagai pengiukut setia beliau, bukan penentang ajaran Islam yang beliau ajarkan.
























BAB II
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa pada dasarnya KB adalah mengatur keturunan atau kelahiran anak. Secara qath’i al-Quran tidak menyuruh ataupun melarangnya. Hanya saja para ulama menghubung-hubungkan ayat al-Quran tersebut dengan KB. Namun Qaidah Ushul fiqh menyebutkan bahwa
اْلاَصْلُ فِى اْلأَشْيًاءِ وَاْلاَفْعَالِ اْلإِبَاحَةُ حَتىَّ يَدُلُّ الدَّلِيْلُ عَلىَ تَحْرِيْمُهَا
“Pada dasarnya segala sesuatu/ perbuatan itu boleh sehingga ada dalil yang menunjukan keharamannya.”
Jadi, Seperti yang telah diterangkan dalam pembahasan, bahwa  masalah KB ini tidak ada habisnya, karena setiap orang ataupun para ulama mempunyai pemikiran dan pemahaman yang berbeda-beda, ada yang mengatakan boleh dan ada pula yang melarangnya. Tapi kalau menurut hemat penyusun, pada dasarnya hukum KB adalah boleh, tapi hukum tersebut bisa menjadi haram apabila tujuannya bertentangan dengan ajaran Islam.
B.       Saran
Penyusun menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Semarang, CV. Asy-Syifa’.,
Bagian Obstetri & Gikenologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung, Teknik Keluarga Berencana (Perawatan Kesuburan), Bandung, Elstar Offset, 1980.
Hartanto, dr. Hanafi, Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Jakarta, Pustaka Sinar harapan, 1994.
Sulaiman, Drs. H.M. Saman. Masailul Fiqhiyah Al-Haditsah (Hukum Islam Kontemporer), Damai Raya, 2007
Uman, Drs. Cholil, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern,  Surabaya, Ampel Suci, 1994.




[1]  Drs. Cholil Uman, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, hlm. 76
[2]  dr. Hanafi Hartanto, Keluarga Berencana Dan Kontrasepsi, cet. I. Hlm. 14
[3]  Bagian Obstetri & Gikenologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung, Teknik Keluarga Berncana (Perawatan Kesuburan), Hlm. 23
[4]  dr. Hanafi Hartanto, Op.cit,. Hlm. 29-30
[5]  Drs. H.M. Saman Sulaiman, M.Ag, Masailul Fiqhiyah al-Haditsah, Hlm. 38
[6]  Ibid,. Hlm. 39-39.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar