Kamis, 04 Oktober 2007

SANAD DAN MATAN HADITS

MAKALAH

TAKHRIJ HADITS
"SANAD DAN MATAN HADITS"


 










DI SUSUN OLEH :

AHMAD SHOLIHIN MUTTAQIN
NIM. UT. 06.0741


DOSEN PENGAJAR :

ABDUL HALIM, M.Ag

IAIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN TAFSIR HADITS
2007


PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Hadits sebagai pernyataan, pengamalan, taqrir dan hal ikhwak Nabi Muhammad SAW, merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah Quran. Pada zaman Nabi, sesungguhnya telah ada beberapa sahabat Nabi yang menulis hadits Nabi, tetapi jumlah mereka selain tidak banyak, juga materi (matan) hadits yang mereka catat masih terbatas. Keadaan ini disebabkan selain karena jumlah mereka yang pandai menulis belum begitu banyak, juga karena perhatian mereka lebih tertuju pada pemeliaraan al-Quran.
Menurut pendapat ulama, sejarah penulisan dan penghimpunan hadits secara resmi dan massal dalam arti sebagai kebijakan pemerintah, barulah terjadi atas perintah Khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz, jadi tenggang waktunya sekitar 90 tahun sesudah Nabi wafat.
B.          Pokok Masalah
Untuk kepentingan penelitian hadits Nabi, ulama telah menciptakan berbagai kaidah dan ilmu (pengetahuan) hadits. Dengan kaidah dan ilu hadits itu ulama mengadakan pembagian kualitas hadits.
Menurut Ibn Khuldun (wafat 808 H) dan Ahmad Amin (wafat 1373 H) para ulama hadits dalam penelitiannya hanya menitikberatkan kepada sanad daripada terhadap matan hadits. Dan menurut Abdul Mun’im al-Bahiy ulama hadits dalam kegiatan penelitian hadits hanya meneliti sanad dan para periwayat saja, serta tidak meneliti matannya.
Namun hal ini tak terbukti karena di dalam kaidah kesahihan hadits yang telah ditetapkan oleh ulama hadit juga dijelaskan tentang sanad dan matan. Untuk itu di dalam makalah ini sebelum kita mempelajari lebih jauh tentang ilmu hadits, penyusun akan membicarakan tentang sanad dan matan.

PEMBAHASAN
1.       Pengertian Sanad
Kata Sanad menurut bahasa adalah sandaran atau sesuatu yang dijadikan sandaran. Dikatakan demikian, karena setiap hadits selalu bersandar kepadanya. Adapun arti Sanad menurut istilah, terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-Badru bin Jama’ah dan at-Tiby mengatakan bahwa sanad ialah :
الإخبارُ عنْ طريقِ المتنِ
“Berita tentang jalan matan”
Sebagian ulama mendefinisikan :
سِلسةُ الرجالِ الموصلةِ المتنِ
“Silsilah orang-orang (yang meriwayatkan hadits) yang menyampaikan
pada matan hadits”
Ada juga ulama yang mendefenisikan :
سِلسةُ الّرواة الذينَ نقلُوا المتنِ عنْ مصدرهِ
“Silsilah para perawi yang menukilkan hadits dari sumbernya yang pertama”

2.       Pengertian Matan
Kata matan menurut bahasa berarti tanah yang tinggi, sedangkan menurut istilah adalah:
ما ينهي اليه السندُ منَ الكلامِ
“Suatu kalimat tempat berakhirnya sanad”
Atau dengan redaksi lain :
الفاظُ الحديثِ التِي تَنقوّمُ معانيدِ
“Lafadz-lafadz hadits yang di dalamnya mengandung makna-makna tertentu”
Jadi lebih tepatnya, yang dimaksud dengan kata matan dalam ilmu hadits, ialah penghujung sanad, yakni sabda Nabi SAW.

Contoh  Sanad dan Matan :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدِ بْنِ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُالرَّحْمنِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ وَعَنْ عَبْدُ اللهِ بْنِ مُحَمَّدِ
ســند

بْنِ عَقِيْلٍ وَعَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَنِفِيَّةِ  وَعَنْ عَلِيٍّ عَنِ النَّبِى ص.م. قَالَ :
سـند                                              
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُوْرِ وَتَحْرِيْمُهَا التَّكْبِيْرُ وَتَحْلِيْلُهَا التَّسْلِيْمُ  (رواه الترمذي)
مــــتن
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar, (ia berkata) : telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdullah ibn Muhammad ibn Aqil, dari Muhammad al-Hanafiyah, dari ‘Ali, dari Nabi SAW. beliau bersabda : “Pembuka sholat itu ialah bersuci dan yang memasukkan (seseorang) ke dalam shalat adalah takbir dan yang mengeluarkan shalat itu adalah salam”. (H.R. Turmudzi)                 
3.       Hubungannya dengan Dokumentasi
Perlu kita ketahui bahwa peranan dokumentasi merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian yang berorientasi sejarah. Yang dimaksudkan dengan dokumentasi di sini ialah pengertian secara luas dari arti istilah dokumen. Yakni, setiap proses pembuktian baik yang didasarkan atas hal-hal yang berbentuk tulisan, lisan, gambar, maupun arkeologis. Dalam artian ini, dokumen bersinonim dengan sumber, baik berupa tulisan maupun bukan tulisan, resmi maupun tidak resmi, primer maupun sekunder. Dengan demikian, sasaran penelitian yang berorientasi sejarah sama dengan sasaran penelitian hadits, yakni sama-sama berupaya meneliti sumber dalam rangka memperoleh data yang otentik dan dapat dipercaya.[1]1
Sumber primer merupakan kesaksian dengan mata kepala sendiri atau indera lainnya. Dengan demikian, sumber primer merupakan sumber yang memberikan data langsung dari tangan pertama. Sedangkan sumber sekunder adalah kesaksian dari siapa pun yang bukan saksi pandangan mata. Jadi, sumber sekunder merupakan kesaksian dari orang yang tidak hadir langsung pada peristiwa yang dikisahkannya.
Dalam rangkaian sanad hadits, sumber primer atau saksi mata adalah periwayat (rawi) pertama atau disebut sanad terakhir. Periwayat tersebut mesti dari kalangan sahabat Nabi, sebab hanya sahabat Nabi saja yang memungkinkan langsung   dapat    menyaksikan  sabda,  perbuatan,  hal ikhwal  dan  taqrir  Nabi.
Dalam hubungan ini, sumber sekunder adalah periwayat kedua (dalam hal ini dapat saja dari kalangan sahabat Nabi ataupu tabi’in, yakni generasi umat Islam sesudah sahabat Nabi) atau periwayat ketiga dan seterusnya sampai kepada periwayat terakhir, misalnya Bukhori, Muslim, Abu Daud dan al-Turmudzi, bisa juga disebut dengan istilah al-muklharij.


4.       Kedudukan Sanad dan Matan
Ulama sangat besar perhatiannya kepada sanad hadits, di samping juga kepada matan hadits. Hal ini terlihat, sedikitnya, pada :
1.           Pernyataan-pernyataan ulama yang menyatakan bahwa sanad merupakan bagian tak terpisahkan dari agama dan pengetahuan hadits.
2.           Banyaknya karya tulis ulama berkenaan dengan sanad hadits.
3.           Dalam praktik, apabila ulama hadits menghadapi suatu hadits, maka sanad hadits merupakan salah satu bagian yang mendapat perhatian khusus. Dengan demikian sanad hadits mempunyai kedudukan yang sangat penting.
Sanad hadits dinyatakan mempunyai kedudukan yang sangat penting, sebab utamanya dapat dilihat dari dua sisi. Yakni :
1.       Dilihat dari sisi kedudukan hadits dalam kesumberan ajaran Islam.
2.       Dilihat dari sisi sejarah hadits.
Dilihat dari sisi yang pertama, sanad hadits sangat penting karena hadits merupakan salah satu sumber ajaran islam. Sedang dilihat dari sisi yang kedua, sanad hadits sanad penting karena dalam sejarah: (a) pada zaman Nabi tidak seluruh hadits tertulis; (b) sesudah zaman Nabi telah berkembang pemalsuan-pemalsuan hadiots; dan (c) penghimpunan hadits secara resmi dan massal terjadi setelah berkembangnya pemalsuan-pemalsuan hadits.
Dengan demikian maka dapat dinyatakan, ada empat faktor penting yang mendorong ulama hadits mengadakan penelitian sanad hadits. Keempat faktor itu ialah :
1.       Hadits sebagai salah satu sumber ajaran Islam;
2.       Hadits tidak seluruhnya tertulis pada zaman Nabi;
3.       Munculnya pemalsuan hadits; dan
4.       Proses penghimpunan (tadwin) hadits.[2]

5.       Sebab-sebab Terjadi Perbedaan antara Sanad dan Matan
Di antara sebab terjadinya perbedaan antara sanad ialah sebagai contoh seorang sahabat meriwayatkan sebuah hadits, ternyata hadits tersebut dinukilkan oleh sepuluh orang murid pada generasi berikutnya dari kelompok belajar thabi’in. kemudian dari sepuluh orang ini melairkan dua puluh atau tiga puluh orang murid lagi yang bersal dari mancanegara dan priovinsi yang berbeda.
Seperti, Abu Hurairah mengungkapkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Ketika salah seorang di antaramu bangun tidur, hendaknya janganlah dia memasukkan tangan kedalam bak mandi/ air sebelum dia mencuci tangannya terlebih dahulu tiga kali. Karena seorang tidak tahu dimana tangannya menetap pada saat tidur”.
Paling tidak tiga belas orang murid Abu Hurairah meriwayatkan hadits ini dari beliau, dengan perincian  sebagai berikut : delapan orang berasal dari Madinah, satu orang berasal dari Kufah, dua orang berasal dari Basrah, satu orang berasal dari Yaman dan satu orang berasal dari Syiria.


Kemudian ada enam belas orang ahli yang meriwayatkan hadits di atas dari murid Abu Hurairah, dengan perincian sebagai berikut: enam orang berasal dari Madinah, empat orang berasal dari bashrah, satu orang berasal dari Mekah, Yaman, dan Syiria serta dua orang berasal dari Kufah dan Irak.

6.       Kandungan Hadits Secara Umum
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa hadits adalah sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Quran. Di sisi yang lain, hadits merupakan fakta sejarah yang berhubungan dengan pernyataan, perilaku, keadaan dan taqrir Nabi SAW. yang sunnah untuk kita laksanakan. Selain itu, hadits menyajikan suatu kebutuhan essensial Muslim, agar menjadi individu atau masyarakat yang baik.








PENUTUP
A.     Analisis
Kalau menurut analisis kami sanad pada suatu matan haruslah diteliti lebih dalam lagi, karena sangat pitalnya kesahihan sanad yang akan menentukan pula shahih atau tidaknya suatu matan atau hadits. Di samping itu al-hadits adalah sumber ajaran Islam setelah al-Quran dan itu tidak boleh untuk dipergunakan dengan tidak mengetahui terlebih dahulu kualitas hadits tersebut.
Kemudian adalah hal yang wajar apabila pada suatu hadits itu diriwayatkan oleh sanad  yang berbeda sebab kalau kita renungkan misalnya seorang guru yang meriwayatkan sebuah hadits kepada muridnya yang berjumlah dua puluh orang kemudian ke dua puluhnya meriwayatkan lagi kepada orang lain, tentu akan kita temui sanad yang berbeda.

B.      Kesimpulan
Dari uraian di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Sanad adalah Silsilah para perawi yang menukilkan hadits sedangkan matan dalam ilu hadits adalah sabda Rasulullah SAW. Dan kedudukan sanad dan matan dalam ilmu hadits adalah sangat penting karena dari sanalah kita dapat mengetahui kualitas hadits tersebut. Kemudian di antara sebab terjadinya perbedaan antara sanad ialah kita  contohkan  seorang sahabat meriwayatkan sebuah hadits, kemudian hadits tersebut diriwayatkan oleh sepuluh orang murid pada generasi thabi’in. kemudian dari sepuluh orang ini melahirkan dua puluh atau tiga puluh orang murid lagi yang bersal daritempat yang berbeda-beda.







DAFTAR PUSTAKA

al-Qaththan Manna’ Syaikh, Pengantar Studi Ilmu Hadits. (Jakarta Timur  : Pustaka al-Kautsar : 2005)
Ismail, Syuhudi. Dr. M. Kaidah Kesahihan Sanad Hadits. (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 2005).
MA, Ph. D Azami Mustafa Muhammad. Metodologi Kritik Hadits. (Bandung : Pustaka Hidayah, 1996).
Ash-Shiddieqy, Hasbi, Muhammad. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1999).




[1] Dr. M. Syuhudi Ismail. Kaidah Kesahihan Sanad Hadits. Hal. 15
[2] Ibid. Hal. 87

Tidak ada komentar:

Posting Komentar